5

725 101 6
                                    

"Balderdash!" Harry membentak, mengabaikan nenek sihir yang berteriak jengkel.

Nyonyak Gemuk membuka pintu Gryffindor tanpa kata, tahu itulah yang anak tahun keempat itu butuhkan. Harry menyentak masuk, mengabaikan kembar Weasley yang menanyainya dengan semangat, sihirnya berputar di sekelilingnya dan berhasil membukakan pintu kamar dengan bantingan yang cukup keras untuk didengar seluruh penghuni asrama Gryffindor.

Harry mengganti pakaiannya dengan cepat, mengambil perkamen serta quill dan tinta, lalu naik ke tempat tidurnya, menutup tirai dan merapalkan semua mantra yang dia bisa untuk mencegah siapa pun mengganggunya.

Dia tidak tahu lagi apa yang sudah dia tulis karena penglihatannya begitu buram, bahkan tidak bisa menghentikan air mata yang mengucur dengan deras di pipinya.

Ketika dia terbangun di hari minggu pagi keesokan harinya, dia berjalan dengan langkah mantap ke Aula, dagu terangkat angkuh, yang mana dapat membuat Malfoy bertepuk tangan bangga. Dia mengabaikan semua pasang mata yang mengarah padanya dan memakan sarapannya dengan cepat.

Kakak-beradik Creevey, yang sebelumnya telah menganggunya, memutuskan untuk melakukannya lagi sebelum dihentikan oleh pekikan Hedwig yang menerjang di depan tuannya dengan semangat. Ada sepucuk surat di antara cakarnya dan sebelum Harry menyadari, surat itu terbuka.

Sebuah Howler.

"Siapa itu?" Teriakan itu mengejutkan semua orang.

"Siapa bajingan yang telah memasukkan nama adik kesayanganku ke dalam Piala Api? Tenang saja, Harry. Aku tahu kau tidak melakukannya. Akan kubuat bajingan itu menyesal telah menikmati sarapannya!"

Howler itu meneriakkan sumpah serapah dalam Bahasa Prancis yang membuat para siswa Beauxbatons mengangkat alis dengan tertarik. Sementara Harry, dengan rona tipis di pipinya, memilih menenggelamkan wajah dalam telapak tangannya; malu, tapi juga senang karena ada yang membelanya.

Dia memberikan bacon kepada Hedwig sebagai bentuk penghargaan atas kerja kerasnya. Senyum santai di wajahnya, menyatakan seberapa bersemangatnya dia.

Kemudian dia menjalani hari dengan biasa; mengabaikan tatapan dingin Hufflepuff, Profesor Sprout yang menjauhinya, Hermione yang terluka karena kerenggangan hubungan persahabatan mereka, Malfoy yang mengejeknya di setiap kelas, atau bahkan para siswa yang mengenakan lencana 'Potter Bau'; seolah dia telah berada di atas awan dan tidak ada yang bisa menyentuhnya.

Kelas ramuan baru akan dimulai ketika Colin Creevey menyerbu masuk.

"Maaf, Sir, saya disuruh membawa Harry Potter ke atas."

Severus memandang Colin melewati hidungnya yang bengkok. Senyum Colin memudar dari wajahnya yang bersemangat.

"Potter masih harus menyelesaikan pelajaran Ramuan satu jam lagi," kata Severus dingin.

"Dia akan naik kalau pelajaran sudah selesai."

Wajah Colin memerah.

"Sir ... Sir, Mr. Bagman yang menyuruh," katanya resah. "Semua juara harus berkumpul, saya rasa mereka mau difoto ...."

"Colin." Severus belum berkata apa pun ketika Harry angkat suara, mengalihkan perhatian anak itu.

"Ya?"

Harry menyeringai misterius. "Jika kau bertemu Rita Skeeter, katakan padanya untuk berhati-hati ketika mencari berita tentangku, atau dia sendiri yang akan masuk dalam Daily Prophet ... dengan toples kaca."

Meski bingung dengan kalimat kakak kelasnya, Colin sedikitnya paham bahwa Harry saat ini tidak ingin diganggu oleh Daily Prophet, bahwa dia tidak akan bergerak dari tempatnya bahkan meski menteri sihir memanggil. Jadi dia bergegas pergi dengan perasaan merinding di punggungnya.

Life String [KaryaKarsa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang