❝ Teriknya mentari bahkan tak mampu meluluhkan bekuan hati yang menggaung sepi. ❞
🌊
Dihari yang terik mentarinya, Bima terlihat murung di atas ranjang dengan pandangan hampa. Dirinya yang 3 hari lu pingsan di kamar karena maag, berakhir terbaring di atas kasur putih dengan infus yang tertempel di tangan kirinya.
Namun kata dokter, bukanlah maag yang menjadi masalah utama. Namun ia tak bisa langsung menerima informasi pasti karena sang dokter masih sebatas menduga saja.
Jangankan informasi kesehatannya, ia saja tak tau pasti siapa yang membawanya kemari. Dirinya juga belum sempat bertanya sebab Bi Ani yang belum menengoknya sejak ia bangun. Hanya Shaka lah yang rutin menjenguknya kemari. Sebab Azzam dan Teo sibuk berkeliling dengan Candra yang takut akan alat medis.
Lantas ia menatap tangan kirinya dengan tatapan sendu. Batinnya lagi-lagi berkecamuk sebab dugaan besar bahwa ia telah menjadi beban bagi ayahnya. Meski ekonomi sang ayah terbilang bagus, tentu ia merasa tak enak karena biaya rumah sakit yang pastinya tidak murah. Ia berfikir, lebih baik uang tersebut digunakan untuk SPP sekolah ataupun les mata pelajaran lainnya.
Ditengah angannya yang melayang jauh, masuklah seorang wanita paruh baya dengan segala kesederhanaannya. Raut wajahnya tampak yang nampak cemas, menemanu nafasnya yang terlihat terengah-engah.
Bima yang menyadari datangnya seseorang, lantas menoleh kearah pintu masuk ruangan. Sorot mata yang tadinya kosong tiba tiba saja berubah menjadi binar cerah. Senyuman yang enggan ia terbitkan pun terulas sempurna tuk menyambut sang daksa yang baru tiba.
"Tante Nesa-"
Ucapannya terpotong. Seseorang yang hendak ia sapa, mendadak menerjang tubuhnya dengan dekapan hangat.
"Bima ya Allah .... Tante takut banget kamu kenapa kenapa. Maaf Tante baru bisa jenguk ...." tutur Nesa sembari memeluk Bima begitu erat. Menyesal sebab baru sempat menjenguk setelah 3 hari lamanya.
"Bima gak kenapa kenapa kok, Tante," balas Bima.
"Gak papa gimana? Kamu sampai begini ...." protes Nesa tak terima. Namun yang ia dapat justru kekehan pelan dari lawan bicara.
"Tante," panggil Bima.
"Yang bawa Bima kesini siapa? Terus kok Tante tau Bima masuk rumah sakit?" tanya Bima bertubi-tubi.
Nesa terdiam, terbesit rasa ragu saat ingin menjawab. Sebab ia mengetahui hal tersebut dari hasil memata-matai dari jauh Menghela nafas panjang, akhirnya ia mengutarakan jawaban yang sebenarnya kemudian.
"Ayah kamu, lah. Terus Tante tau kamu di sini itu ... ada deh ...." balasnya seraya menelan salivanya susah payah.
"Gak mungkin, ah. Orang waktu Bima pingsan Ayah lagi keluar," sangkal Bima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ombak Bintang || TXT [REVISI]
Novela Juvenil[Friendship, comedy, and angst] Deru hidup tak selalu sendu, begitu pula deru tawa yang tak selamanya memendam rindu. Kelima sudut bintang dengan masing-masing sinarnya, menjadi saksi bagaimana dunia berputar dan berhenti di poros kesedihan. "Tante...