[Sixth Chapter]

719 110 5
                                    

Serangga di balik semak berteriak-teriak, burung pipit berlarian mengejar awan. Seorang remaja lelaki tenggelam dalam arus sungai yang mengalir damai. Jeongwoo menyembul dari air secara mendadak. Dia memercikkan cairan dingin ke wajah si makhluk campuran. Membuat Haruto terkejut dan memejamkan matanya. Takut kemasukan air.

Anak itu tertawa, kedua tangannya merentang. Dia berjalan perlahan-lahan, menemui Haruto yang tak jauh darinya. Lantas, memeluk makhluk itu sebagai permintaan maaf. Sebab telah tak sopan mengguyurnya. "Kau basah, Haruto," katanya. Sembari tertawa-tawa. Dia senang sekali melihat si jangkung kuyup karena ulahnya.

"Ya, kita kan sedang berendam," timpal Haruto. Tangannya menyinduk sedikit air, kemudian ia tumpahkan di kepala si kecil. Haruto mengusak-usak rambut Jeongwoo. "Begini caranya mencuci rambut," ujarnya.

"Aku tahu!"

Jeongwoo tahu. Dia hafal sekali dengan tata cara membersihkan diri. Tangannya berhenti membelit Haruto. Dia ingin meniru Haruto, menyinduk sedikit air dan hendak mengguyur kepala Haruto. Namun, sayangnya makhluk itu terlampau tinggi. Jeongwoo tak sampai. Anak itu menatap Haruto, keningnya berkerut. "Menunduklah, biarkan aku membersihkan rambutmu juga," pinta si kecil.

Haruto menurut, dia menekuk lututnya. Membuat dadanya terendam air. "Tolong pijat kepalaku juga, Jeongjeong kecil."

"Baik!"

Haruto memejamkan matanya. Dia menikmati pijatan tangan Jeongwoo di kepalanya. Dulu, mungkin dirinya hanya akan berendam sendirian. Akan tetapi, kali ini ada si kecil yang menemaninya. Siang hari yang terik, ketika sedang tidak ada yang perlu dilakukan, memang akan menyenangkan jika berendam di sungai.

Haruto melilit tubuh Jeongwoo. Dia menempelkan wajahnya di bahu basah anak itu. Jeongwoo membuatnya mengantuk. Si kecil tidak lagi memijat kepalanya, melainkan kini hanya menepuk-nepuk pelan.

"Jeong, mau sampai kapan kau akan tinggal bersamaku?"

Haruto tak lagi merasakan tepukan lembut di kepalanya. Dia membuka mata, lantas menatap si kecil yang mendadak terdiam. Jeongwoo nya menunduk, melihat aliran air yang bergerak pelan. Hutan itu sunyi dalam sekejap.

"Apa aku mengganggumu, Haru?"

Lirihan kecil nan bergetar itu keluar dari bilah Jeongwoo. Anak itu merona, ujung hidungnya masak bak tomat. Dia tidak kunjung melirik Haruto yang sedari tadi menatapnya. Jeongwoo pikir, Haruto pasti sudah bosan dengan kehadirannya. Mungkin saja, jika makhluk itu terganggu dengannya yang menumpang.

Jeongwoo, matanya mulai basah. Sehingga Haruto menangkup kedua pipi si kecil. Mengelus tumpukan lemak itu dengan hati-hati. "Kenapa kau menangis, Jeongjeong ku?" tanyanya. Lembut sekali. Haruto menyoroti kilau Jeongwoo yang benar-benar berair.

"Apa kau tak nyaman jika aku terus menumpang?"

Haruto menghela nafas. Kenapa malah jadi begini?

"Haru, kau akan membuangku seperti yang lainnya juga?"

Haruto melotot. Dia tidak menyangka pertanyaan menyakitkan itu diucapkan Jeongwoo nya. Mana mungkin dirinya tega membuang si manis. Anak itu terlalu berharga untuk dibuang. Bagi Haruto, kini tak ada yang lebih berharga daripada Jeongwoo.

Makhluk setengah-setengah itu menarik Jeongwoo. Dia menggendong paksa si kecil, dan membawanya naik ke tepi sungai. Mendudukkan bokong basah mereka di rerumputan yang hangat. "Kenapa kau berpikir jika aku akan membuangmu?" Haruto bertanya. Dia menyingkirkan poni basah Jeongwoo yang hampir menusuk manik anak itu.

"Kau bertanya sampai kapan aku akan tinggal bersamamu," Jeongwoo terisak. Namun, dia tetap berbicara walau sedikit kesulitan karena mulai cegukan. "Itu ... Artinya, kau tidak mau jika aku menumpang lagi di sini." Dia menyeka air mata.

HAJEONGWOO SHORT STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang