2

900 110 2
                                    

Sebagai seorang master ramuan termuda abad ini, Severus Snape jelas telah mendapat berbagai pujian di sana-sini dan telah menarik minat pangeran kegelapan dan, meski tidak menunjukkannya secara langsung, Dumbledore.

Harry Potter, anak yang dia berikan sumpah setia karena cinta pertamanya dan telah berusaha sekuat yang dia bisa untuk melindunginya selama 3 tahun anak itu menempuh pendidikan di dunia sihir.

Sejak hari pertama anak itu sudah menunjukkan tanda-tanda sebagai seorang Potter sejati dan Severus tidak akan ragu untuk memberinya cibiran atas sekecil apa pun kesalahan yang dia perbuat di kelasnya. Ataupun detensi, dimana Malfoy mengambil bagian sebagian besar dari itu.

Tidak pernah ada hari dimana dia berekspektasi bahwa anak itu akan menjadi baik, bukan hanya pada ramuan tapi juga untuk segalanya. Dia telah menunjukkan keunggulannya dalam ramuan, melebihi Hermione, selama dua hari ini dan telah berhasil mencegah Neville meledakkan kuali yang dapat membangkitkan marah Severus kepada setiap Gryffindor tak berotak di kelasnya.

Dalam pengamatannya, Harry menjadi lebih tenang, bahkan sangat tenang, dan bahkan tidak melakukan hal bodoh seperti yang biasanya dimana dia terlihat seperti ayahnya. Sebaliknya, anak itu seperti kucing pemarah yang tidak membiarkan siapapun menyentuhnya. Untuk segala maksud dan tujuan yang dia takutkan, dia akhirnya memanggil anak itu setelah kelas.

"Yes, profesor?" Dia bahkan menyebut dengan sopan, dan Severus memberikan pandangan secara samar seolah dia tidak mengenalnya.

Severus mengangkat alis ketika anak itu hanya menatap tanpa minat di saat dia merapalkan mantra peredam. "Kuakui, Mr. Potter, kau telah berdedikasi pada ramuan di semester yang baru ini dengan cukup baik. Karena itu aku meminta penjelasanmu untuk nilai-nilai tidak berguna pada tiga tahun ke belakang."

Garis bibir Harry sedikit melengkung, membuatnya terlihat seperti tengah tersenyum sinis. Severus disisi lain melihatnya-meski meninggalkan rasa pahit di lidahnya-seolah dia adalah salah satu ularnya yang licik. "Oh? Saya tidak tahu kalau Anda memperhatikan dan cukup peduli tentang hal itu."

Severus tidak menanggapi, tahu itu hanyalah umpan. "Bagi Saya sekarang, tiga tahun itu tidak penting. Anda tidak perlu khawatir, karena mulai sekarang, keturunan Potter ini tidak akan mengganggu waktu luang Anda lagi."

Hary tidak repot-repot menunggu balasan gurunya, tahu dia cukup tercengang, dan secara pribadi dia bangga akan dirinya sendiri. "Oh dan satu lagi, profesor." Dia berhenti ketika membuka pintu dan tanpa menoleh dia melanjutkan, "hiduplah dengan bahagia dan tidak perlu memikirkan yang sudah pergi. Itu adalah jawaban untuk pertanyaan Anda di tahun pertama."

Severus hampir menjatuhkan tubuhnya, dia bersyukur anak itu telah pergi dan tidak melihat ekspresi syok-nya yang tidak dapat disembunyikan. Cara Harry berkata-kata, seolah dia adalah ibunya. Severus tidak ingin memikirkannya, atau setidaknya berusaha, karena demi apa pun anak itu seolah sudah tahu mengenai perasaannya. Tidak! Dia harus berbicara pada satu-satunya orang yang tahu trntang rahasianya.

***

"Harry, kita harus bicara."

Hermione muncul di depannya dan berkata dengan menuntut, suaranya cukup keras hingga membuat penjaga perpustakaan menoleh. Tanpa diduga, Harry memberi tatapan peringatan yang sama, menyebabkan nyali Hermione menjadi ciut dan gadis itu memutuskan untuk duduk dengan tenang.

"Baiklah, sekarang katakan apa yang sudah terjadi, Harry." Meski tidak sekeras yang tadi, nada suaranya tetap menuntut.

Harry tersenyum tipis. "Kau mengharapkan jawaban seperti apa dariku, Mione? Tidak ada yang terjadi."

"Oh, benarkah?" Gadis itu tampak tersinggung. "Kau telah menjauhi kami seolah kami adalah kotoran. Kau harus memberitahuku agar aku tahu apa kesalahanku, Harry. Kumohon."

Life String [KaryaKarsa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang