Disarankan membaca ulang chapter sebelumnya.
SELAMAT MEMBACA♡
***
Shakira melepaskan tangan Gavriel, air mukanya terlihat sangat tegas. "Maaf, aku nggak bisa, Mas. Tolong, kita udahin saja semua ya?"
Raut kekecewaan terpancar jelas di wajah tampan Gavriel. Namun lelaki itu dengan cepat menyembunyikan ekspresinya. Shakira menatap ke arah lain, tak mau bertatap mata dengan suaminya.
Tiba-tiba pintu kamar dibuka. Seorang apoteker datang dengan membawa obat-obat yang akan dibawa pulang.
Shakira tak banyak bicara lagi, begitu pula dengan Gavriel. Keduanya hanya diam sembari berjalan keluar kamar. Bahkan sampai di dalam taksi juga tak ada satupun obrolan di antara mereka. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
***
Shakira menatap jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Satu jam yang lalu mereka sudah selesai makan, biasanya rasa kantuk cepat menghampirinya. Tapi anehnya sekarang matanya tak mau terpejam.
Shakira bangkit dan berjalan keluar kamar dengan membawa ponsel. Niatnya, ia ingin membuat cokelat hangat atau segelas susu. Langkahnya terhenti di ujung tangga kala melihat sosok Gavriel duduk di sofa yang menghadap ke arah televisi. Jarak antara ruang tengah dan dapur memang berdekatan, sehingga ia dapat melihat sosok suaminya. Gavriel tampak merenung. Jelas saja pria itu tak menyadari kehadirannya.
Tidak berniat mengajak suaminya berbicara, Shakira melanjutkan langkahnya. Sepertinya derap langkahnya menimbulkan suara yang cukup keras hingga membuat Gavriel bersuara.
"Sha, bisa kita bicara sebentar?"
Langkah kaki gadis itu terhenti. Perlahan tubuhnya berbalik dan sedikit terkejut karena Gavriel sudah berdiri tak jauh darinya. Padahal beberapa detik lalu pria itu masih merenung di atas sofa.
Shakira menggigit bibir bawahnya dilema. Ia takut pembicaraan yang Gavriel inginkan akan membuatnya goyah akan keputusannya sebelumnya. Tetapi melihat dahi Gavriel yang berkerut dalam dan tampak jelas diraut pria itu sedang frustrasi. "Aku haus, mau buat minum dulu. Bicaranya nanti saja, Mas," putusnya.
Gavriel tersenyum tipis dan mengangguk. Pria itu mengekori istrinya ke dapur dan duduk di pantry. Fokus mata Gavriel tertuju sepenuhnya pada Shakira. Setiap gerakan gadis itu tak lepas dari maniknya.
"Mas mau juga?" tawar Shakira. Sejujurnya ia sedikit malu karena ditatap terus menerus oleh Gavriel.
Melihat sang istri yang membuat cokelat hangat membuatnya ikut tertarik dan ingin juga. "Boleh."
Shakira melepaskan pandangannya dari Gavriel dan fokus membuat minumannya. Lima menit kemudian gadis itu menyodorkan segelas cokelat hangat dihadapan Gavriel. "Kita bicaranya di sini saja, Mas."
"Keputusanmu benar tidak akan berubah?"
Shakira tak langsung menjawab, ia melihat wajah Gavriel lamat-lamat dan barulah mengangguk sebagai respons.
"Baik. Aku akan memanggil Bian untuk mengurus surat perceraiannya."
Sejenak Shakira terperangah dan jantungnya berdebar sangat kencang. Bukan debaran karena gugup atau salah tingkah di depan orang tercinta, tapi lebih pada berdebar karena hatinya merasa patah. Ia pikir Gavriel akan berusaha membujuknya lagi, seperti di rumah sakit. Tapi ternyata tidak, pria itu bahkan sudah berencana menghubungi sahabatnya yang berprofesi sebagai pengacara.
"Hanya itu yang mau kamu bilang, Mas?"
Gavriel tampak ragu. Namun pada akhirnya ia mengangguk kecil.
"Baiklah. Terima kasih sudah mengatakan ini semua dengan jelas. Aku mau balik ke kamar dulu." Shakira bangkit dengan mug di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Ex) Wife
RomanceShakira sudah lelah dengan pernikahannya yang tidak dihargai oleh Gavriel. Kesabaran yang mulanya segunung kini sudah setipis tisu. Ia ingin segera berpisah dari suaminya. Tanpa tahu proses hukum yang berlaku, Shakira menyerahkan semua proses perce...