T.A.M 1/1: A Bite of Breakfast.

1.3K 96 19
                                    

Dulu sekali, saat aku masih kecil dan sering menatapi awan-awan di langit sana, aku sering berpikir kalau punya seorang ibu atau tidak bukanlah menjadi masalah besar.

Nyatanya, aku salah.

"Lerell sayang! Besok kau mulai masuk ke sekolah dasar!!!"

Kini aku punya seorang ibu, meskipun berbeda tapi entah kenapa, aku menganggap laki-laki ramping berambut kekuninangn itu adalah ibuku.

"Lerell ku, sayangku!! Besok kau masuk sekolah menengah pertama mu!!! Ibu akan mengantarkanmu ke sekolah!!"

Aku menyayanginya, sangat, sangat menyayanginya. Bahkan, aku tak suka meskipun pria yang menamaiku dengan Tarrant adalah suaminya sendiri sering merebut ibu dariku, tapi aku lebih suka ibu menghabiskan waktunya denganku.

"Lerell!! Kau bertambah besar saja, sayangku! Besok kau sudah jadi murid skolah menengah atas!! Ibu punya hadiah untukmu!!"

Namun, perasaanku padanya ini semakin lama semakin larut. Aku tidak tau apa yang telah ku pikirkan, tapi jika aku boleh memohon, aku ingin keluar dari rumahku untuk sementara waktu dan menghabiskan waktu dengan diriku sendiri.

"Lerell..."

Samar-samar aku mendengar suara ibu, dia memanggilku seperti yang biasa ia lakukan.

"Lerell.... Bangunlah sayang...."

Aku mengerjapkan mata saat sebuah kecupan mendarat di keningku, ku temukan ibuku di deoanku dengan tubuhnya yang beraroma enak. Sepertinya ibu baru saja siap memasak.

"Ibu sudah membuat sarapan kesukaanmu, nasi goreng! Cepat bersiap dan turun, kita makan bersama" ibu mengusap kepalaku sekali dan melenggang pergi dari kamarku.

Aku mengucek mata dan bangun terududk, bersandar pada hardboard kasur sambil menatapi bungkai foto yang di letakkan di atas nakas samping tempat tidur. Di sana ada fotoku bersama ibu, waktu sekiranya aku berumur 10 tahun.

Semakin hari, semakin pula pikiranku menjadi kacau. Aku tak mengerti apa yang ku pikirkan. Aku mengangkat tangan kananku dan menutup bingkai foto di sampingku. Rasanya, aku tak mau lagi melihat foto membosankan itu di kamarku.

Setelah aku bersiap-siap, aku turun dengan tasku dan kunci motor. Aku ikut bergabung bersama yang lain di meja makan.

"Kau telat lagi" komentar ayah yang telah menyelesaikan sarapannya dan memilih untuk membaca berita lewat tabletnya.

"Ya.. Begitulah.." jawabku malas dan semakin malas pula ketika melihat nasi goreng buatan ibu di piringku.

"Kau tak niat sekolah, atau apa?" Sambung ayah.

"Bukan urusan ayah."

Aku bisa tau, kalau ibu, paman White, bahkan butler tua dan koki menyedihkan itu menatapiku dengan wajah terkejut mereka. Tapi aku rasa, aku tak salah bucara sama sekali. Aku hanya sedang membela diriku.

"Ig-ignatius... Kau mau kopi?" Tanya Ibu, dia berusaha supaya ayah tak membalas perkataanku.
Namun, aku tak mendengar ayah menjawab pertanyaan ibu. Entah saat ini dia sedang menatapiku dengan tatapan intimidasinya, atau apa, tapi aku memang tak bisa membaca ayah seperti orang-orang lain di rumah ini.

Ibu datang membawakan secabgkir kopi untuk ayah, dan sadar dengan aku yang terus melihat ke arah lain, "Lerell? Kau tak sarapan? Ini sudah jam berapa... nanti kau telat sekolah, sayang."

"Aku tak mau makan, aku tak selera" jawabku mentah-mentah. Aku hanya mengambil segelas air putih dan meminumnya.

"Kau sekolah sampai sore, tapi kau tak mau sarapan. Ayolah, ibu sudah membuatkan makanan kesukaanmu" ibu mengangkat piringku dan mengumpulkan sesendok nasi, seraya ingin menyuapiku.

They Are Mine (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang