12

250 40 3
                                    

Tidak ada yang pernah mengatakan bahwa Severus Snape merupakan keturunan keluarga bangsawan yang kekayaannya setara bahkan mungkin melebihi keluarga Malfoy.

Manor Prince terlihat cukup sederhana dari luar, terutama dengan hutan lebat yang mengelilinginya, menambah kesuraman tempat itu. Tapi lapisan emas pada dinding, chandelier mewah, serta berbagai ornamen antik yang menghiasi rumah itu, cukup untuk memperlihatkan seberapa kayanya Keluarga Prince.

Bahkan setelah seminggu tinggal di tempat itu, Harry tetap akan meluangkan waktu untuk mengagumi tempat tinggal barunya.

Hal yang membuatnya kagum adalah bahwa Severus tidak pernah membatasinya, kecuali untuk tidak terbang atau berkeliaran di luar pelindung. Lagipula ada banyak pelindung-bahkan pelindung paling kuno-yang akan memberitahu Harry setiap kali dia melewati satu pelindung. Terlebih, halaman Manor Prince lebih luas dari rumah itu sendiri.

"Aku bertaruh halaman ini bahkan lebih luas dari Hogwarts," celetuk Harry setelah menyelesaikan lari paginya di hari Minggu.

"Itu benar," jawab Severus yang tiba-tiba duduk di sampingnya, "luruskan kakimu."

Harry menurut. "Aku tidak melihatmu akhir-akhir ini."

Severus menghela napas. Wajah lelahnya yang samar entah kenapa terlihat jelas di mata Harry. "Hanya membalas surat dan mengerjakan tugas pewaris." Severus berkata, sedikit sarkas pada kalimat terakhirnya yang membuat Harry tertawa sedikit. Dia tahu pria itu baru saja menyindir fakta bahwa keduanya adalah pewaris tunggal keluarga bangsawan kuno.

Tapi, bukan itu fokus utamanya. "Surat? Maksudmu surat bisa masuk ke tempat ini?"

Wajahnya menunjukkan kebingungan tapi Severus tetap menjawab, "Benar. Kecuali surat yang terdeteksi berbahaya, itu akan langsung dimusnahkan oleh pelindung."

Keterdiaman Harry membuat Severus segan bertanya. Kemungkinan pertama tidak ada satupun yang mengiriminya surat, kemungkinan lain suratnya nyasar ke tempat lain. Meski Severus berharap itu bukan yang pertama atau dia akan melihat anak itu murung sepanjang musim panas.

"Apa kau lapar? Kudengar para peri rumah membuat Treacle Tart dengan krim," ucapnya berusaha mengalihkan pembicaraan. Menilik ekspresi anak itu, sedikit banyak dia tahu apa yang di pikirkannya.

Ekspresi Harry berubah dengan cepat. Seolah hal buruk telah berlalu, sinar di mata hijaunya yang tak berselubungkan kaca sejak beberapa bulan lalu membuat Severus terdiam sejenak. Untuk sejenak dia berpikir, 'ah, bagaimanapun dia tetap hanya seorang anak'.

Meski tidak ada ekspresi di wajahnya, tapi tangan yang terangkat untuk mengelus kepala Harry bergerak dengan lembut seakan takut bila sedikit saja kekuatan dapat menghancurkannya.

"Ayo."

Harry menyentuh kepalanya dengan tangan bergetar. Itu adalah yang pertama kali dalam hidupnya. Meski Severus masih tetap Severus yang sama dengan guru ramuan tegas dan tajam yang dilihatnya tiap hari di sekolah, tak dipungkiri bahwa pria itu tulus terhadapnya. Tentu dengan caranya sendiri.

Dia bergegas menyusul Severus dengan seringai singkat di wajahnya.

Dia akan mengesampingkan sejenak masalah surat yang tidak ada kepastian dan memilih menikmati sarapan bersama wali barunya.

Ah, rasanya Treacle Tart pagi ini lebih manis dari biasanya.

***

Siang itu Harry duduk di depan meja belajarnya, di kamar yang disediakan khusus untuknya. Sudah 2 jam dia habiskan untuk menyelesaikan tugas musim panas dan bahkan telah mempelajari beberapa materi tahun atas.

Dia telah memiliki lebih banyak waktu luang sekarang yang tidak akan dia sia-siakan.

Jantungnya berdegup dengan cepat serta bibir yang menyunggingkan senyum puas ketika melihat essay ramuan dua lembar, hasil karyanya sendiri, tanpa kata yang diulang-ulang, atau jiplakan karya orang lain.

Dursley selalu membanggakan nilai 60 hasil menyontek anak mereka. Dia selalu penasaran bagaimana rasanya hal itu tapi tetap merasa tidak puas dengan bagaimana mereka mendidik Dudley. Dia merasa ada yang salah.

Ketika untuk pertama kalinya dia bertemu Severus dengan segala perfeksionisnya, dia merasa tertantang. Ada rasa ingin menyerah setiap berhadapan dengan guru ramuan yang senang mengambil poin Gryffindor itu, tapi netra segelap malam yang selalu menyorot dengan harapan penuh membuatnya selalu bersemangat. Meski dia tahu dia tidak akan berhasil ketika liburan musim panas tiba.

Dengan semangat dia beranjak dan melangkah keluar, berhadapan dengan Severus yang terkejut ketika dia baru membuka pintu.

Severus berkedip terkejut ketika melihat binar semangat pada sepasang emerald yang kadang membuatnya kewalahan. Anak itu menyodorkan dua lembar perkamen yang telah mengatasi rasa penasarannya dengan tulisan besar di bagian atasnya.

Harry telah berkeliaran ke seluruh bagian rumah sepanjang satu minggu. Dia mewajari jika anak itu masih akan melakukannya selama dua atau tiga minggu lagi mengingat kediaman Prince yang tak kalah besar dari Hogwarts—salah satu alasan Severus enggan mengklaim warisannya.

Dia tidak menyangka bahwa anak itu justru akan menggunakan waktunya untuk membuat tugas essay ramuan. Severus tahu anak itu bisa melakukan yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, tapi dia tidak menyangka bahwa pekerjaannya akan lebih baik dari putra baptisnya.

"Kau melakukannya lagi. Aku mulai penasaran dengan apa yang terjadi selama musim panas di tahun ketigamu." Severus berucap sambil menatap datar anak yang tersenyum-senyum di depannya.

"Tidak berniat menceritakannya padaku?"

Harry berdiam sejenak kemudian menggeleng cepat sambil menyeringai lebar. Severus mendengus melihat hal itu, disaat bersamaan merasa gemas.

"Akan kuceritakan kalau kakakku sudah selesai mengisolasi dirinya sendiri," katanya.

Severus hanya mengangguk, membiarkan Harry melakukan sesukanya. Dia akan membiarkan anak itu dan ceritanya untuk sementara. Mungkin dia akan menagihnya nanti jika situasi memungkinkan.

"Oh ya, ada apa?" tanya Harry ketika mengingat kehadiran Severus di depan pintu.

"Aku tidak melihatmu di sekitar rumah sejak selesai sarapan jadi aku datang untuk mengecek keadaanmu sekalian mengajakmu makan siang," jelas Severus.

Harry memutar kepalanya, menatap jam di dinding kamarnya yang menunjukkan hampir pukul 1 siang. Hampir saja dia tidak dapat menahan diri dan membuka mulutnya.

"Ah itu ..." Harry tertawa canggung, "kurasa aku terlalu larut dalam tugas sampai lupa waktu. Kenapa tidak menyuruh peri rumah saja?"

Tatapan Severus semakin datar. "Jika bukan karena Holly telah bolak-balik sebanyak 4 kali dengan pemberitahuan bahwa kau telah mengabaikannya selama 4 kali juga aku tidak akan memanggilmu secara langsung."

Harry menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. "Apa dia menangis?" tanyanya hati-hati dan meringis pelan ketika Severus mengangguk singkat.

Holly, salah satu peri rumah yang telah mengabdi pada keluarga Prince selama berabad-abad, merupakan sosok yang ramah dan lembut, di saat yang sama juga sesosok tukang drama. Bahkan Severus kadang dibuat stres dengan tingkah dramatis peri rumah itu. Holly adalah peri rumah yang dengan semangat menyambut Harry ketika anak itu menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di manor Prince.

"Tadi aku menyuruhnya untuk membersihkan ruang kerjaku. Kurasa dia sekarang sedang menghabiskan tisu di atas meja. Kuharap dia tidak mencoba membuka lemari untuk mencari tisu lagi." Severus tersenyum tipis melihat raut murung Harry, sepertinya anak itu merasa bersalah. Sangat polos, batinnya.

Yah, lagipula dia masih anak-anak, batinnya lagi.

Life String [KaryaKarsa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang