AUTHOR POV
Lerell mengendarai motornya dengan cepat, sampai suara mesin motor besar itu menggema di penjuru bangunan yang ia lewati. Tiba-tiba guntur di langit menyambar, dan hujan turun dengan lebat sepersekian detik setelahnya. Banyak orang di jalanan mulai membuka payung-payung yang mereka bawa dengan sengaja, namun berbeda dengan pemuda yang menyandang nama Tarrant itu. Lerell menutup kaca helmnya, dan hanya ia yang merasakan tetesan air mengalir di pipinya.
Ketika ia mengambil jalan pintas di sebuah gang sempit, ia hampir menabrak sekelompok orang yang sedang gaduh di sana. Dengan cepat dia mengerem motornya sampai bannya terseret dan mengeluarkan sekumpulan asap. Orang-orang itu pun lari tanpa alasan yang jelas, mereka meninggalkan seorang pemuda yang seragam sekolah dan rambutnya telah berantakan.
Karena penasaran, Lerell menggerakkan kepala motornya untuk menerangi pemuda di depannya. Saat itu Lerell sedikit kaget melihat pemuda yang ternyata dikenalinya itu. Lerell sedikit maju untuk menyamakan posisi berdiri mereka, dia pun meraih tangan pemuda itu dan menariknya hingga mendekati Lerell.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Lerell.
"A-aku mau pulang, dan mereka merampokku..." Ucap pemuda itu.
"Dimana rumahmu?"
"Di depan sana..."
"Naik lah!"
Pemuda itu pun mengangguk dan segera naik ke atas motor Lerell, sebab ia takut jika sekelompok orang tadi akan kembali dan mengganggunya. Lerell pun kembali jalan untuk ke rumah pemuda itu. Tak berselang lama, mereka tiba di sebuah lorong sempit lainnya yang buntu.
"Masukkan saja motormu ke dalam rumahku!" Teriak pemuda itu karena suara derasnya hujan lebih mendominasi.
"Jalannya sempit!"
"Bisa, kok!"
Pemuda itu turun lebuh dulu, masuk ke dalam gang kecil itu, dan membukakan sebuah pintu. Dengan hati-hati Lerell dan motornya masuk ke dalam gang yang panjangnya hanya 2 meter lebih. Dia pun memasukkan motornya dengan sebuah rumah yang gelap gulita. Segera pemuda itu ikut masuk dan menutup pintu.
Ketika sudah di dalam, pemuda itu menyalakan lampu, satu-satunya penerangan yang terpasang di langit-langit. Lerell terdiam seketika melihat sebuah ruangan sempit yang tak sebesar kamarnya di rumah. Ruangan yang disebut rumah itu hanya berbentuk persegi panjang, terdiri dari kamar mandi kecil yang pintunya terbuat dari kain, bahkan kamar mandi itu hampir tersentuh oleh ban motor Lerell, karena sangking sempitnya rumah itu. Di sebelah kamar mandi terdapat sebuah kasur usang dengan satu bantal memanjang. Sisa tempat adalah di samping motor Lerell, tak ada ambal atau tikar, hanya lantai yang terbuat dari semen.
Di sudutnya bertumpuk buku-buku pelajaran, beberapa mangkuk, dan sebuah gelas plastik yang diisi dengan sebuah sendok, garpu serta sumpit. Ada pula sebuah kardus yang berisi setengah potong roti coklat, sisa kue kering, dan beberapa gelas air mineral.
Pemuda itu pun membuka sepatunya dan menyandarkannya di dinding, dia pun melangkah mendekati tumpukan kain yang terlipat rapih di dekat kasur, dan mengambil salah satu dari 5 pakaian kasual di sana.
"Kak El, duduk saja dimanapun yang kau suka, aku mau ganti baju dulu" ucap pemuda itu sambil melenggang masuk ke dalam kamar mandi yang gelap gulita, karena tak ada penerangan di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
They Are Mine (BXB)
Teen FictionSEQUEL #2 dari MINE ARE MINE Ketika menginjak SMA, Lerell mulai memasuki masa pubertas. Dia berubah seiring berjalannya waktu, hingga membangkang Ignatius dan Astley. Namun, setelah terjerumus ke jalan yang salah, dia bertemu dengan adik kelasnya da...