MINE || 15

4.2K 229 0
                                    

♥️♥️♥️lanjutin aja dah♥️♥️♥️

"Gimana? Bisa masaknya?" tanya Haechan saat dirinya sudah bergabung dengan Jeno didapur. Dia duduk di kursi bar, sembari menatap Jeno yang tengah sibuk mengaduk-aduk masakannya.

"Bisa," jawab Jeno tanpa menoleh pada Haechan. "Kali ini lo harus makan masakan gue."

"Iya, iya, kan udah janji tadi."

"Tapi jangan bilang enak kalau itu hambar."

"Iya. Gue orangnya jujur kok. Enak bilang enak, kalau enggak, ya gue bilang enggak."

"Nyenyenyenyenye," cibir Jeno, dan Heachan hanya terkekeh.

"Nah." Jeno menyodorkan sendok kearah Haechan, menyuruh laki-laki itu menyicipi masakannya. "Gue nggak tau mau masak apa, jadi gue masak ayam bumbu rujak. Semoga lo suka ya."

Haechan mengangguk, lalu ia langsung memegang tangan Jeno agar mengarahkan sendok itu ke mulutnya.

Jeno dengan raut penasaran menunggu respon Haechan atas masakannya.

"Eum! Ck!" Haechan berteriak histeris yang membuat Jeno merapatkan bibirnya.

Tidak enakkah masakan dia? Jeno masih menunggu. Heachan belum berkata itu hambar atau keasian, atau bisa jadi pas.

"Kurang garam Jen," kata Haechan.

Jeno langsung bergegas mengambil garam dan menambahi masakannya.

"Woi, jangan sesendok dong sayang, dikit aja," kata Haechan saat melihat Jeno ingin menambahkan satu sendok makan garam. Bisa keasinan nanti.

"Seberapa? Setengahnya?" tanya Jeno menunjukkan takaran garamnya pada Haechan.

"Kurangi dikit."

Jeno nurut, lalu setelah mendapat anggukan dari Haechan, Jeno menuangkan garam itu dan mengaduknya kembali agar rata.

"Tadi belum dicicip?"

"Nggak berani," ucap Jeno menyengir. "Nanti kalau nggak enak sama lidah gue, bisa gue buang ini masakannya."

"Woi, ya jangan. Sekarang coba cicipi."

Jeno lalu mencicipinya. Dan memang benar, rasanya menjadi pas. Enak. Besok lagi, Jeno akan mencoba masakan lain lagi. Siapa tau dia lebih jago masak daripada Renjun, yakan?

"Pokoknya gue harus jago masak makanan apapun. Gue nggak mau kalah dari Renjun," ucap Jeno penuh antusias. Dendam.

Haechan terkekeh sebentar. "Gitu aja dulu gue ajarin masak lo nggak mau."

"Bukannya nggak mau Chan, males. Tapi sekarang, gue udah nggak males," kata Jeno benar antusias. "Pokoknya nanti siang, kamu makan siangnya pake masakan aku lagi."

Haechan mengerutkan keningnya. Bukan karna keantusiasan Jeno, tapi lihat aku-kamu-nya. "Emang mau masak apa lagi?"

"Ya nanti. Ntar aku lihat di YouTube dulu, habis itu aku praktekin."

Jeno mode cute, emang gemesin.

"Terus ini masakan buat siapa kalau nanti siang kamu masak lagi? Aku pikir nanti siang masih bisa dimakan lagi Jen."

"Ngapain pake aku-kamu? Geli."

Haechan langsung menampilkan wajah lempengnya. "Tuhkan, dia yang mulai dia juga yang marah. Suka-suka lo Jen, suka-suka lo."

Jeno langsung menggelitik dagu Haechan gemas. "Maaf, maaf, gemes banget sih suami gue. Emang harusnya gue yang jadi dominannya."

"Boleh."

Jeno malah menggeleng. "Nggak ah."

Dan Haechan terkekeh. Karna ia tau, manjanya Jeno itu melebihi dia. Jadi juga Jeno sadar kalau dia memang cocok menjadi submisivenya, daripada dominannya.

Haechan lalu mengusap gemas rambut Jeno sambil berdiri karna tidak sampai dikepala Jeno.  "Lo lebih gemesin asal lo tau."

Jeno lalu memalingkan kepalanya agar Haechan tidak melihat wajah tersipunya.

"Jen, Jen."

"Kenapa?"

"Gue boleh minta tolong nggak?"

Jeno mengerutkan keningnya. "Maksudnya?"

Haechan menghela nafasnya sebelum menyuarakan pikirannya. "Boleh nggak kalau setiap lo mau keluar rumah, maksudnya ke Indomaret, ke taman, atau pokoknya jalan-jalan yang tanpa gue, boleh nggak kalau lo minta tolong teman lo buat nemenin?"

Jeno semakin mengerutkan keningnya. "Apasih Chan? Lo sakit?"

"Serius Jeno. Atau kalau lo takut ngrepotin mereka, lo bisa telpon gue langsung buat nemenin elo."

"Kenapa sih Chan? Ngomong aja langsung."

"Gue khawatir sama lo sekarang."

"Yang jelas. Gue getok kepala lo ya kalau masih bertele-tele."

"Nurut aja ya Jen. Ini buat kebaikan lo."

"Apasih Chan? Ngomong yang jelas."

"Papa lagi ngincer kamu."

Jeno langsung mengerutkan keningnya. "Maksudnya apa? Papa ngincer aku? Papa Taeyong?"

Haechan mengangguk. "Jaemin denger sendiri omongan Papa kamu yang pengen ngincer kamu karna harta Ayah Doy."

"Maksudnya lo apasih Chan? Nggak usah bawa-bawa Ayah."

Haechan diam sebentar, menimang jika ia akan memberitahu Jeno tentang itu atau tidak.

"Haechan? Lo nggak lagi sembunyiin apapun dari gue kan?"

"Jaemin bilang, dia denger Papa lo lagi ngrencanain penyekapan buat lo. Terus dia bakal urus lo, sampai warisan Ayah Doy jatuh ke tangan Papa."

"Nggak mungkin Papa akan senekat itu celakain anaknya sendiri."

Haechan menggelengkan kepalanya. "Kita nggak tau kedepannya gimana Jen. Tapi gue mohon, hati-hati ya. Gue nggak mau kehilangan lo. Apapun yang berhubungan sama lo, sekalipun dia cuma nyenggol tangan lo, gue bakal usut kasus itu sampai selesai."

"lebay," cibir Jeno untuk menghilangkan semu diwajahnya.

"Gue serius kalau udah sayang sama orang. Dan lo emang orang yang tepat untuk gue sayang dan gue jaga. Gue nggak mau kehilangan elo Jen. Tetep sama gue ya?"

"Kalau emang diharuskan pergi gimana? Lo mau apa?"

"Siapapun nggak boleh ambil elo. Sekalipun itu tuhan. Gue nggak mau. Dan nggak akan pernah mau."

"Kenapa elo lebay banget sih Chan?"

Haechan lalu menarik tangan Jeno untuk mengikis jarak diantara mereka. Lalu, Haechan langsung mengecup sekilas bibir Jeno. "Sampai kapanpun, dilarang untuk ninggalin gue sendirian."

"Iya Chan, iya."

Cup

Sekali lagi, Haechan mengecup bibir Jeno singkat. "Gue siap-siap dulu."

"Nggak makan dulu?"

"Habis siap-siap."

Cup

"Kecupan terakhir. Tapi setelah mandi, ada sedikit mainnya ya. Bibir lo udah candu soalnya." Haechan langsung beranjak pergi tanpa peduli keadaan jantung Jeno.

Dan Jeno hanya bisa menggigit bibir bawahnya tanpa bersuara. Jika ingin, dia bisa berteriak ala fangirling yang habis dicium biasnya.

Wow Daebak!

🐻🐶

MINE || HYUCKNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang