Ileana
Aku tidak tahu apa yang membuatku terus mematung di balik partisi kamar. Raihan jelas-jelas sedang menyetubuhi wanita asing yang tak kukenal. Wanita itu mengerang cukup keras hingga meredam suara pintu yang kubuka.
Kedua matanya tertutup blinfold yang biasa kukenakan. Begitu pula dengan pergelangan tangan yang terborgol ke sandaran besi ranjang - handcuff yang biasa kukenakan juga. Dasar brengsek.
"Make me cum again, Master."
"You can't command me," sentak Raihan.
Again? Maksudnya wanita itu sudah klimaks sebelumnya? Jadi mereka bukan sedang khilaf semata? Tapi melakukannya secara concern, sadar, dan suka sama suka.
Ya jelaslah, Ileana.
Aku ini tolol atau apa? Raihan jelas-jelas sudah menyiapkan semua. Mulai dari sisa steak di atas meja makan, bekas wine dari stem glass, hingga perlengkapan bondage yang sekarang digunakan si wanita. Mereka seratus persen sengaja. Dan dari apa yang kulihat ... Raihan menikmati persetubuhan itu.
Aku bisa saja melempar barbel tiga kilo yang biasa Raihan pakai untuk berolahraga ke belakang kepalanya. Sekalian ke kepala wanita sundal itu juga. Tapi entah - aku memilih tak melakukannya.
Alih-alih marah, aku justru berbalik pelan dan membiarkan mereka menuntaskan birahi sampai selesai. Secara hati-hati, aku berjingkat keluar dari kamar, lalu berjalan cepat menuju pintu utama. Niat hati memberikan surprise, malah aku yang mendapatkan kejutan. Datang secara rahasia, pulang pun diam-diam. Hampir mirip dengan semboyan jelangkung.
Raihan tak boleh tahu aku pulang.
Seperti tak terjadi apa-apa, aku masuk ke dalam mobil dan segera tancap gas. Ah sial, sia-sia aku mengenakan lingerie seksi di balik coat-ku. Raihan tak sempat melihat betapa cantik dan pantasnya busana transparan ini membalut tubuhku. Bukan tak sempat - lebih tepatnya ia tidak akan pernah lagi melihat tubuhku.
Dalam kamusku, tiada maaf bagi peselingkuh.
***
Akhirnya aku menginjakkan kaki di rumah yang sudah tidak kutempati setahun belakangan ini.
Rumah peninggalan mama setelah dia memutuskan menikah lagi dan hijrah ke Makassar. Sementara papa ...? Entahlah. Aku tidak terlalu peduli. Dari dulu hubunganku dengan papa tidak harmonis. Dia lebih sering mabuk dan main perempuan ketimbang bersamaku. Punya orang tua sama-sama labil bukanlah hal yang kubanggakan. Setelah bertahun-tahun bertahan dalam pernikahan penuh pertengkaran, mama dan papa akhirnya bercerai. Papa pergi begitu saja tanpa meninggalkan apa pun. Dan setelah bercerai, mama juga jadi jarang pulang. Sibuk bekerja dan menjalin kasih dengan beragam lelaki. Sampai akhirnya tiba-tiba menikah dan ikut suaminya ke Makassar. Aku memilih bertahan di sini. Buat apa tinggal dengan keluarga baru yang sama sekali asing bagiku. Beruntung, gaji sebagai model bisa mencukupi kebutuhan sehari-hariku. Jadi aku tidak harus bergantung pada mama atau papa.
Aku pikir aku tidak akan pernah kembali ke rumah tua ini. Semenjak memutuskan bertunangan, aku dan Raihan hidup bersama dalam satu atap. Kebahagiaanku sedang di puncak-puncaknya; semua terasa sempurna, terlalu indah. Siapa, sih, wanita yang tidak senang memiliki calon suami seorang dokter? Yes, Raihan adalah seorang dokter. Dokter spesialis anak.
Dibalik senyum hangat dan pembawaan ramahnya, Raihan adalah seorang maniak. Dia menyukai hubungan seksual non-konvensional. Dalam permainan, Raihan selalu berperan sebagai Dominant, sedangkan aku adalah budaknya atau si Submissive.
Tidak terhitung berapa banyak mainan dewasa sudah pernah masuk ke dalam onderdilku. Dan tidak terhitung pula macam-macam posisi nyeleneh yang kami lakukan tiap bercinta. Semua rela kulakukan demi menyenangkan hati Raihan. Tapi sekarang apa yang kudapat? Memergokinya bersenggama dengan wanita lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Vanilla (21+)
Romance[21+] A dark romance story about unconditional love between Ileana and Dewangga. Setia sebagai Submissive dari kekasih yang Dominant di ranjang tak membuat hubungan asmara si model cantik - Ileana sampai ke jenjang pernikahan. Tunangan Ileana keperg...