03. Menyerah?

927 72 9
                                    

Shakira tak menduga, sudah hampir seminggu ia tak menginjakkan kaki di mansion mewah milik Gavriel, kini ia kembali. Dengan langkah kesal, ia berjalan menuju ruang kerja suaminya. Menurut kata preman yang menjemputnya, Gavriel menunggu di sana.

Shakira tidak peduli jika sikapnya tidak sopan, ia langsung membuka pintu dan masuk. Wajah terkejut Gavriel menjadi pemandangan yang ia lihat saat masuk.

Tanpa dipersilakan, Shakira duduk di hadapan Gavriel. Aura permusuhan terpancar jelas di kedua maniknya.

"Sudah puas bermain di luar sana?" tanya Gavriel sambil tersenyum kecil. Merasa ekspresi istrinya sangat lucu sekarang.

"Apakah surat perceraian dan surat dariku tidak membuat kamu paham, Mas?"

Gavriel memutar bola matanya malas. "Jangan membahas perceraian, aku sudah membakar surat itu."

Shakira menatap Gavriel tak percaya lalu berdecak. "Aku bisa membuatnya ulang. Kali ini kamu harus tanda tangan."

Hening.

Shakira terkesiap, menatap Gavriel dengan was-was kala pria itu berjalan mendekatinya. Tubuh Gavriel membungkuk mensejajarkan wajahnya dengan sang istri. Mata hitamnya menatap tajam manik Shakira yang tampak ciut.

"Kita tidak akan bercerai," tegasnya.

Shakira mengangkat wajahnya, mencoba tak gentar ataupun takut pada laki-laki di depannya. "Kenapa? Bukankah lebih baik kita berpisah? Sudah cukup tiga tahun kita bermain rumah-rumahannya, Mas."

Gavriel menggeram kesal. "Bermain katamu? Tidak pernah sekalipun aku menganggap pernikahan kita main-main!" desisnya.

Shakira tertawa hambar, menertawakan ucapan Gavriel yang tidak masuk akal.

"Apa yang kamu inginkan sebenarnya dariku, Mas? Kenapa kamu mencariku?"

"Tidak ada. Aku hanya membawamu kembali ke rumah kita." Gavriel menegakkan tubuhnya dan kembali duduk di kursinya.

Mata Gavriel menatap Shakira intens, ia melihat raut wajah lelah di wajah cantik itu.

"Sepertinya kamu sudah sangat lelah malam ini. Kita lanjutkan pembicaraannya besok. Sekarang kembalilah ke kamarmu dan istirahat," titah Gavriel tegas dan tak mau diganggu gugat.

"Apapun itu, aku mau cerai. Titik!" seru Shakira lalu berdiri.

Ia menatap Gavriel dengan tajam lalu berbalik melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerja sang suami.

Shakira berjalan menuju kamarnya, lalu berteriak kesal di dalam. Ia sangat kesal dengan sikap Gavriel, terlebih sikap enteng lelaki itu. Ia juga dibuat bingung, kenapa Gavriel menolak ajakannya untuk bercerai?

Apakah otak suaminya itu sudah rusak? Tidak bisa memilih hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri? Padahal perceraian adalah opsi yang terbaik untuk keduanya.

Shakira mendengus kesal. "Gavriel sialan," umpatnya.

Shakira menjatuhkan tubuhnya di ranjang empuk yang sudah beberapa hari tak tersentuh. Ingatannya bergulir pada saat Gavriel melamarnya. Awalnya, ia pikir lelaki itu benar-benar jatuh cinta atau terpesona dengannya. Tapi, setelah mendengar obrolan lelaki itu dengan sang Papi membuat dugaannya hancur.

Alasan terbesar Gavriel menikahinya adalah karena ingin memperluas kerja sama antara perusahaan lelaki itu dan perusahaan Papinya. Anehnya lagi, Papi yang sangat ia sayangi malah setuju dengan penawaran Gavriel. Entahlah apa yang sedang dipikiran Papi, tapi dugaan terbesarnya adalah Papi khawatir tentang masa depan dan pasangannya.

Papi memiliki riwayat penyakit jantung akut dan juga beberapa bulan sebelum meninggal didiagnosa ada muncul cairan di paru-parunya dan tentunya itu sangat berbahaya. Shakira yakin kalau Papinya berpikir jika meninggal, ia akan hidup tak tentu arah dan tidak ada tempat untuk pulang. Oleh karena itu, menerima penawaran Gavriel.

My (Ex) WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang