❝ Trotoar legendaris, salah satu pencuplik kenangan pahit dan manis. ❞
🌊
Panasnya sengatan mentari yang dipadu hiruk-pikuk pejalan kaki semakin membakar semangat ketiga anak yang berjalan beriringan dengan kotak berisi gorengan. Merekahkan senyum lebar untuk dilontar pada pejalan yang sekiranya tengah lapar, meski berkali-kali terengah lelah seraya menyeka keringat.
"Gorengannya, Kak! Beli sepuluh ribu dapat origami gratis buatan kita!" seru Azzam yang berhasil menarik atensi dari seorang pejalan kaki.
"Gorengannya ada apa aja, Dek?"
Pertanyaan yang mereka nanti-nanti akhirnya menyapa telinga. Teo yang tadinya lelah, langsung merasa segar detik itu juga. Ia dengan semangat membuka kotak tersebut dengan rekahan senyum yang enggan luntur.
"Ada bakwan, tahu isi, sama tempe goreng, Kak! Kakak maunya yang mana?" tanyanya dengan antusias.
"Pisang gorengnya gak ada, ya?"
"Gak ada, Kak."
Desahan kecewa keluar dari seseorang tadi. Tanpa pamit atau sekedar senyum tipis, orang itu pergi melangkah kembali meninggalkan mereka yang turut merasakan kekecewaan.
"Yah, gak jadi ...." Azzam meluruhkan bahunya lesu.
"Gak papa, pasti nanti ada yang beli lagi."
Usai mengatakan hal itu, Shaka kembali menggandeng keduanya untuk menyusuri jalanan. Biasanya Candra-lah yang memberi rasa semangat untuk mereka yang telah lelah, juga gebu keceriaan Bima yang mengisi raut cemberut dari mereka.
Namun mulai sekarang, ketiganya harus terbiasa tanpa kehadiran mereka. Terutama kehadiran Candra, yang mungkin akan kembali entah kapan. Juga Bima yang mulai menjaga jarak dengan alasan klise berupa belajar tuk mengejar nilai.
Hal yang mampu membuat ketiganya mendesah kecewa karena ambisnya seorang Bima. Padahal wajahnya nampak begitu pucat dan lelah.
"Kak! Kakak mau gorengan? Seribu dapat dua, kalau sepuluh ribu dapat bonus origami dari kita!" Azzam berseru riang ketika mendengar keluhan sepasang suami istri yang mengaku lapar di sebuah kursi trotoar.
Ketiganya tanpa ragu memasang senyum lebar. Dengan binar yang menyorot penuh harap, ketiganya menanti pasangan itu dengan sabar. Sampai dimana senyum mereka merekah riang sepenuhnya usai mendapat anggukan dari mereka.
"15 ribu aja ya, Dek."
Teo mengangguk mantap, kemudian membuka toples tersebut dan memasukkan beberapa gorengan dengan cekatan. Usai memastikan jumlahnya telah tepat, ia lantas memberikan plastik tersebut pada wanita itu dengan sebuah origami lipat berbentuk kupu-kupu yang ia buat tadi pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ombak Bintang || TXT [REVISI]
Novela Juvenil[Friendship, comedy, and angst] Deru hidup tak selalu sendu, begitu pula deru tawa yang tak selamanya memendam rindu. Kelima sudut bintang dengan masing-masing sinarnya, menjadi saksi bagaimana dunia berputar dan berhenti di poros kesedihan. "Tante...