Kehangatan Ubin Masjid

648 80 48
                                    

❝ Riuh isak ditengah hangatnya cengkrama, kelak akan menjadi secuplik kelakar dengan tawa yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Riuh isak ditengah hangatnya cengkrama, kelak akan menjadi secuplik kelakar dengan tawa yang sama.

🌊

Lagi dan lagi, ketiganya menjadi sasaran empuk omelan Pakde Ratno. Benak yang dipenuhi rasa takut itu kini menunduk dalam dengan jemari kaki yang saling beradu di balik sarung. Kikik akibat kaki yang saling menggelitik mati-matian mereka tahan, sebab tak ingin menambah sulut api dalam diri Pakde yang telah dibakar emosi.

Namun bagaimanapun juga, naluri orang tua akan selalu tepat jika menyangkut anak-anak. Buktinya, Pakde yang telah menjeda ocehannya sedari tadi, kini menatap tajam ketiganya yang seakan abai oleh rentetat kata yang ia lontar.

"Dari tadi kalian gak dengerin, to?"

Tawa tertahan Azzam sontak berhenti usai kalimat bernada rendah itu mengudara. Melihat Bima dan Shaka yang masih asyik akan dunianya, tak ayal membuatnya geram hingga berakhir menyikut lengan Shaka yang masih bergurau dengan Bima.

Seketika ketiganya menunduk dengan tangan yang memilin sarung masing-masing. Tukik serta tatap tajam dari Pakde tak kunjung memudar, malah semakin mengintimidasi ketiganya yang telah dpenuhi kucuran keringat dingin.

"Bocah kok bandel banget. Salat rame dewe, wudu sampe kuyub, orang tua ngasih nasihat juga gak gugu, apik koyo iku?" sungut Pakde Ratno

Mereka sontak menggeleng pelan. "Nggak, Pakde ...." cicit Shaka mewakili suara hati ketiganya.

"Nek tau gak baik ngapain dilakoni?"

Lantunan doa dari Adnan masih terdengar saling sahut dengan jamaah, kecuali mereka yang kini justru diam seribu bahasa usai diberi pertanyaan menjebak. Untuk yang kesekian kalinya, kaki mereka saling menggelitik dari balik sarung tanda rasa kesal sebab tak ada yang menjawab ketika tatapan itu makin menyalang.

"Gak iso jawab?"

Bulu kuduk ketiganya makin meremang kala menyadari suara Pakde makin memberat. Lidah mereka serasa kelu, bibir mereka seakan kebas untuk sekdar terbuka memberi balasan. Bahkan sampai derap langkah Pakde terdengar menjauh dari pekarangan masjid, mulut ketiganya masih terkatup rapat.

Mendapati ketiga santrinya terdiam dengan salah satunya yang menahan tangis, jiwa penasaran Adnan sontak mencuat saat itu juga. Ia yang tadinya melipat sajadah langsung bergegas mendekat dengan kebingungan yang ngetara.

"Kenapa? Kok Azzam kayak mau nangis gitu."

Bulir tirta itu akhirnya pecah disertasi isak keras dari azzam yang tadinya menahan mati-matian. Racauan dari mulutnya saling bersahutan dengan sendat napas. Ia yang berusaha mengadu pada Adnan, malah mengundang kikik gemas dari Shaka dan Bima.

Ombak Bintang || TXT [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang