Natan
Aku bagun dengan Keira yang sudah tidak ada disampingku. Bayang-bayang tentang kalimatnya kembali hadir dan itu mendatangkan rasa takut yang begitu besar.
Menepis asal selimut, aku menuruni ranjang dengan terburu-buru.
Objek pertama yang hadir dalam isi otakku adalah lemari. Ya, aku menghampiri lemari dan memeriksa.
Aku bernapas lega.
Pakaian Keira masih lengkap didalam. Artinya wanita berprinsip itu masih disini.
Begitu mendengar suara pintu toilet dibuka, aku membalikan badan dan berjalan cepat kearahnya. Diatas tumpukan kekacauan hati dan ketakutan yang melanda aku menarik tubuh Keira dalam pelukan tanpa perduli apa tanggapannya.
"Aku susah napas." Bilangnya, menepuk-nepuk pelan punggungku. Spontan aku menggeser langkah, menjauh.
Aku menatap memburu yang diliputi rasa takut dipadu bersyukur. Keira masih disini. Bersamaku.
Mendekat, aku memegang kedua pundaknya. "Bangunin aku kalau mau buat sesuatu atau bahkan pergi." Bilangku penuh penegasan, berharap Keira mengerti dan patuh.
Sebagai jawaban Keira mengangguk pelan. Tetapi dia kelihatan bingung.
"Kamu kenapa?" Dia bertanya keheranan. Mungkin reaksiku agak berlebihan.
Aku menggeleng.
Membawa langkah mundur, aku meraup rambut gusar. Keira yang melihat reaksiku mengernyit dalam. Untuk tidak membuat Keira berpikir atau bahkan bertanya lebih jauh aku merubah ketegangan dan kekhawatiran diwajah menjadi tenang.
Aku mendekat. Sesaat aku memejamkan mata sambil membasahi bibir."Masih sakit?" Tanyaku, memindai seluruh tubuhnya.
Keira menggeleng.
"Perut?"
Dia menggeleng.
"Kaki?"
Dia menggeleng.
"Lutut?"
Dia menggeleng. Dan setelahnya dia tersenyum."Tidak ada yang sakit lagi." Akunya lalu berjalan melewatiku.
Aku menarik napas lega.
Setelah belasan menit membersihkan diri. Aku buru-buru keluar dan mencari Keira. Entah kenapa? Aku tidak bisa tenang tidak melihat Keira dalam jarak dekat.
"Bi, lihat Keira?" Tanyaku pada Bi Dina yang tengah bersih-bersih diruang tamu.
Bi Dina adalah salah satu asisten rumah tangga yang telah bekerja lama bersamaku. Beberapa waktu lalu aku memintanya kesini agar segalah sesuatu yang Keira butuhkan sedikit dipermudah. Apalagi ketika saat aku sedang bekerja.
Bi Dina menoleh dengan senyuman."Ada didepan, Den." Sahutnya dan aku tersenyum dan membawa langkah melewati Bi Dina.
Dari tempatku berdiri aku bisa melihat Keira yang sedang berjalan santai dihalaman depan yang kebetulan berkelikir.
Seulas senyuman sedih terpeta ketika mengingat semua ucapan Keira semalam. Setiap hal yang Keira sampaikan membuatku menyadari banyak hal. Lebih-lebih Keira yang begitu mencintaiku. Namun, betapa bodohnya aku menghianati kepercayaan Keira yang sekarang akan susah untuk diperbaiki.
Apa aku bisa memperbaiki segalanya?
"Makan dulu, yuk." Ajakku, yang mana membuat Keira menoleh.
"Nanti dulu." Sahutnya sambil tersenyum manis. Namun aku tidak begitu senang. Karena Keira tidak sekalipun menatap kearahku. Mungkin Keira malu atas kejadian semalam?
KAMU SEDANG MEMBACA
WISHES.
RomancePenghianatan yang Natan lakukan sangat berdampak besar dalam perubahan hidupnya ketika akhirnya Keira memutuskan pergi. Natan mendadak kehilangan diri dan merasa hampa tanpa hadirinya sosok Keira. Akhirnya Natan menyadari bahwa Keira memilik arti pe...