Hingga petang, Lerell tak kunjung pulang. Sementara di kediaman Tarrant, salah satu dari mereka tampak sangat mengkhawatirkan keadaan Lerell. Tentu saja, dia adalah Astley yang sedari tadi mondar-mandir di ruang tengah. Di atas saja, Ignatius yang baru keluar dari kamarnya pun mengintip ke bawah. Melihat Astley di sana, dia pun turun untuk bergabung di ruang tengah.
Ignatius mendudukkan dirinya di sofa, sembari melihat ke layar tabletnya, sebuah map yang menampilkan setitik tanda merah. Saat Astley hendak kembali berputar, Ignatius menangkap tangannya dan menariknya hingga duduk di pangkuan pria itu.
"Jangan khawatir seperti itu, dia pergi tak jauh" Ignatius menyodorkan tablet itu pada Astley.
"Tetap saja, aku khawatir, Ignatius..."
"Daripada mengkhawatirkannya, coba dengarkan aku sebentar" Ignatius merampas tablet di tangan Astley dan meletakkannya di meja. Ignatius dengan tatapan serius pun menatap Astley, "Pertama, aku sungguh minta maaf harus meninggalkanmu di sekolah, dan membentaki mu, dan melalukan hal buruk lainnya."
Astley menghela nafas panjang, "Kau sudah mengatakan hal itu sejuta kali, sayang."
"Aku hanya... Merasa begitu bersalah... Tapi mau bagaimana lagi, kita harus tetap melancarkan rencana ini demi kebaikan Lerell sendiri" ucap Ignatius.
"Kau benar, kita harus berpura-pura bertengkar, seperti rencana kita" sahut Astley.
"Tapi, dengan aku mengatainya, kalau aku seharusnya memilih anak lain..."
Dengan cepat Astley memukul lengan Ignatius, "Itu semua salahmu, Ignatius! Kau terlaku mendalami adegan! Seharusnya kau berpikirlah dulu sebelum mengucapkannya!"
"Habisnya, aku terbawa suasana... Pulangnya, kita harus menciptakan suasana mencekam."
"Kau masih bermain-main dengan anak itu? Kasihan sekalian dia punya orang tua sepertimu, Aige" suara itu milik Tobias yang baru saja turun dari kantai dua. Dia datang dan singgah untuk menemui Whittaker.
"Ini cara mendidik anak dengan benar, kau tau apa memangnya?" Sindir Ignatius.
Tobias pun ikut duduk bersama mereka, "Jadi, ceritakan rencana kalian. Mungkin aku bisa jadi seorang paman yang berperan di sini."
Astley pun menjelaskan rencana yang telah ia dan Ignatius buat tadi siang, ketika mendapat panggilan ke sekolah. Rencana itu adalah untuk menyadarkan Lerell tentang pentingnya sosok orang tua.
"Kalian benar-benar gila..." Komentar Tobias saat mendengar seluruh rencana mereka berdua. Dia sampai geleng-geleng kepala dan belum bisa menutup mulut menganganya.
"Dia itu masih remaja, di masa ini lah mereka para remaja mulai mempertanyakan jati diri mereka. Banyak orang yang telah tersesat ke jalan yang salah, dan aku tak mau anakku menjadi salah satu dari mereka hanya karna masa pubertas ini" ucap Ignatius yang terlihat sangat serius.
Lalu tiba, mereka semua mendengar suara motor dari jauh. salah stau bodyguard pun masuk dengan sedikit berlari, menghadap Ignatius, "Bos, Lerell sudah pulang."
Dengan cepat Ignatius bangun, refleks menggendong Astley, "Semuanya, bersiap untuk adegan!" Dia pun naik ke lantai dua, sementara Ronald si kepala pelayan atau butler di kediaman itu pun ikut naik ke atas untuk menjalankan perannya. Mereka meninggalkan Tobias dia bawah sana yang benar-benar tak habis pikir, dan begitu penasaran dengan adegan yang dimaksud Ignatius. Jadi, dia kembali duduk di sofa untuk memperhatikan.
Ketika Lerell tiba di garasi, ia dengan cepat melepaskan jaket dan helmnya, lalu melenggang masuk tampak terburu-buru. Saat matanya bertemu dengan Tobias, ia lebih dulu mendatangi pria itu, "Paman, apa kabar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
They Are Mine (BXB)
Teen FictionSEQUEL #2 dari MINE ARE MINE Ketika menginjak SMA, Lerell mulai memasuki masa pubertas. Dia berubah seiring berjalannya waktu, hingga membangkang Ignatius dan Astley. Namun, setelah terjerumus ke jalan yang salah, dia bertemu dengan adik kelasnya da...