T.A.M 1/9: Home Sweet Home.

238 31 6
                                    

Aku telah berpikir, daripada berusaha memperbaiki rumah Austin, kenapa tidak membeli rumah sekaligus untuknya tinggal lebih layak? Awalnya aku pikir itu adalah ide gila, tapi selagi aku punya uang, bukan jadi masalah besar 'kan?

Hari ini aku tak masuk sekolah, karena mau mencari rumah yang letaknya lebih dekat dengan pusat kota dan sekolah. Jadi, sekalian mencari, sekalian pula ku antar Austin. Dengan bus, kami bepergian. Aku jadi bisa merasakan bagaimana serunya berpergian menggunakan bus umum. Setelah mengantar Austin, aku pula mulai mencari.

Syukur, aku punya teman-teman yang bisa mengerti kondisiku saat ini. Mereka bahkan ikut membolos, dan membantuku mencari rumah. Dengan mobil milik Borris, kami menyusuri jalanan, ya meskipun harus menghindari beberapa polisi patroli di lampu merah.

"Kalau mau cari rumah, tergantung modelnya. Seperti rumah tunggal, atau mau di apartemen?" Tanya Peter yang bantu mencari lewat internet.

"Aku tak punya uang banyak untuk membeli apartemen" kataku.

"Bukan membeli tanah apartemen, bodoh! Maksudku, membeli kamar di apartemen!" Sahut John.

"Tidak, ah. Austin mau rumah."

"Heh, kau ini, seakan berusaha menyenangkan istri saja" ucap Peter.

"Ck, jauh-jauh pikiran kotor seperti itu. Aku ini bukan ayah atau ibuku."

John bersandar pada kursi, "Kalau kau jatuh cinta pada anak itu, bagaimana? Kau mau mentraktir kami dalam sebulan?"

"Itu mustahil. Aku tak akan tertarik padanya. Bahkan aku sudah tidur bersamanya, tapi tak berkesan apapun padaku" acuhku.

"Itu 'kan karena kalian tak tidur 1 kasur! Kau bilang tadi malam kau tidur di lantai?!" Teriak Borris tepat di telingaku.

"Sudahlah, jangan banyak bicara! Cepat bawa aku ke tempat perumahan itu!"

Setelah berkeliling dan mencari rumah untuk aku dan Austin tinggal, akhirnya aku menemukan 1 rumah sederhana yang cukup dengan uangku. Rumah itu hanya 1 lantai, berpagar, halaman depannya sempit, tapi di halaman belakang cukup luas. Dalamnya hanya ada 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu dan dapur yang menyatu. Sederhana memang, tapi aku yakin Austin akan senang.

Akhirnya aku membeli rumah itu, ya meskipun awalnya pemilik rumah tak percaya anak sekolahan sepertiku bisa membelinya, tapi aku menyebutkan nama ayah. Tak ku sangka ternyata dia mengenal ayah, dan memperbolehkan aku membeli rumah itu. Cukup menghabiskan banyak waktu untuk memeriksa kondisi rumah, seperti kondisi listrik, lampu, mesin air, mesin pengatur suhu ruangan. Barulah sah aku menjadikannya pemilik rumah itu.

Teman-temanku malah menawarkan diri untuk bantu mengangkut barang-barang di rumah Austin, berhubung aku memegang kunci rumahnya, jadi aku bisa langsung pindahan ke rumah baru ini. Yah, meskipun pada akhirnya banyak beberapa barang yang tak diperlukan lagi, jadi aku kembali menjualnya dengan setengah harga. Tak apa, yang penting Austin bisa tinggal di rumah yang layak.

"Jadi motormu benar-benar disita?" Tanya John.

"Ya, begitulah. Jadi susah mau kemana-mana" balasku.

"Mau pinjam motorku? Ada satu di rumah, punya kakakku. Karena dia kuliah di luar negeri, jadi motor itu tak ada yang pakai. Sayang juga 'kan, ya meskipun tak sekeren motormu itu sih.."

Ku tatapi John sambil tersenyum, "Apa tidak apa-apa? Orang tuamu bagaimana?"

"Mereka mengerti kondisimu, dan memang mereka yang menawari sejak awal. Nanti malam ku antar ke sini."

Aku mengangguk, "Terimakasih, John."

"Bukankah ini curang? Kau di hukum, tapi hebatnya kau punya teman-teman yang bisa membantumu. Aku yakin kalau ayahmu mendengar ini dia akan kesal karena tak berhasil membuatmu merasa sedih dan tak berdaya" ucap Borris diakhiri degan tertawa.

They Are Mine (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang