II. Connecting Hearts

216 15 0
                                    

⚠️ Peringatan: Cerita ini hanyalah karya fiksi dan tidak dimaksudkan untuk merefleksikan situasi nyata. Tema-tema sensitif seperti depresi, bunuh diri dan bullying digunakan dalam konteks imajinatif semata. Penting untuk diingat bahwa kesehatan mental adalah hal serius, dan jika anda atau seseorang yang anda kenal membutuhkan bantuan, silakan mencari dukungan dari profesional kesehatan mental atau organisasi yang dapat membantu.

***

Malam itu, pukul dua dini hari, di tengah sunyinya malam saat manusia seharusnya istirahat, Arga terus terbangun dari mimpi buruknya. Nafasnya memburu, seakan berlari, dan keringat membasahi wajah serta tubuhnya. Matanya merah, mungkin karena terpaksa bangun atau sedang menangis dalam tidur—hal ini terlihat dari matanya yang tampak basah, menyiratkan perasaan yang mendalam. Meskipun waktu seharusnya menjadi saat istirahat, malam itu terasa penuh dengan kegelisahan dan ketidaknyamanan bagi Arga.

Dengan kedua tangannya yang gemetar, Arga menjambak rambutnya, mencoba memejamkan matanya erat seolah ingin menghapus apa yang baru saja terjadi. Sayangnya, usahanya untuk melupakan justru membuatnya terisak. Air matanya kembali mengalir deras, bahkan dalam beberapa detik saja, matanya terlihat bengkak. Arga membiarkan isakannya terdengar, menyadari bahwa dia hanya sendirian di rumah yang telah dilanda sepi, tanpa tahu kapan suasana hangat seperti dulu akan kembali lagi. Kesedihan dan kehampaan menyelimuti ruangannya, menciptakan keheningan yang terasa begitu berat.

Isakannya semakin menggema ketika memori-memori masa lalu kembali berputar dalam ingatannya, "Tolong, Ma, Pa..." Tanpa sadar, rintihan pelan keluar dari bibirnya, dan dadanya terasa sesak. Seakan berusaha melawan rasa sakit di dalamnya, dia memukul beberapa kali dadanya, mencoba dengan keras mengusir kepedihan yang terasa begitu nyata dan menghantuinya.

Kenyataannya, tidak ada bantuan yang datang. Dia kini terdampar seorang diri, tanpa seorangpun yang menemani di sisi. Kesunyian merajai, meninggalkannya dalam keadaan sendirian, terlunta-lunta dalam ruang kosong kehampaan.

Arga kini hanya bersahabat dengan kesunyian, bercerita dalam keheningan, menyimpan luka tanpa seorangpun menanyakan, menderita yang tampak tak berkesudahan. Dia berupaya beradaptasi dengan rasa sakit yang menyelimuti dirinya.

Arga memeluk lututnya sambil disertai tangisan yang tak kunjung reda, matanya merayapi kamarnya yang semakin terasa dingin. Tiba-tiba, terdengar suara dering dari handphonenya. Meskipun awalnya Arga mengabaikannya, dering itu terus berbunyi hingga akhirnya dia tak bisa mengabaikannya lagi. Ia beranjak mengambil handphonenya yang terletak di atas meja nakas.

Senja Permata
itu ya playlistnya [21.00 PM]
night arga!! [21.00 PM]
Read.

Senja Permata
aku gak bisa tidur 😔 [02.00 AM]
kamu udah tidur belum, arga? [02.00 AM]
maaf ya kalau notifku ganggu [02.00 AM]
Read.

Senja Permata
LOH KOK DI READ?! [02.01 AM]
arga??? [02.01 AM]

tidur. [02.02 AM]

Senja Permata
kamu kok belum tidur? [02.02 AM]

kebangun [02.03 AM ]

Senja Permata
oh gitu [02.03 AM]
sekarang lagi ngapain? [02.04 AM]
Read.

"Lagi nangis..." hanya itulah yang terucap dari bibir Arga, matanya masih tertuju pada layar handphonenya. Gadis itu mengirimkan pesan lagi, dan Arga merespons untuk menghargainya.

alive | jenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang