12

1.2K 230 54
                                    

Sudah pukul sembilan saat Giza, Pras, dan Wina keluar mal FX Sudirman. Setelah menghabiskan sore di Hutan Kota, mereka makan malam di Imperial Kitchen and Dimsum. Topik yang berlompat-lompat, membuat kebersamaan mereka tak terasa. Wina akhirnya pamit undur diri saat orang rumahnya menghubungi dan ia bersiap untuk menaiki MRT.

"Gak berasa, udah setengah sembilan aja. Ya ampun ... kita ini ngapain aja, sih?" Wina langsung membereskan barang-barangnya dan meneguk habis es teh kedua yang ia pesan. "Yuk, pulang, yuk. Besok masih harus nguli kita."

Pras yang tak membawa motor, memesan ojek online untuk mengantarnya ke stasiun kereta terdekat. Ia pulang dengan KRL dan berpisah dengan Giza di pintu keluar FX Sudirman.

Setelah teman-temannya pergi, Giza tahu tempatnya pulang adalah Benny. Apapun yang ia rasa terhadap pria itu, Giza tetap akan melangkah kepadanya. Apartemennya berada satu gedung dengan mal ini. Ia berjalan lunglai menuju lift apartemen dan menaikinya dengan hati yang mendung. Ia bingung. Bukankah seharusnya bahagia pulang pada pria yang ia cinta? Bukankah harusnya ia semangat dan tak sabar untuk bertemu suaminya? Ia mungkin saja begitu andai Benny tak bermain di belakangnya. Ia bisa saja lebih bersemangat dari yang seharusnya, andai Benny mau jujur kepadanya tentang Masayu dan tak menyembunyikan anak itu dari pernikahannya.

Ancaman paling mematikan dalam sebuah hubungan pernikahan adalah orang ketiga dan masa lalu. Giza memiliki keluarga yang suportif. Mertuanya sangat sayang kepadanya dan keluarga suaminya juga menerimanya dengan tangan terbuka. Ia tak perlu mendapatkan drama tentang mertua dan ipar, karena mereka justru mendukung dan menyayanginya. Masalahnya hanya satu. Suaminya. Masa lalu sang suami yang masih membayangi dan membuatnya ketakutan sendiri.

Benny masih berhubungan dengan Masayu yang artinya masih berkomunikasi dengan Susana, ibu gadis itu. Hal itu tak menutup kemungkinan jika mereka akan kembali bersama dan meninggalkan Giza yang akan menjadi korban mengenaskan. Dalam pernikahan ini, Giza adalah pihak yang mencintai, bukan dicintai. Benny menerimanya karena ibu pria itu melamarnya dan mereka sepakat tentang perjodohan. Siapa yang bisa melihat isi hati Benny? Hanya ia dan Tuhan yang tahu apa yang Benny simpan di hatinya dan pria itu inginkan untuk masa depannya. Tebakan Giza, tak ada dirinya pada masa depan yang diimpikan Benny. Jadi, buat apa Giza memakai hati dalam pernikahan ini?

Setelah menekan kombinasi angka kunci, Giza membuka pintu apartemen mereka dan terkejut mendapati ada perempuan lain dalam unit Benny. Perempuan itu duduk di meja makan minimalis mereka bersama Benny, menikmati secangkir teh dan camilan kering.

"Mbak Bianca?" Giza tersenyum semringah mendapati kedatangan iparnya. "Apa kabar? Kapan datang?" Ia lantas menghampiri Bianca. "Sudah lama? Aku cuci muka dan tangan dulu, ya, sama taruh tas."

"Take your time, Giza. Kayaknya kamu sibuk banget ya sampai larut banget pulangnya. Lembur?"

Giza hanya meringis sambil masuk ke dalam kamar untuk meletakkan tas dan membuka cardigan. Setelahnya, ia menuju kamar mandi untuk membasuh muka dan cuci kaki tangan.

"Gak lembur, sih. Tadi lagi ada acara sama teman kantor." Giza menyalami Bianca dan menempelkan pipi mereka sebelum duduk di salah satu kursi yang kosong. "Mbak sendirian?"

Bianca mengangguk. "Aku ada seminar tadi di Harris sini. Siang sudah selesai. Aku tanya Benny, apakah kamu bisa temani aku jalan-jalan, tapi kata Benny kamu sibuk dan gak bisa cuti setengah hari." Bianca menyeringai santai. "Akhirnya aku nongkrong dan shopping aja di Senayan City sama temanku dan baru dijemput Benny sore tadi. Kami makan malam di bawah, lalu ke sini, deh."

A Love RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang