38

10.8K 938 9
                                    


Rayta merangkak mundur ketika Falcon merangkak menaiki ranjangnya.

“Diam disana!” Rayta memekik tertahan. “Si- siapa yang kau bunuh?”  Rayta takut memikirkan bahwa dia menjadi penyebab nyawa orang lain menghilang dari dunia ini.

“Kenapa kau peduli?” nada bicara Falcon berubah muram dan lebih rendah, dia semakin merangkak mendekati Rayta yang terus mundur hingga dia hampir terpeleset jatuh dari atas ranjang.

Namun sebelum gadis itu terjatuh Falcon menarik pergelangan tangannya dan menggenggamnya erat.

“Dia berniat melecehkan mu Rayta, dia orang yang tidak pantas hidup.” bisiknya lirih di telinga Rayta.

Rayta mencoba untuk mendorong bahu Falcon ketika mendapatkan jawaban tersebut, ternyata apa yang ada di pikirannya benar. Dia menjadi penyebab orang itu meninggal. Rayta tidak menyukainya, apapun alasannya Rayta rasa Falcon tidak berhak untuk memutuskan hidup dan matinya seseorang.

Rayta terus memberontak hal tersebut membuat Falcon semakin marah.

“Diam!” geramnya marah, Rayta tak mengindahkannya dia semakin memberontak, ingin melepaskan diri. “Sstt... Diam, Rayta tenanglah aku tidak ingin menyakitimu.”

Nada suaranya berangsur-angsur melembut. Dia melepaskan pelukannya dan menatap dalam mata Rayta.

“Tundra.” satu kata itu membuat Rayta diam membatu. Apalagi ketika Falcon mengeluarkan banyak foto dirinya dan ponsel berisi pesan Tundra pada orang-orang yang Rayta kira adalah bawahnya, dari pesan itu tertulis besok Tundra berniat menculik lalu mengurungnya.

“Bagaimana kau tidak lagi marah bukan? Aku membunuhnya untuk mu. Agar kau tidak terluka. Orang sepertinya tidak pantas untuk hidup lebih lama....”

“Falcon, baik atau buruknya manusia kau tidak pantas untuk menghakiminya seperti ini?” sela Rayta dengan nada dingin. Rayta lalu beranjak turun dari atas ranjang.

Sebelum Rayta sempat melangkah keluar dari pintu kamar, Falcon terlebih dulu berkata, “ Keluar dari sini berarti kau ingin aku membunuh Kakak-kakak mu dan orang-orang terdekat mu, Rayta jangan bersikap naif. Diam di sini dan datanglah padaku.”

Kedua tangan Rayta terkepal, dia tahu itu bukanlah ancaman semata, tanpa daya dia berbalik kebelakang dan berjalan ke arah Falcon.  Melihat hal tersebut Falcon menyeringai, dia merebahkan tubuhnya.

“Hibur aku Rayta, sekarang aku sedang sangat sedih.” katanya sambil menatap langit-langit kamar.

“Jangan bersedih atau bulan tidak akan bersinar malam ini.” kata Rayta sembarangan.

Falcon terkekeh geli mendengarnya. Sedangkan Rayta menaikan satu alisnya heran. Seharusnya Falcon marah dan mengusirnya keluar bukan? Ini bukanlah hal yang dia inginkan.

Namun coba pikirkan baik-baik, jika Tundra mati maka pria kedua yang harus Rayta pilih siapa? Siapa kira-kira orang yang tertarik padanya.

Drrttt drrtt

Suara notifikasi pesan dari ponselnya membuat lamunan Rayta buyar, dia mengambil ponsel di saku celananya.

“Ares?”

Benar  Ares. Apa Ares salah satu dari tiga pria yang harus dia pilih.

“ Kamu ada waktu bukan, besok mari bertemu Di Cafe Setara, aku ingin membahas tentang ibu Reymond denganmu.”

Dahi Rayta berkerut samar, “Ibu kak Reymond? Ada apa dengan ibunya kak Reymond?!” gumam Rayta bertanya-tanya.

“Rayta!”

Nyasar Di Novel BL ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang