Blurb:
Elijah awalnya tercengang mendengar ide sahabatnya untuk bertukar teman kencan.
'Come on, Buddy, aku tahu kalian memang berkencan tapi tanpa komitmen, kalian hanya bersahabat. You guys are not exclusive, jadi jangan membuat keputusan untuknya...
Aku terbangun esok paginya dan menemukan Zoe masih tertidur dalam pelukan lenganku. Aku berbaring di sana sambil menatapnya yang sedang tertidur. Ketika akhirnya Zoe bangun, gadis itu menghadiahiku dengan senyumannya. Aku nyaris saja menciumnya kembali sebelum dia menjerit kecil.
"Oh Tuhan! Aku harus segera pulang. Mom pasti akan sibuk bertanya jika aku tidak pulang semalaman."
"Kau memang tidak pulang semalaman," ucapku sambil menyengir.
"Haha, very funny! Apa yang harus kukatakan pada Mom, kalau dia bertanya. Aku tidur dengan sahabatku sendiri?"
"Katakan saja kau menginap di tempatku karena kau terlalu mabuk untuk pulang semalam."
"Ck! Very clever. Kau sudah mengajariku untuk berbohong."
"Anyway, kau bisa mandi dulu," usulku.
"Oke, tapi kau tetap di tempat tidur," ujarnya. "Kita harus membicarakan apa yang terjadi tadi malam dan apa rencana kita selanjutnya. Sebelum itu terjadi, no more sex."
Aku mengangguk. "Oke, cukup adil."
Setengah jam kemudian, kami berada di dalam mobilku menuju rumah orangtua Zoe. Aku tidak sempat berpikir banyak tentang tadi malam dan aku belum memiliki rencana apapun, kecuali mencari waktu untuk mengulangi lagi apa yang terjadi di kamar tidurku tadi malam, bersama Zoe tentu saja.
"Zoe," ujarku akhirnya, setelah beberapa menit membisu di dalam mobil. "Kau tidak apa-apa, bukan? With what happened last night?"
"Seksnya hebat, kalau itu yang kau tanyakan," jawab Zoe kemudian. Lalu dia tersenyum dan menambahkan. "Dan aku masih ingin kita tetap seperti ini."
"Aku juga."
"Maksudku, kita bukan pasangan kekasih, oke? Jadi kita harus berhati-hati, kau tahu... tentang hubungan yang kita miliki ini."
"Tapi kau masih ingin melanjutkannya, bukan?" Aku memastikan.
"Eli, tentu saja. Kau pikir setelah semua yang terjadi, aku akan bisa menjauhkan tanganku darimu?"
Aku tersenyum lega. "Asal kau tahu, aku juga sama."
Zoe tertawa.
"Sekarang aku tahu kau benar-benar seorang pria."
"Very funny."
Lalu kami kembali terdiam sampai mencapai belokan menuju rumah Zoe. Aku menghentikan mobilku di sana sejenak dan menoleh untuk menatap Zoe.
"Kau ingin aku menciummu?" tanyaku.
"Ya." Lalu... "Tapi kita tidak bisa."
"Aku tidak setuju. Oke, kita memang bukan pasangan kekasih, kita tidak saling mencintai, tapi kita bisa berkencan. We are free now. Kau lajang, aku lajang."
"Oh, jadi kita bisa berciuman tanpa membuat orang lain bertanya-tanya?"
"Ya, tentu saja, Zoe." Aku menertawakan kepolosannya.
"Tapi tunggu..." selanya saat aku mencoba mendekatkan wajahku padanya. "Kau tetap harus ingat, kau tidak boleh mencampuradukkan keduanya, oke? Seks kita hebat."
"Luar biasa, sebenarnya."
"Oke, luar biasa," ucapnya setuju. "Tapi seks bukanlah cinta. Kita hanya teman dan ketika saatnya tiba untuk mengakhiri semuanya, kita akan melakukannya, ketika salah satu dari kita menemukan seseorang yang diinginkannya, yang lain harus mengerti dan melepaskan."
"Oke, tapi kita tetap akan berteman setelah itu," ujarku. "Iya, kan?"
Zoe tersenyum. "Tentu saja, you silly."
"Bagus, sekarang cium aku."
Dan gadis itu melakukannya. Dan rasanya seluar biasa pertama kali kami berciuman.