Bab 8: Cemburu

6 1 0
                                    

Mia dan Alex berjalan di sepanjang jalan parkiran kampus, mengobrol dengan semangat setelah pertemuan pertama mereka di kantin. Cuaca cerah dan angin sepoi-sepoi membuat suasana semakin menyenangkan.

Alex tertawa merespon cerita lucu yang diceritakan Mia, dan dia merasa sangat nyaman dalam perbincangan mereka. "Mia, kamu benar-benar tahu cara membuat orang tertawa. Aku merasa beruntung bisa bertemu denganmu."

Mia tersenyum dengan senang, "Terima kasih, Alex. Aku juga merasa beruntung bisa bertemu denganmu. Kami tidak sering bertemu dengan mahasiswa baru yang begitu mudah bergaul."

Sementara mereka masih dalam obrolan hangat mereka, sebuah mobil berhenti di dekat mereka, dan pintunya terbuka. Itu adalah Ethan, pacar Mia, yang tiba untuk menjemputnya. Matanya menatap dengan cemburu saat melihat Mia dan Alex tertawa bersama.

"Ethan!" Mia berseru kaget, dan dia merasakan dirinya sedikit tersandung oleh pertemuan yang tak terduga ini.

Ethan melihat Mia dengan pandangan yang agak dingin, "Halo, Mia."

Alex mencoba untuk menjembatani situasi, "Halo, Ethan. Kami baru saja berkenalan di kantin, dan Mia sangat ramah."

Mia menambahkan dengan cepat, "Alex adalah mahasiswa baru, Ethan. Kami sedang mengobrol tentang kuliah dan segala hal."

Ethan mengangguk singkat, tapi masih terlihat cemburu. "Tentu, aku bisa lihat itu."

Situasi menjadi canggung sejenak, dan Alex merasa sedikit terintimidasi oleh ketegangan yang terasa di udara. Dia mencoba untuk membuat suasana menjadi lebih nyaman. "Mungkin kita bisa berbicara lagi lain kali, Ethan. Aku harus pergi sekarang."

Mia tampak lega melihat Ethan tidak menghalangi Alex. "Terima kasih, Alex. Sampai jumpa nanti."

Setelah Alex pergi, Mia masuk ke mobil Ethan dengan perasaan yang agak cemas. "Ethan, itu tidak seperti yang kamu pikirkan. Kami hanya berbicara tentang kuliah dan biasa saja."

Ethan mengemudikan mobil dengan diam beberapa saat sebelum akhirnya berbicara. "Aku tahu, Mia. Tapi aku merasa sedikit cemburu melihatmu tertawa bersama seseorang yang baru kamu kenal."

Mia merasa bertanggung jawab atas perasaan Ethan. "Maafkan aku jika aku membuatmu cemburu. Aku akan selalu jujur padamu, dan Alex hanya seorang teman baru yang aku temui di kantin. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Ethan mengangguk, "Aku tahu, Mia. Ini hanya cemburu irasionalku. Aku mencintaimu, dan aku percaya padamu."

Mia tersenyum dan meraih tangan Ethan. "Aku juga mencintaimu, Ethan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan antara kita. Kami selalu akan saling mendukung."

Mereka melanjutkan perjalanan pulang dengan suasana yang lebih rileks. Mia dan Ethan tahu bahwa percayanya dalam hubungan mereka adalah salah satu hal yang paling berharga. Mereka tahu bahwa akan selalu ada situasi yang menguji hubungan mereka, tetapi dengan komunikasi yang jujur dan cinta yang kuat, mereka bisa melewati semuanya.

Ketika mereka tiba di depan apartemen Mia, Ethan memandang Mia dengan penuh kasih sayang. "Maafkan aku atas cemburuku tadi, Mia. Aku tahu itu tidak adil."

Mia mencium pipi Ethan lembut, "Tidak ada yang perlu dimaafkan, Ethan. Kita semua pernah merasakan cemburu. Yang penting adalah kita selalu jujur satu sama lain dan mengatasi perasaan kita bersama-sama."

Ethan tersenyum, merasa lega. "Aku sangat beruntung memiliki kamu, Mia."

Mia tersenyum balik, "Aku juga sangat beruntung memiliki kamu, Ethan. Kita akan selalu bersama-sama, menghadapi segala cobaan yang datang."

Mereka berpelukan erat, merasa bahwa ketegangan yang tadi telah hilang, dan cinta mereka tetap kokoh. Dalam pelukan satu sama lain, mereka merasa bahwa hubungan mereka semakin kuat dan siap untuk menghadapi semua perjalanan yang akan datang.

Mia membuka pintu apartemennya dan melangkah masuk, sementara Ethan masih merasa cemas setelah pertemuan di kampus. Sebagai pacar Mia, dia tahu bahwa kepercayaan adalah pondasi utama dalam hubungan mereka, dan dia merasa bersalah atas cemburunya terhadap Alex.

Di dalam apartemennya yang nyaman, Mia melepas jaketnya dan berbalik untuk menghadapi Ethan yang masih berdiri di pintu. "Ethan, aku tahu tadi itu canggung. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa kamu adalah yang terpenting bagiku."

Ethan meraih tangan Mia dengan penuh kasih sayang, merasa lega mendengar kata-kata tersebut. "Aku juga tahu, Mia. Dan aku menyesal jika aku merusak momen itu dengan cemburuku. Aku mencintaimu, dan aku percaya padamu."

Mia tersenyum lembut, "Terima kasih, Ethan. Jujur, aku merasa bersyukur memiliki seseorang yang cemburu seperti kamu. Itu artinya kamu sangat peduli."

Ethan tersenyum dan mencium kening Mia. "Aku hanya tidak ingin kehilanganmu."

Mereka berpelukan dalam keheningan sejenak, merasa kembali dekat satu sama lain. Hubungan mereka selalu mampu mengatasi setiap rintangan yang muncul, dan mereka tahu bahwa komunikasi adalah kuncinya.

***

Sementara itu, Ethan duduk di dalam mobilnya dengan rasa gugup. Dia merasa perlu bicara dengan sahabatnya, Ben, yang telah menjanjikan untuk bertemu dengannya. Ben adalah teman yang selalu mendengarkan setiap masalahnya, dan Ethan merasa bahwa dia butuh saran dari sahabatnya ini.

Dia mulai mengendarai mobilnya menuju tempat pertemuan yang sudah disepakati. Saat mobilnya bergerak melalui jalan-jalan kota, dia merenungkan tentang hubungannya dengan Mia. Dia menyadari bahwa cemburunya tadi bukanlah hal yang seharusnya terjadi, dan dia ingin memastikan bahwa perasaan tersebut tidak akan muncul lagi.

Setelah beberapa saat, dia tiba di kafe tempat dia akan bertemu Ben. Kafe tersebut adalah tempat yang telah menjadi saksi banyak percakapan jujur antara mereka berdua. Ketika dia melihat Ben duduk di meja sudut, dia merasa lega.

"Ethan, apa kabar?" Ben menyapa sambil tersenyum.

Ethan duduk di hadapan Ben dan merasakan bahwa dia bisa membuka hatinya di hadapan sahabatnya ini. "Aku baik, Ben. Tapi aku butuh saranmu."

Ben mengangkat alisnya dengan penasaran. "Tentu, ceritakan saja."

Ethan mulai menceritakan tentang pertemuan Mia dengan Alex di kampus, dan perasaan cemburunya yang tadi. Dia menjelaskan bahwa dia tahu itu tidak adil dan bahwa dia mencintai Mia dengan segenap hatinya.

Ben mendengarkan dengan penuh perhatian. "Ethan, cemburu itu manusiawi. Yang penting adalah bagaimana kita mengatasi perasaan itu. Dan kunci utama adalah komunikasi yang baik dengan Mia."

Ethan mengangguk, "Aku tahu itu. Kami sudah berbicara tadi, dan Mia mengerti perasaanku. Dia adalah seseorang yang sangat baik."

Ben tersenyum, "Dan kamu adalah pasangan yang hebat. Ingatlah bahwa setiap hubungan akan menghadapi cobaan, tapi yang kuat adalah yang bisa melewati semuanya bersama-sama. Jangan ragu untuk membicarakan perasaanmu dengan Mia, dan dengarkan juga perasaannya."

Ethan merasa lega mendengar saran Ben. "Terima kasih, Ben. Aku tahu kamu selalu ada untukku."

Ben menepuk bahunya dengan ramah, "Tidak masalah, Ethan. Itulah yang teman lakukan. Dan ingat, kalian berdua akan melewati semua ini dengan baik. Kamu memiliki cinta yang kuat dan komitmen yang tulus."

Ethan tersenyum, merasa lebih percaya diri dan siap untuk menghadapi segala tantangan yang mungkin muncul dalam hubungannya dengan Mia. Dalam kebersamaan mereka berdua, dia tahu bahwa mereka akan selalu saling mendukung dan menjaga cinta mereka tetap kuat.

***
Bersambung

Second Married (Jendra Mia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang