Devano membelalakkan matanya. "Cerai? lo serius?"
Shakira mengangguk. "Gue udah capek. Gue udah nikah tiga tahun, tapi sikapnya nggak berubah. Gue relain masa muda gue demi nikah sama dia, bayangkan umur dua puluh tahun disaat temen-temen gue asik main, gue malah nikah. Iya gue tau, ini cuma pernikahan demi kepentingan bisnis dia dan Papi. Tapi sekarang Papi udah nggak ada, perusahaan Papi juga udah di kelola baik sama Gavriel. Gue nggak mau ikut campur lagi dengan perusahaan, gue mau lepas dari semuanya. Gue mau hidup tenang sekarang."
Napas Shakira tersengal-sengal. Matanya berkaca-kaca, memperlihatkan bahwa ia benar-benar secapek itu dengan semuanya.
"Gue capek, capek banget. Gua merasa nggak bahagia selama pernikahan ini." Suara Shakira mulai bergetar.
Devano menatap sahabatnya dengan iba. "Apa yang lo butuhkan?"
Shakira mengatur napasnya dan tersenyum tipis. "Lo bisa anter surat cerai ke Gavriel? Gue udah urus semuanya. Seharusnya tadi siang gue ketemu dengan Gavriel, tapi gue nggak sanggup lagi natap matanya."
"Ada lagi? Gue bakal bantu lo, Sha."
"Itu aja cukup."
Devano mengangguk paham. "Oke, besok gue yang kasih suratnya."
Shakira tersenyum. "Thank you, Dev."
Keduanya sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing hingga makanan tiba. "Makan, Sha. Gue udah pesan untuk lo."
Shakira menurut tanpa mengucapkan apapun lagi. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang mengisi keheningan di antara mereka.
"Setelah cerai, rencana lo apa?"
"Umur gue masih muda. Gue pikir ini belum terlambat. Gue bakal ke London atau Paris. Gue mau lanjut sekolah fashion design yang dulu sempat tertunda." Shakira menjawab dengan yakin.
"Oke, kejar apapun yang lo mau, Sha. Gue dukung, lo harus tetap kabarin apapun ke gue. Paham?"
Shakira tersenyum dan mengangguk.
***
Gavriel berdecak kesal karena tak kunjung menemukan keberadaan Shakira. Bahkan ia sudah ke mansion peninggalan orangtua gadis itu. Tapi sosok yang dicari tidak ada di sana. Pikirannya benar-benar buntu memikirkan di mana sekiranya Shakira berada.
Sejak siang mencari, hingga tak sadar langit sudah gelap. Gavriel menjatuhkan kepalanya di stir mobil dan menghembuskan napas berat. Tangannya terangkat dan melirik jam pada arlojinya. Sudah pukul delapan malam. Sejak siang bahkan perutnya belum terisi sama sekali.
Lagi-lagi ia mengembuskan napas berat kemudian kembali melajukan mobilnya menuju restaurant, ia butuh asupan makan.
Sesampainya di restoran, tidak banyak yang ia pesan. Tidak seperti saat ia pergi bersama Shakira yang pastinya gadis itu akan memesan banyak makanan untuk mereka berdua.
Sial, lagi-lagi ia kepikiran istrinya.
***
Pagi ini Gavriel bangun dengan mata yang merah dan bengkak. Bukan karena menangis, tapi karena ia tidak bisa tidur sepanjang malam. Ia tidak berhenti mengirimkan pesan dan menelepon nomor Shakira yang sialnya tidak aktif.
Tidak bisa berlarut dalam kebingungan, ia memutuskan untuk bekerja seperti biasa. Namun ia sudah mengutus beberapa orang untuk mencari keberadaan istrinya.
Gavriel tiba di kantor tepat waktu. Mencoba mengesampingkan tentang Shakira, ia berusaha fokus pada pekerjaannya pagi ini.
Tok... tok... tok...
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Ex) Wife
RomanceShakira sudah lelah dengan pernikahannya yang tidak dihargai oleh Gavriel. Kesabaran yang mulanya segunung kini sudah setipis tisu. Ia ingin segera berpisah dari suaminya. Tanpa tahu proses hukum yang berlaku, Shakira menyerahkan semua proses perce...