Blurb:
Elijah awalnya tercengang mendengar ide sahabatnya untuk bertukar teman kencan.
'Come on, Buddy, aku tahu kalian memang berkencan tapi tanpa komitmen, kalian hanya bersahabat. You guys are not exclusive, jadi jangan membuat keputusan untuknya...
Kami tiba di apartemenku sekitar jam sebelas malam. Aku mengeluarkan dua kaleng minuman dan meletakkannya di atas meja kopi di depan televisi. Lalu kami duduk. Tiba-tiba merasa gugup. Aku yakin Zoe juga merasa demikian.
Aku melonggarkan tenggorokan. "Jadi... kita akan menonton sekarang?"
Zoe juga tertawa gugup. "We are here to hang out, right?"
"Yeah..."
"Okay... maybe make out a little, sedikit ciuman, sedikit sentuhan tapi masih sebatas aman," tambah Zoe cepat.
"Tenang. Aku tidak akan memaksamu melakukan apapun yang tidak kau inginkan, Zoe."
"Ck! Bukan kau yang kucemaskan, Eli."
"Benarkah?"
Zoe mengangguk.
"Kau sudah mengaku bahwa kau menginginkanku... sexually."
"Ughh!"
"Dan aku juga menginginkanmu."
"Ya, ya. Apakah itu buruk?" tanya Zoe.
Aku menggeleng dan tertawa.
"Tidak, itu tidak buruk. Kalau kita memiliki pikiran yang sama sekarang, kau pasti bertanya-tanya seperti apa aku ketika tidak mengenakan pakaian, bukan?"
"Well¸sebenarnya, aku sedang bertanya-tanya apakah tonjolan yang tadi menggesek tubuhku di bar sekeras dan sebesar kelihatannya."
"Hah!"
Zoe kembali tertawa. "Kenapa? Kau tidak pernah mendengar seorang gadis mengucapkan hal-hal seperti itu?"
"Aku tidak pernah berpikir kalau kau memiliki pikiran seperti itu tentangku," tawaku.
"Oh, kau akan terkejut, Eli."
"Ayo, ke kamarku sekarang," ucapku kemudian, langsung berdiri, tawaku hilang.
"Aku... aku rasa tidak, aku..." Zoe tiba-tiba terdengar ragu. Tapi ia mengikutiku berdiri.
"Kenapa tidak? Kita bisa bersenang-senang sebagai teman."
"Apa kau juga bersenang-senang seperti ini dengan temanmu yang lain? Dengan Bryan, misalnya..."
"Oh, please, hentikan, Zoe. Gross!" erangku.
"Oke, Eli. Aku serius. Aku rasa... aku tidak yakin apakah kita seharusnya melangkah sejauh ini untuk..."
"Bukankah kau yang bilang bahwa ciuman tidak akan mengakhiri persahabatan kita?" potongku kemudian.
"Ya, tapi... tapi bila aku setuju ke kamarmu, maka yang terjadi pasti lebih dari sekadar ciuman."
"Aku tahu kita tidak saling mencintai, tapi aku punya perasaan bahwa kita akan menjadi pasangan hebat di tempat tidur. Tapi jika kau ingin aku berhenti, aku akan melakukannya. Katakan saja apa yang kau inginkan, Zoe," ucapku hati-hati.
Zoe menatapku lumayan lama, sebelum akhirnya membuka mulut. "Cium aku lagi."
Aku tidak pernah merasa selega sekarang. Aku lalu meraih Zoe dan menciumnya lagi. Tubuh kami terasa begitu sempurna untuk satu sama yang lain. Aku bisa merasakan Zoe menggesekkan pinggulnya pada kekerasanku dan rasanya sangat luar biasa. Aku menggerakkan tanganku ke bokongnya dan meremas pelan. Kami berdiri seperti itu selama beberapa saat.
"Oke, ini akan membuat kita ketagihan, Zoe," ujarku sambil menjauh dengan enggan.
"Aku tahu," jawab Zoe tapi dia menatapku dengan semacam tatapan lapar.
"Zoe, aku ingin kau tahu bahwa... aku pernah tidur dengan beberapa gadis sebelum ini. Tiga, lebih tepatnya." Aku tidak tahu kenapa aku menceritakannya, aku hanya merasa bahwa Zoe harus tahu. "Yang pertama, tidak berakhir baik. Kami masih sangat muda dan bergairah dan hanya terjadi sekali. Yang kedua, tidak begitu buruk, kami sempat berkencan beberapa bulan, tapi kami menyadari kalau kami tidak begitu tertarik satu sama lain. Yang terakhir... kau juga mengenalnya. It wasn't that bad, we had a good time too, but I guess it wasn't love."
Zoe tersenyum lalu... "Oke, mengapa kau memberitahuku semua ini?"
"Karena aku ingin... terutama setelah malam ini, aku ingin lebih terbuka padamu, lebih daripada gadis-gadis lain yang pernah kukencani. I want to be more open. And I will listen if there is anything that you might want, that you might like. Aku ingin ini menjadi pengalaman yang hebat untukmu," jawabku jujur.
Zoe hanya berdiri di sana, menatapku dalam diam. Jantungku berdebar begitu keras karena aku tidak tahu bagaimana reaksi Zoe setelah mendengar kata-kataku. Tapi aku berkata apa adanya, aku tidak ingin menyembunyikan apapun darinya.
"Aku hanya pernah tidur dengan Sam," ucap Zoe kemudian, bersemu tapi dia tidak berhenti. "Kami bersama cukup lama sebelum aku memutuskan bahwa dia adalah pria yang tepat bagiku... kau mengerti maksudku, bukan? Kami putus tidak begitu lama setelahnya karena Sam... dia terlalu suka mengaturku dan kami selalu bertengkar karena itu. Suatu hari, dia berkata bahwa dia tidak bisa membayangkan memiliki masa depan dengan gadis sepertiku."
"He is an asshole."
"Yeah, he is."
Kami lalu tertawa bersama.
"Tidak heran kau menghindari pria dan cinta setelahnya."
Zoe hanya mengangkat bahu ringan.
"Jadi, kau setuju? Kita aka selalu terbuka dan jujur satu sama lain?"
"Ya." Zoe mengangguk. "Kita adalah teman dan tetap akan menjadi teman walaupun hubungan kita sedikit berubah. Dan teman selalu terbuka satu sama lain, selalu ada untuk satu sama lain, selalu jujur satu sama lain. Tidak perlu ada cinta yang terlibat di sini, terlalu rumit dan membuat segalanya kacau."
"Oke. Jadi aku akan melakukan yang terbaik untuk membuatmu puas dan kau juga akan melakukan hal yang sama padaku."
"Friends with benefits, okay, I like it," ujar Zoe menyetujui.
Sambil tersenyum, aku membimbingnya ke kamartidurku.