Don't Touch Her

14.4K 689 19
                                    

Suasana yang begitu canggung. Sepasang yang bukan kekasih memilih bediam diri menggeluti isi otak mereka. Ririn mulai memberanikan diri membuka percakapan.
"Trima kasih ya sudah mengajakku makan di rumahmu"
Dion hanya memandanginya,tidak mengeluarkan sepata kata pun.
"Oh ya. Tadi kamu pulang dari mana?"
"Menemui Dian"
Dian? Siapa dia? Apakah kekasih Dion? Bukankah dia tidak pernah bergaul dengan siapa pun? Entah mengapa nama itu membuat dada Ririn terasa sesak. Ia hanya bisa mengusap-usap dadanya dan mencoba mengatur nafasnya.
"Dian? Dia kekasihmu?" tanya Ririn penasaran.
Dion tidak menanggapi pertanyaan Ririn membuat Ririn semakin yakin Dian adalah kekasih Dion.
"Aku boleh pulang?" tanya Ririn ragu-ragu.
"Supirku akan mengantarmu"
"Tidak perlu. Jarak rumah kita tidaklah terlalu jauh"
"Preman itu menunggumu"
Mendengar kata-kata Dion,Ririn menjadi takut,kembali ia mengingat apa yang ia alami. Daripada bertemu preman lebih baik Ririn di antar pulang.
"Baiklah" jawab Ririn.

Mereka berdua melangkah keluar dari rumah,di hadapan mereka pak supir sudah menunggu sambil membuka pintu. Ririn masuk ke dalam mobil di ikuti Dion. Mobil pun melaju ke arah rumah Ririn. Kembali suasana yang canggung dan menegangkan terjadi. Ririn lebih memilih memandangi jalan dari balik kaca mobil sedangkan Dion lebih memilih melihat jalan ke depan. Sekali-kali ia melirik gadis di sampingnya. Mobil berhenti tepat di depan rumah Dion.
"Trima kasih" ucap Ririn.
Dion hanya diam di dalam mobil. Kemudian mobil kembali melaju.

Mobil berhenti tepat di semak-semak tempat Dion membunuh sang preman yang menghadang Ririn. Dion keluar dari mobil diikuti pak supir. Ia berjalan ke belakang semak dan mengangkat mayat sang preman di bantu oleh supir. Mereka meletakkannya dalam sebuah bagasi dan kembali mobil melaju entah kemana.

Rian menyusuri sebuah jalan kecil yang tak pernah ia lewati. Jalan yang sangat menyeramkan saat malam hari. Ia hendak ke rumah Ririn sekedar untuk meminta maaf atas kejadian beberapa hari yang lalu. Namun ia memilih jalan yang tak pernah ia lewati karena jarak yang lebih dekat bila ditempuh lewat jalan ini. Namun sepeda motor Rian berhenti saat melihat sepasang manusia keluar dari sebuah rumah yang berdiri megah. Perempuan yang tak lain adalah Ririn,ia sedang berjalan bersama Dion. Kemudian mereka memasuki sebuah mobil dan melaju. Rian mengikuti mobil mereka dengan sangat hati-hati takut ketahuan. Kemudian mobil berbelok ke arah rumah Ririn. Rian berhenti di sebuah bahu jalan tepat dimana sebuah pohon tumbuh besar. Ia menunggu mobil Dion keluar dan Rian akan menemui Ririn untuk meminta penjelasannya. Tidak lama,mobil itu keluar dari lorong rumah Ririn. Namun mobil itu berhenti di sebuah bahu jalan yang tak jauh darinya. Mata Rian terus membuntuti mobil Dion. Pintu mobil terbuka dan Dion keluar berjalan ke arah semak. Rian membelalakkan matanya saat melihat Dion yang di bantu oleh supir mengangkat mayat seorang laki-laki dan meletakkannya dalam bagasi mobil. Rian membatalkan niatnya mengunjungi Ririn. Ia lebih memilih untuk tetap membuntuti mobil Dion.

Mobil berhenti di sebuah jembatan yang jauh dari pemukiman. Rian mengamati Dion dari kejauhan. Dengan jelas Rian melihat Dion melemparkan mayat laki-laki itu ke sungai. Kemudian mobil kembali melaju. Rian tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Dion membunuh? Apakah dia pembunuh? Jika begitu nyawa Ririn terancam. Rian kemudian berbalik pulang ke rumahnya.
***
Mata Ririn tidak dapat tertutup karena kejadian yang ia alami bersama Dion. Baru hari ini ia merasakan hal yang lain saat bersamanya. Walaupun pertemuan dengannya dapat dihitung dengan jari. Namun ia bisa merasakan jantungnya berdebar kencang saat di sisinya. Bahkan Ririn yang tidak pernah malu-malu atau canggung ngobrol dengan orang yang baru ia kenal,kini semuanya hilang saat bersama Dion.
Ririn membayangkan bagaimana jika seandainya ia menjadi kekasih Dion. Tentu Sasa akan membelalakkan mata dan membuka mulutnya lebar-lebar,dan tentunya Rian akan tambah hangus terbakar api cemburu. Ririn menggeleng-gelengkan kepalanya, sadar akan pikirannya yang sudah terlalu liar. Bagaimana mungkin Dion akan menyukai wanita biasa sedangkan Dion adalah pria yang luar biasa yanv hidup dalam kemewahan dan di kelilingi oleh para pelayan. Lagian Dion sudah memiliki Dian.
***
"Dia pasti membunuh pria itu" gumam Rian di kamarnya yang hanya di sinari oleh lampu meja. Jadi itu sebabnya dia menyendiri dan misterius karena sudah banyak darah orang tak bersalah di tangannya. Rian tak bisa tidur,ia selalu saja memikirkan apa yang ia lihat tentang Dion. Kini ia teringat dengan Ririn. Ririn? Mengapa ia bersama Dion? Apakah mereka kekasih?
"Aku harus memilikimu, dia adalah pembunuh. Kamu akan di bunuh aku akan melindungimu" Rian kini mengucapkan sebuah tekad untuk menjaga Ririn.
***
Pagi ini Ririn berangkat ke kampus sendirian. Sejak kejadian hari itu saat ia melihat Rian berboncengan dengan wanita lain. Ia tak pernah lagi bertemu dengannya. Ririn berjalan menyusuri lorong jalan. Tiba-tiba sebuah mobil silver berhenti di hadapannya membuat langkahnya terhenti. Pintu mobil terbuka dan seorang lelaki yang tidak terlalu tua keluar dari mobil. Ia mengenali lelaki itu,supir Dion. Ia tersenyum pada Ririn.
"Ayo Non" sambil ia membuka pintu mobil bagian belakang.
"Tidak usah pak. Saya sering jalan kok" tolak Ririn dengan halus.
"Ini perintah tuan Dion Non"
Perintah? Dion memerintahkan supirnya untuk menjemput Ririn?
"Nggak usah pak. Bilang aja ke Dion aku udah berangkat sedari tadi"
Tiba-tiba seorang pemuda keluar dari dalam mobil yang tak lain adalah Dion.
"Masuk!" perintah Dion seperti memerintahkan salah satu pelayannya. Bagaikan seorang anak kecil,Ririn hanya menurut dan memasuki mobil disusul oleh Dion. Ririn tahu mobil yang sekarang ia naiki berbeda dengan mobil kemarin.
"Setiap hari kamu berjalan ke kampus?" tanya Dion memulai percakapannya.
"Eh, ia"
"Sendiri?"
"Tidak. Biasanya aku berangkat bersama Rian,tapi semenjak ia memiliki seorang kekasih,kami tidak pernah berangkat bersama"
"Oh. Apakah dia kekasihmu dulu?"
Pertanyaan Dion sempat membuat hati Ririn tersobek-sobek. Kembali ia mengingat saat berat yang ia lalui saat mengharapkan Rian.
"Tidak! Aku hanya pernah menyukainya"
"Oh"
Pernyataan Ririn membuat dada Dion terasa sangat sesak. Tanpa mereka sadari,mereka sudah tiba di kampus. Ririn keluar dari mobil diikuti Dion.
"Rin!" seseorang memanggil Ririn. Ririn melihat ke arah gadis yang memanggilnya yang tengah melambaikan tangannya. Ririn membalas lambain tangan Sasa.
"Aku pergi dulu ya" pamit Ririn.
Dion hanya menganggukkan kepalanya.

Love For PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang