20. lui malato

714 42 13
                                    

Selamat membaca cinta-cintaku...
Jangan lupa like dan komennya, terus sambil makan cemilan biar gak bosen bacanya.

*****

Banyu berkali-kali menghela nafasnya sejak dia melangkahkan kakinya di rumah sakit tempat anaknya dirawat. Akhir-akhir ini semua berjalan lancar seperti apa yang Banyu mau, sampai-sampai Banyu lupa bahwa kadang hal-hal menyebalkan akan datang merusak kebahagiaan dan ketenangan hidupnya.

Seperti saat tiba-tiba Egi menghubunginya pagi-pagi sekali lantaran Chandra sakit. Demam berdarah. Kata Segita, tadi malam Chandra demam tinggi, demam yang Egi pikir hanya karena kelelahan. Jadi Egi hanya memberi keponakannya itu paracetamol dan kompres saja sebelum membiarkan Chandra tidur. Namun ternyata paginya Chandra malah mengeluh sakit perut sampai menangis. Dan parahnya Chandra sampai muntah-mutah.

Banyu tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri apa lagi ketika dokter memberi tahunya jika trombosit Chandra turun. Rasanya sakit sekali melihat anaknya memejamkan mata dengan tubuh lemas, pucat dan sesekali mengerang kesakitan. Andai saja Banyu bisa melihat bagian yang sakit lalu mengusapnya dan meniupnya agar sakit anaknya sedikit berkurang atau lebih bagus jika Banyu bisa menggantikan Chandra, menggantikan semua kesakitan anaknya. Chandra masih terlalu kecil untuk sakit yang dia rasa. Bahkan Banyu sampai ngeri sendiri jika ingat jarum infus yang menembus kulit anaknya sampai menangis kesakitan.

 Bahkan Banyu sampai ngeri sendiri jika ingat jarum infus yang menembus kulit anaknya sampai menangis kesakitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Egi menghela nafas ketika mendapati Banyu masih pada posisinya menggenggam tangan Chandra. Dia baru saja kembali dari rumah, mengantarkan Kris dan orang tuanya yang tadi ikut panik mengantar Chandra ke rumah sakit.

"Brother..." Panggil Egi, tangannya menepuk pundak Banyu. Banyu nampaknya tidak sadar ketika Egi membuka pintu, tampangnya yang kaget membuat Egi kembali menghela nafas.

"Makan, Brother," Kata Egi lagi, tangannya menunjukan paper bag polos. "Bukan gue yang masak! Gue beli!" Lanjutnya ketika melihat Banyu menaikan satu alisnya. Egi cukup tahu diri bahwa kehandalan ibu dan kakaknya memasak tidak turun ke dirinya. Sejak sadar akan hal itu Egi sudah bersumpah tidak akan memasak di dapur rumahnya.

Banyu terkekeh kecil. Jujur masakan Egi tidak seburuk itu, tapi Banyu tidak bisa bilang itu enak. Cuma bisa di makan. Lagi pula sekarang, Banyu tidak bisa makan dengan 'enak' senikmat apapun makanannya, mengingat anak bungsunya masih belum bangun dari tidurnya dan belum makan.

Banyu benar-benar merasa jika dia Papa yang buruk untuk Kris dan Chandra. Bahkan Banyu jarang pulang dan menghabiskan waktu dengan kedua anaknya. Rasanya wajar kalau Tuhan menghukumnya begini, membuat Chandra sakit agar Banyu bisa menghabiskan waktu dengan Chandra. Namun rasa tidak adil datang bersama itu, jika ini kesalahannya karena tidak bisa menjadi Papa yang baik, yang bisa menghabiskan banyak waktu bersama anaknya, kenapa anaknya yang di hukum. Anaknya yang masih kecil dan belum pintar menahan sakit. Harusnya Banyu yang menerima semua hukuman ini sendirian, bukan anaknya.

BON APPETITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang