08 |

1.4K 35 0
                                    

Ileana

Aku berjalan masuk ke dapur dan mengambil sendok. Sambil membuka kulkas, aku menyuapkan sesendok ayam teriyaki pemberian Dewangga ke dalam mulut. Lumayan enak juga, beli di mana dia?

Bibirku menyungging karena melihat bagian dalam kulkasku bersih dan kinclong.

Soraya memang sahabat terbaik.

Dia tahu hatiku sedang terluka parah hingga sekedar membersihkan rumah saja, aku enggan. Tidak hanya dapur, Soraya juga membersihkan seluruh ruangan rumah. Termasuk lemari pakaianku.

Tanganku lantas merogoh ponsel pada saku celana dan bergegas menghubungi nomor Soraya. Tidak perlu menunggu lama, dia pun mengangkat panggilanku.

"Hei, ngapain? Lagi sibuk?"

"Nggaaaak. Baru pulang dari klinik. Ngantuk," jawab Soraya. "Kamu?"

"Lagi makan ayam teriyaki. Makasi, ya," ujarku tersenyum.

"Hah?" Soraya terdengar kebingungan. "Ngapain makasi ke aku?" tanyanya.

"Kamu yang suruh Dewa bawain aku makanan, 'kan?" sahutku.

"Dih enggak," kata Soraya. "Itu pasti inisiatif Dewa sendiri, Lei."

Aku mendecih. "Alah. Kamu yang suruh pasti."

"Nggak," sanggah Soraya. Ia lantas terkikik. "Baguslah. Aku jadi tenang soalnya kamu ada yang jagain. Dewa di sana?"

"Di teras, susun kandangnya Sultan."

Aku masih menyimpan keterkejutan, ternyata bukan Soraya yang meminta Mas Pongah memberikanku makanan. Jangan-jangan ini makanan sisa ...?

Soraya kembali terkekeh. "Manfaatin aja dia, Lei. He's handy."

"Hush!" Aku menggelengkan kepala. "Kamu mau ngomong sama dia, Ya?"

"Nggak, deh, Lei. Aku capek banget, mau tidur. Besok juga kita ketemuan. Salamin aja sama Dewa, ya. Bilangin, I love you so much my Beibi."

"Dih, bilang sendirilah!" sungutku.

Tawa Soraya menggelegar riuh.

"Eh, Ya," potongku. "Betewe, makasi soalnya udah rapiin rumah. Kamu emang sahabat terbaik. Sering-sering, ya ..." ledekku.

Soraya berusaha menghentikan tawa. "Itu bukan aku. Seharian aku tidur, itu kerjaan Dewa juga. Dia tuh neat freak, matanya sakit kalau lihat berantakan atau sesuatu yang nggak proporsional."

"De-Dewa?!" Aku membeliak. "Jangan bohong kamu, Ya!"

"Kamu lupa flat-ku aja kayak gimana? Boro-boro mau bersihin rumah orang lain!" dengkus Soraya.

"Tapi kenapa?"

"Ya nggak kenapa-kenapa. Dewa emang anaknya gitu! Makanya aku jatuh cinta banget sama dia. Sekarang kamu ngerti, kan, apa alasanku memilih serius sama dia. Cuz he's so perfect."

Aku tertegun.

Jadi Mas Pongah yang bersihin rumahku? Bersihin lemariku? Tumpukan beha dan celana dalamku?! Entah aku harus berterima kasih atau malah marah karena dia sudah menerobos privasiku.

"Hellooowww?" Soraya membuyarkan lamunanku.

"O-i-iya, Ya ..." aku gelagapan.

"Kok mendadak diem aja? Kirain teleponnya keputus," kata Soraya.

"Nggak kok, aku masih di sini." Aku pun kembali membisu. Pikiranku masih kalut karena kebaikan yang kuterima dari Dewa.

"Yaudah, ya, Lei. Kayaknya aku mau mandi terus bobok nih. Titip Dewa, ya." Soraya mengakhiri pembicaraan kami.

Mr. Vanilla (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang