Amarah Kekecewaan Dari Ayah

799 92 11
                                    

❝ Bahkan langit sengaja menyembunyikan mendungnya demi menghibur lelah agar tak menyerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bahkan langit sengaja menyembunyikan mendungnya demi menghibur lelah agar tak menyerah.

🌊

Ruangan putih yang menyimpan seruak bau obat-obatan menyapa Bima yang baru saja terbangun dari tidurnya. Mata sayu yang menyorot sendu langit-langit itu mengerling, menatap sekitar yang nampak sepi dan hanya ada sayup derap dari luar yang menemani.

Detik itu pula ia menghela nafas kecewa. Padahal, ia berharap sang ayah akan datang menemani.

Pada akhirnya, ia yang telah terbiasa akan kesunyian, berakhir bangkit sendiri untuk bersandar meski lemas masih merayap. Kembali memandang langit-langit dengan tatapan kosongnya. Berniat mengingat apa yang membuatnya kembali terbaring di rumah sakit, dan siapa yang membawanya kemari.

Pantai, raut cemas teman-temannya, salat zuhur, dan ... Candra.

Seketika ia terkekeh miris. Ternyata, ini semua karena ia yang telalu memaksakan tubuhnya. Padahal telah jelas, bahwa badannya tak lagi sehat seperti dulu kala. Dengan kata lain, ia penyakitan, dan akan menjadi beban sang ayah hingga ajalnya tiba.

Bila bisa, sekarang pun tak apa, sungguh.

"Bima nyusahin ayah, ya? Maaf .... Maaf udah jadi penyakitan ...." gumamnya dengan sesal memuncak.

"Bima bisa kasih hadiah ke ayah, yang mungkin ... bakal buat beban ayah hilang ... sepenuhnya ...."

Entah karena ia yang kalap, atau tekadnya yang terlampau kuat, Bima tanpa takut menarik selang infus tersebut hingga darah mengucur deras dari punggung tangannya.

Tak hanya itu, ia juga melepas nasal kanula yang terpasang melintang diwajahnya dan menghempaskannya pada kasur dengan asal.

Abai dengan dadanya yang kian sesak, ia dengan sisa tenaganya tergopoh menuju jendela. Membukanya dengan paksa, ia dengan tangisnya yang kencang berulang kali melompat kecil agar mampu naik.

"Ayo ... aku cuma pengen naik!"

Bima mengerang frustasi, tangan kirinya yang dipenuhi darah sampai terangkat dan memukul kepalanya sendiri berulang kali.

"Kenapa gak bisa, sih .... Lemah, lemah, lemah!" racaunya.

"Aku mau naik!"

Ia yang telah frustasi, berakhir mengerahkan seluruh tenaganya hanya untuk berdiri di ambang jendela. Menjeda sejenak pergerakannya, ia memilih untuk menghirup nafas dalam-dalam sebelum air matanya mengucur deras melewati pipinya.

Ombak Bintang || TXT [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang