tujuh belas

1.3K 176 8
                                    

Kayaknya notif bab enam belas nggak muncul, jadi pastiin dulu kalian udah baca bab sebelum ini, ya!

.

Lupakan fakta kalau ada pembunuh gila di luar sana yang mungkin bisa menghabisiku sewaktu-waktu. Gamaliel Angkasa membuatku jauh lebih uring-uringan dan tidak napsu makan! Apa yang terjadi selanjutnya sore itu kalian bertanya? Well, Gama mendorongku menjauh. Bukan mendorong yang sampai membuatku jatuh terguling, tapi tetap berhasil membuat harga diriku jungkir balik.

"This is a mistake." Begitu katanya.

Aku sudah akan membuka mulut untuk melempar makian, tapi Gama segera berbalik dan berjalan cepat meninggalkanku. Yang kulakukan selanjutnya adalah melempar tas ranselku ke wajah Gama, lalu memutuskan pulang dengan taksi online.

"Mor?" Suara ketukan pada pintu mau tak mau membuatku menyingkirkan bantal dari atas wajah. "Turun, yuk? Ada tamu, nih."

Aku mengerang samar, melompat turun dari kasur untuk membuka pintu. "Siapa?"

"Kamu kenal, kok. Ganti baju dulu. Kamu bau." Austin mendorongku masuk mendekati kamar mandi. "Jangan lupa gosok gigi. You will definitely thank me."

Aku mengernyitkan kening, jadi mulai penasaran siapa tamu yang tengah berkunjung. Setelah mengeringkan wajah dengan handuk, aku langsung keluar dari kamar dan meniti tangga untuk turun ke bawah. Bahkan aku sudah bisa mendengar tawa sok malu-malu milik Meliana. Aku mendengus, segera bertolak menuju ruang tamu.

"Amora, you know Manuel." Austin menyambutku dengan seringai lebar.

Manuel? Manuel guru seksiku maksudnya? Benar! "Pak Manuel?" Aku menatap tamu yang Austin maksud dengan sorot bingung. "Kok Bapak di sini?"

Aneh memanggilnya begitu saat kami berada di luar sekolah. Pak Manuel tidak setua itu untuk kupanggil bapak. Mungkin umurnya tidak beda jauh dengan Austin. Di Minggu siang ini, ia hanya mengenakan kaos polo berwarna biru gelap dengan celana bahan khaki. Kacamata yang biasa bertengger di atas hidung juga lenyap entah ke mana.

"He might be your teacher at school, tapi dia teman lamaku di rumah ini." Austin membawaku mendekat ke arah kerumunan. "Manuel udah lama tinggal di Australia. Dia baru balik ke Indonesia beberapa bulan lalu and surprisingly bekerja sebagai guru di sekolah kamu."

"Oh .." Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. "Welcome back home, I suppose?" Aku tertawa garing.

Manuel memang luar biasa tampan dan seksi. Di kesempatan lain, mungkin aku akan dengan girang bercentil ria di depannya, tapi suasana hatiku sangat tidak baik hari ini. Sebagai balasan, Manuel hanya tersenyum sopan dan menggumamkan terima kasih.

"Kita mau makan bareng di luar. Kamu udah siap, kan?"

"Aku nggak ikut, deh. Masih kenyang." Bohong banget. Aku bahkan belum makan apa pun sejak pagi tadi. "Kalian aja."

"Yakin?"

Aku mengangguk mantap.

Austin masih menatapku dengan keraguan sebelum beralih kepada Manuel dan yang lainnya. "Ya, udah. Yuk. Aku yang nyetir."

Manuel, Meliana, dan Austin berbondong-bondong meninggalkan ruang tengah. Hanya tersisa Elena yang kini menatapku lama seperti hendak mengatakan sesuatu.

"Apa?" tanyaku tak ramah.

"Gama." Alisku terangkat sebelah. "Did he tell you that he's leaving Jakarta? Pesawatnya malam ini."

Jantungku seperti berhenti beberapa detik sebelum kembali berdebar dengan kecepatan gila. "Lo serius?"

"I'm sorry." Ada penyesalan di suara Elena. Ia tidak mengatakan apa-apa lagi sebelum bergerak meninggalkanku seorang diri.

Bad ReputationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang