P R O L O G

692 62 0
                                    

Hello!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hello!

This is my another short story.

Happy Reading.

Buliran keringat mengalir membasahi seluruh wajah seorang perempuan yang tengah hamil besar,beberapa kali ia meringis kesakitan sembari menyentuh perutnya. Perempuan yang bernama Marie Lincon itu akan melahirkan bayinya dan saat ini ia tengah berada di rumah sakit menunggu Suaminya memanggil Dokter.

"Dokter,tolong istriku."

Terdengar suara suaminya yang tengah berbicara dengan Dokter lalu tak berapa lama pintu kamarnya terbuka membuat Marie merasa sedikit lega walaupun hanya sesaat saja karena perutnya kembali sakit.

"Dia harus di operasi,Istrimu tidak bisa melahirkan secara normal."kata Dokter setelah memeriksa kondisi Marie.

Robert menganggukkan kepalanya. "Lakukan yang terbaik,Dokter."jawabnya.

Setelah itu Marie di pindahkan ke brankar untuk di bawa ke ruang operasi,para suster sudah bersiap dan segera mendorong brankar agar Marie tidak merasakan kesakitan lebih lama lagi dan tentu saja Robert juga ikut menemani walaupun hanya di luar saja.

"Maaf Tuan,anda harus tetap disini."ujar salah satu suster menghentikan Robert yang hendak ikut masuk kedalam ruang operasi.

Pria itu menghela nafas panjang kemudian memilih untuk duduk di dekat sana,Robert berharap dan berdoa agar operasinya berjalan lancar. Ia juga sudah tidak sabar ingin bertemu dengan putri bungsunya.

Ya,putri bungsu yang sudah ia tetapkan namanya dari beberapa bulan yang lalu.

Marie adalah istri kedua nya setelah istri pertamanya meninggal karena penyakit,meninggalkannya bersama sang putri yang menginjak usia 15 tahun dua tahun kemudian ia menikahi Marie. Hubungan putrinya dan Marie pun bisa di bilang cukup baik, mereka memang tidak terlalu akrab namun tidak pernah sekalipun mereka bertengkar,mereka diam-diam juga saling mengkhawatirkan dan saat mendengar Marie tengah hamil putrinya Jiana merasa sangat senang sekaligus antusias,tidak sabar ingin bertemu dengan adiknya.

Drrtt! Drrtt!

Robert merogoh ponsel yang ia simpan dalam saku celananya,keningnya mengerut melihat nomor asing menelponnya.

"Hallo."

"Apa benar ini dengan Robert Russel?"

"Ya,aku Robert. Ini siapa?"tanya Robert semakin bingung.

"Bapak Robert,kami menemukan putri anda tenggelam didanau. Saat ini kami membawanya ke rumah sakit Santa Maria,kami harap Bapak datang kesini."

Jiana? Rumah sakit Santa Maria?

Robert menyadari kalau tempatnya berada sekarang adalah rumah sakit santa maria,pria itu bergegas pergi begitu saja bahkan ia melupakan kalau di dalam ruang operasi ada istrinya yang tengah berjuang melahirkan putri kecilnya.

Lutut Robert mendadak lemas mendapati sosok putrinya sudah terbujur kaku di brankar,ia bahkan sampai terduduk di lantai karena syok melihat wajah Jiana yang memucat dan semakin syok saat mendengar polisi berkata kalau kenyataannya Jiana bunuh diri.

Tapi kenapa?

Selama ini Jiana bersikap seperti remaja pada umumnya,gadis itu selalu tersenyum dan tidak pernah menunjukkan kalau dia tidak bahagia. Memang Jiana tidak pernah mengatakan apapun padanya,dia juga tidak terlalu dekat dengan Marie. Apa alasan Jiana memilih mengakhiri hidupnya?

Robert mendirikan tubuhnya lalu memeluk erat tubuh Jiana. "Sayang,Ayah ada disini. Bangunlah nak, katakan pada Ayah siapa yang menyakitimu. Ayah ada disini,nak. Bangunlah Jiana. Ayah mohon."ucapnya dengan tangisan yang cukup keras.

Sementara itu Marie merasa bingung karena tidak melihat suaminya,tadi suster bilang juga tidak menemukan Robert di depan ruang operasi padahal Suster ingin memperlihatkan putrinya pada suaminya itu.

Entah pergi kemana Robert dan sampai sekarang pun suaminya itu tidak mengunjunginya.

Klek!

Suara pintu terbuka terdengar,Marie langsung tersenyum melihat Robert yang baru saja masuk namun senyuman itu tidak berlangsung lama karena perempuan itu melihat raut wajah Robert yang sedih, kedua mata suaminya itu pun sembab dan suaminya itu tak lagi berpakaian yang sama saat terakhir ia melihatnya,Roberti memakai pakaian serba hitam.

"Robert?"

Pria itu melangkah menghampiri Marie dan juga bayi mungilnya. "Dia sangat cantik."gumamnya pelan seraya mengelus pipi bayinya.

Marie mengangkat tangannya menyentuh lengan Robert. "Apa yang terjadi,Robert? Kau kemana saja? Suster bilang tidak menungguku di luar ruang operasi."tanyanya.

Tes.

Air mata itu kembali turun membasahi pipi Robert, pria itu menyentuh tangan Marie kemudian menggelengkan kepalanya.

Marie mendudukkan tubuhnya perlahan. "Kenapa menangis,sayang?"tanyanya.

"Maafkan aku,aku tidak bisa menunggumu karena-- karena aku harus mengurus pemakamannya."jawab Robert terbata-bata.

Kening perempuan itu mengerut. "Pemakaman siapa?"

Robert menatap lurus kearah Marie. "Ji-Jiana."

Suasana mendadak hening,Marie terdiam menatap Robert dan saat ini berusaha mencerna apa yang baru saja di katakan oleh suaminya ini.

"Ji-Jiana? Jangan bicara sembarangan,Robert."bentak Marie dengan suara tinggi,ia seakan lupa kalau bayinya ada disini dan akibatnya bayi mungilnya terkejut lalu menangis.

Robert menundukkan kepalanya. "Jiana meninggal,dia bunuh diri."ucapnya.

"Apa?"

Sejak hari itu,sikap Robert berubah drastis. Pria yang penuh kehangatan itu berubah menjadi pria yang dingin,Robert bahkan bersikap acuh pada Marie dan juga putrinya Lalisa Russel.

Dan yang paling menyakitkan adalah Lalisa Russel tidak pernah merayakan ulang tahunnya semenjak kejadian naas itu.

Dan yang paling menyakitkan adalah Lalisa Russel tidak pernah merayakan ulang tahunnya semenjak kejadian naas itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wattpad aku error jadi aku publish ulang ya.

Terima kasih.

Happy Birthday [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang