[Tenth chapter]

696 111 11
                                    

"HARUUTOOO!"

Haruto tercengang. Dia mematung sesaat, sebelum melesat ke arah Jeongwoo yang terjerembab ke tanah. Anak itu tersandung ketika bermain layangan. Rupanya Jeongwoo tidak melihat sebuah batang kayu di hadapannya, dia terlalu asyik menatap ke langit. Dan akhirnya malah terus saja berjalan tanpa melihat sekitar, Jeongwoo tak sengaja menabrak kayu yang terdampar.

Sekarang anak itu mulai memerah. Lututnya terluka, bibir bawahnya juga mengeluarkan darah. Namun, gulungan benang layangannya tetap tak ia lepaskan. Jeongwoo menahan tangisnya, dia menyeka wajahnya yang kotor. Sembari menatap Haruto yang berjongkok di depannya, Jeongwoo menyodorkan gulung tali dengan sebelah tangan yang bergetar. Menyerahkannya pada Haruto.

"Haruto, kakiku sakit!" Dia menghambur, menangis seraya tenggelam dalam bahu si setengah-setengah.

"Tak apa, jangan menangis. Akan kubersihkan dengan air hangat," ujar Haruto. Dia menancapkan gulungan tali di tanah. Membiarkan layangan yang sedang terbang, perlahan-lahan jatuh dari ketinggian. Makhluk itu membawa si kecil masuk ke dalam.

Dia membiarkan Jeongwoo untuk duduk di salah satu kursi makan. Sedang dirinya mencari gerabah kecil tempat ramuan herbal. Haruto juga memanaskan sedikit air. Ia membalut segenggam herbal tumbuk dengan  kain bersih. Setelah itu, mencelupkannya ke dalam air mendidih.

"Haru, itu tidak akan membuatku sakit, kan?" Jeongwoo merengek. Dia takut melihat kain yang mengebul.

"Tidak, aku akan melakukannya dengan hati-hati," kata Haruto. Suara beratnya begitu lembut ketika berbicara. Dia menarik kursi, duduk di hadapan si kecil. Tangannya meraih kaki Jeongwoo, meletakkan sebelah tungkai anak itu dalam pangkuan. Lantas, satu usapan lembut dia berikan. Menyeka luka si kecil, membersihkan darah yang bercampur tanah.

Haruto melirik Jeongwoo. Dia memastikan kondisi anak itu. "Sakit?" tanyanya, ketika melihat kening si kecil yang mengerut. Juga jemari mungilnya yang meremat celana Haruto dengan kuat.

Makhluk itu mengusak surai si kecil setelah mendapat satu anggukan kepala. Dia tahu, manusia memang lemah terhadap luka. Mereka akan kesakitan walau hanya tergores. Haruto menyayangkan jika jeongwoo nya harus terjatuh. Seharusnya dia tidak boleh lengah. Ya, tadi Haruto juga asyik sekali bermain layangan. Sehingga tak memperhatikan gerak Jeongwoo.

"Jeong, mendekatlah." Setelah selesai dengan lutut Jeongwoo, kini Haruto hendak membersihkan bibir si kecil yang masih mengeluarkan darah. Dia menyuruhnya untuk mendekat. "Tahan sebentar ya, kali ini akan kulakukan dengan cepat," katanya.

Jeongwoo mengangguk lagi. Namun, tak lama kemudian dia menjerit. Bergerak menjauhi Haruto. Dia menangis lagi, tapi tak terisak. Siapa sangka, ternyata luka lecet di bibir akan terasa lebih menyakitkan. "Sudah, Haru!" pintanya. "Aku tidak mau diobati lagi!"

Haruto tak menjawab si kecil. Dia hanya menatapnya sembari terdiam saja. Makhluk itu mengamati bibir Jeongwoo yang tergores. Darahnya masih saja merembas. Jeongwoo pasti telah tergores batu atau semacamnya. Haruto menyentuh kedua pipi si kecil dengan hati-hati. Menangkup wajahnya. "Mau kujilati, tidak? Agar lukamu cepat sembuh," tawarnya.

"Tidaak!" Jeongwoo berseru dengan cepat. Dia menggelengkan kepala.

"Kau tahu, aku punya kemampuan menyembuhkan luka dengan cepat."

"Tapi aku tidak mau dijilat!"

Haruto tertawa. Padahal kan, dirinya hanya bergurau saja. Dia memang memiliki kemampuan menyembuhkan, tapi bukan dengan dijilat. Haruto mampu meracik obat dari tanaman herbal. Ya, dia tahu ilmu itu dari sang ibunda.

Haruto menyimpan kain herbalnya di meja. Dia mendekatkan wajah, menempelkan keningnya dengan si kecil. Menatap manik Jeongwoo beberapa saat. Memperhatikan anak itu yang masih merona setelah menangis. "Aku bercanda, bodoh. Mana mungkin aku menjilatmu," katanya. Lantas terkekeh, dan beranjak.

HAJEONGWOO SHORT STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang