Kembali Dengan Rengkuhan Sendu

790 90 18
                                    

❝ Inginnya kembali hangat, namun apa bisa jika setiap harinya diisi luka? ❞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Inginnya kembali hangat, namun apa bisa jika setiap harinya diisi luka?

🌊

Berkali-kali gumaman harap ia gaungkan di hadapan ruang UGD yang tertutup rapat. Berusaha menghalau rasa gelisah berlebih dengan nihilnya usaha menenangkan diri-sendiri. Bahkan keramaian koridor pun, tak mampu menghalau riuhnya isi kepala Adnan saat ini.

"Permisi." Adnan sontak mendongak, kemudian bangkit detik itu pula ketika mendapati seorang pria berjas putih yang beridiri di samping pintu.

"Kerabat Ardian Bima?" tanya dokter itu singkait.

"Saya, Dok, saya gurunya. Gimana keadaan murid saya?" Adnan bertanya dengan cemas yang memuncak.

"Keadaanya tak seburuk ketika baru sampai, Pak. Sudah mulai stabil, tetapi belum bisa dibilang baik. Pasien sepertinya terlalu lelah dengan aktivitas hari ini. Saya sarankan, untuk kedepannya jangan terlalu memforsir fisik agar hal-hal yang tak diinginkan kembali. Dalam waktu dekat pasien akan bangun, " ujar dokter itu panjang lebar.

Banyak pertanyaan bersarang di kepala Adnan saat mendengar kalimat terakhir dari dokter tersebut. Namun apa yang ia ucap sebagai tanggapan justru ujaran terima kasih untuk dokter itu. Ia masih menghargai privasi Bima untuk tak mengulik lebih dalam.

"Baik, Dok. Terima kasih. Apa saya boleh masuk?" tanya Adnan.

"Sama-sama, Pak. Silahkan masuk, tidak apa-apa."

Adnan mengangguk pelan, kemudian turut beranjak dan pergi menuju pintu masuk. Seketika detik itu, hatinya seakan teriris debgan pemandangan yang ia dapat di hadapannya.

Yakni wajah muridnya yang begitu damai dengan nasal kanula yang melintang melintasi hidungnya. Rona yang biasanya ada, kini hilang dan hanya berhiaskan pucat. Anak yang biasa memancarkan senyum, kini justru nemamerkan raut damainya yang lugu.

"Kamu sakit apa sih, Bima ...." lirihnya sendu.

Tangan kanannya ia bawa untuk mengusak lembut rambut lebat anak itu. Nyaris tak memakai tenaga sebab takut anak itu akan merasa lebih sakit jika ia mengusaknya dengan sedikit kuat.

Teringat akan suatu hal, Adnan pun membuka ponsel yang ia bawa untuk menghubungi Indra dan Farhan. Mau bagaimana pun, Farhan harus tau jika anaknya tengah terbaring lemah di sini.

Usai menghubungi Indra untuk menunggunya di parkiran, Adnan lantas mencari kontak Farhan untuk ia hubungi kemudian. Beruntung ia pernah meminta nomer pria itu pada Bima ketika pertama kali masuk kelas mengaji, sebab ia sempat ragu nomer tersebut akan berguna nantinya. Ia tak menyangka akan menguhubunginya di saat seperti ini.

"Halo, Assalamualaikum, pak Farhan," sapanya ketika telepon itu tersambung.

"Langsung saja, saya sibuk." Terdengar balasan Farhan dari seberang. Nadanya terdengar datar dan tak minat untuk berbicara.

Ombak Bintang || TXT [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang