Aku tak mengerti, kenapa Aldric begitu membenciku, seakan aku telah menghancurkan hidupnya sampai ia selalu mencari perhatian kepalan tanganku. Kalau sudah begini, aku juga tak bisa berbuat apapun.
"Setiaaaaaaapp seminggu sekali ada saja yang melaporkan kalian berdua, kalau tidak di lapor, ya begini, ibu menemukan kalian berdua bertengkar seperti tikus dan kucing" ucap guru bimbingan dan konseling yang lalu lalan berjalan di depanku dan Aldric, sementara kami di dudukkan berdua menghadap ke arahnya.
Dia pun mendudukkan diri, melepas kacamata, dan menatap ke arah kami, "Ibu sama seklai tidak mengerti, kenapa kalian selalu bertengkar."
"Ayahku itu kepala polisi Kota Utara, dia telah menangani banyak kasus seperti penyelundupan dan lain-lain. Sementara Lerell? Anak yatim piatu yang di angkat oleh seorang kriminal negara, yang entah
dilindungi oleh siapa sampai tak terkena undang-undang" celetus Aldric menatapku seakan aku adalah serangga oengganggu di dunianya.Tentu saja aku marah, dia telah mengataiku yatim piatu dengan begitu mudah. Aku tak peduli, mau guru bimbingan konseling sedang di hadapanku saat ini atau tidak, tapi yang jelas aku telah mengepalkan tanganku tanpa di sadarinya.
"Percayalah, bu! Ayahnya yang sok berkuasa di Kota Utara ini, hanya menyembunyikan status kriminalnya dengan perusahaan saham yang ia miliki. Aku yakin, bahkan ayahnya melakukan penyelundupan manusia-"
Aku langsung menghajar wajah Aldric tepat sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya. Dia tersungkur kebelakang, jatuh ke lantai. Namun hal itu tak buat aku berhenti. Aku menindih tubuhnya dan terus memukuli wajahnya sampai ada lebam dimana-mana. Aneh sekali rasanya, aku puas bisa memukulnya. Aku terus membuatnya merengek, sementara guru bimbingan konseling itu berusaha menyudahi kegiatanku.
Ini sangat aneh...
PLAK!!!
Mataku terbuka menatap ke arah lantai, tempatku berpijak. Dengan perlahan, aku mengangkat kepalaku dan mataku bertemu dengan tatapan tak biasa dari pria di depanku. Dia marah, aku tau itu. Tapi ini adalah kali pertama ia melampiaskan kemarahannya dengan pukulan, biasanya dia hanya menatap, tidak kali ini. Aku telah berbuat kesalahan yang fatal di matanya. Tapi, bagiku.. aku tak berbuat apa-apa...
"Kau menamparku?" Ku angkat tanganku dan mengelus sendiri pipi kiriku.
"Aku tak pernah mengajarimu, sama sekali tak pernah, untuk mencoba menghabisi nyawa seseorang. Kenapa kau melakukannya?" Tanyanya dengan mengepalkan tangan.
Ku lirik Aldric yang terduduk di sofa dengan alat bantu nafas, dia menatapiku dengan mata sayunya, "Tapi aku tak berbuat apa-apa, ayah! Dia duluan yang-"
"Sekarang jangan jadi pecundang yang mencari alasan untuk dirimu sendiri. Aku bertanya, kenapa kau melakukannya, sampai aku dipanggil ke sini karena ulahmu?" Ayah menatapiku dengan tatapan intimidasinya, seakan aku yang salah di sini.
"Kau tak akan percaya alasan kenapa aku menghajarnya... Dia telah merendahkanmu, menjelek-jelekkanmu di hadapanku! Itulah alasannya! Aku tak bisa menerimanya begitu saja! Apakah alasanku ini cukup membuatmu mengerti?!"
Ayah tampak semakin marah, dia mengangkat tangannya, sepertinya hendak memberikanku tamparan yang lain, tapi tiba-tiba tangannya di raih oleh seseorang. Itu ibu!
"Tolong Ignatius..." Ibu langsung berdiri di antara aku dan ayah, dia memegangi tanganku, dan aku bisa merasakan kulitnya yang dingin. Entah kenapa, tapi aku yakin ibu sedang takut saat ini.
"Astley, kau terlalu memanjakan anakmu itu dan lihat apa akibatnya!" Bentak Ayah di hadapan ibu.
Mendengar suara besar ayah untuk ibu, sesuatu seperti menyumbat tenggorokanku untuk menelan air liur maupun bernafas. Aku tak mengerti, kenapa hatiku terasa hancur saat ia membentak ibu.... karena diriku...
KAMU SEDANG MEMBACA
They Are Mine (BXB)
Teen FictionSEQUEL #2 dari MINE ARE MINE Ketika menginjak SMA, Lerell mulai memasuki masa pubertas. Dia berubah seiring berjalannya waktu, hingga membangkang Ignatius dan Astley. Namun, setelah terjerumus ke jalan yang salah, dia bertemu dengan adik kelasnya da...