Blurb:
Elijah awalnya tercengang mendengar ide sahabatnya untuk bertukar teman kencan.
'Come on, Buddy, aku tahu kalian memang berkencan tapi tanpa komitmen, kalian hanya bersahabat. You guys are not exclusive, jadi jangan membuat keputusan untuknya...
Kami kemudian berhenti saat mencapai sisi ranjangku.
"Aku ingin melepaskan pakaianmu, boleh?" tanyaku meminta izin.
"Ya, ya, I guess." Zoe tampak gugup. Tapi begitu juga aku.
Perlahan, aku mulai melepaskan atasannya. Blusnya cantik, berwarna kuning lembut, cocok dengan Zoe. Tapi di balik blus itu, jauh lebih indah. Aku tanpa sadar melepaskan napas bergetar saat melepaskan bra Zoe.
"Wow..."
Zoe bersemu malu dan mencoba menutupnya tapi aku menahannya.
"Aku... aku... aku tidak selangsing..."
"Hei, hei... kau cantik," kataku lembut.
"Aku hanya tidak jelek."
Aku berdecak kasar. "Kau sangat cantik, Zoe. Jangan pernah menganggap dirimu kurang daripada itu."
"Jadi kau tidak keberatan dengan gadis yang sedikit berisi?"
Aku kembali berdecak keras. "Berisi? Ya, kau berisi di tempat yang tepat." Aku menelan ludah, menatap kedua payudara Zoe yag indah, dengan pucuk-pucuk merah muda keras yang menggoda.
Saat mataku naik untuk menatap Zoe, aku mengucapkan apa yang terpikir olehku. "Kau sangat cantik. Dadamu indah. Percayalah padaku, kau akan membuat banyak gadis iri padamu." Lalu tanganku naik untuk menyentuh salah satu puting tersebut.
"Ouch!"
"So pretty," pujiku.
"Terima kasih." Aku melihat Zoe kembali lebih santai. "Kau ingin aku membantumu melepaskan kemejamu?"
"Tentu saja," ucapku dan membiarkannya membantuku melepaskan pakaian itu.
"Sisanya?" tanyanya lagi.
"Semuanya, Zoe," jawabku lagi.
Dia kembali menatapku dan tersenyum lalu mulai melepaskan ikat pinggang dan celanaku kemudian mendorongnya turun, hanya menyisakan celana dalamku.
"Oke, sekarang saatnya melepaskan sisa pakaianmu," ujarku padanya, lalu duduk di tepi ranjang sambil menatapnya.
Zoe dengan pelan melepaskan sisa pakaiannya dan menatapku. "Kau menikmatinya?"
"Sangat," jawabku.
Saat dia berdiri telanjang di hadapanku, aku menatap tubuhnya lekat selama beberapa lama. Pujian itu tercekat di tenggorokanku tapi saat Zoe menatap mataku, dia tahu semua yang ingin kukatakan padanya.
"Now what?" bisiknya kemudian sambil berjalan mendekatiku.
"Sekarang saatnya kau mencari tahu apakah aku sebesar yang kau pikirkan."
Zoe melepaskan tawa lembut, wajahnya bersemu sedikit tapi dia mengangguk. "Please."
Aku lalu berdiri dan menurunkan celana dalamku. Tubuhku sudah mengeras sejak melihat Zoe menelanjangi dirinya sendiri.
"Yummy," ujar Zoe saat melihatku dan membuat kami berdua tertawa.
"Tidak kecewa, kutebak. Aku lega," candaku.
"Ya, tapi aku sedang berpikir bagaimana kau bisa muat di dalam diriku."
"Kita bisa mencobanya nanti."
Selorohku kembali mengundang tawa.
"Bagaimana kalau begini?" Aku tersentak saat dia meraih kekerasanku dan mengusapnya.
"Kau hanya akan membuatnya lebih keras," bisikku sambil menggeretakkan gigi.
"Ya, kau menjadi lebih keras dan panjang..." ucap Zoe dengan suara serak sambil mendekatiku dan menempelkan tubuh atasnya padaku.
"Ini semua karena dirimu," bisikku.
Aku kemudian menunduk dan menciumnya sementara Zoe terus mengusap diriku di tangannya.
Aku bisa merasakan puting-putingnya mengeras dan menekan dadaku. Rasanya sungguh menyenangkan, sungguh nikmat. Tanganku kembali menjalar ke bokongnya dan meremas pelan.
"Hmmm..."
"Rasanya sungguh nikmat, Zoe," bisikku sambil menjauhkan bibir kami. "Your nipples feel very nice against me."
"Kalau begitu, aku akan memberitahumu satu rahasia lain."
Aku menggeram. "Apa itu?"
"Aku suka disentuh di sana."
"Di sini? Seperti ini?" Aku meraih salah satu puting Zoe dan memainkannya di antara jari, menarik dan menggulirkannya.
"Yes, yes, yes."
Dia mengerang.
Aku menggunakan satu tanganku yang bebas di puncaknya yang lain dan memainkan keduanya berirama. Zoe terengah dan menatapku bergairah. Bibir kami kembali saling melekat sementara tangan-tangan kami saling menyentuh dan mengusap.
"Kau pikir aku bisa membuatmu orgasme duluan?" Zoe menyeringai, mengusapku lebih cepat dan keras.
"Let's see."
Aku mengejutkan gadis itu dengan mengangkatnya dan menjatuhkannya di atas ranjang. Lalu aku merangkak naik dan menempatkan setengah tubuhku di atasnya. Bibirku turun untuk mencumbu Zoe dan dengan satu tangan aku kembali menstimulasi puncak dadanya. Tanganku lalu bergerak semakin ke bawah, lalu jari-jariku mengusap di bawah.
"Oh!" Zoe tersentak. "Kau curang!"
"Oh ya?" Aku menyeringai, sambil terus menggosok bibir kewanitaannya yang mulai membasah.
"Ohh! That... that feels so good..."
"Cukup untuk membuatmu orgasme?" tanyaku sambil menciumnya singkat kembali.
"Belum..." engah Zoe.
Aku tersenyum lalu menunduk untuk menciumi rahang Zoe, dagunya lalu turun ke leher dan kemudian dada Zoe. Mulutku menangkap salah satu putingnya dan mulai mengisap keras. Zoe kembali mengerang keras. Di bawah sana, jari-jariku bisa merasakan kewanitaan Zoe yang semakin basah. Pelan, aku menelusupkan jariku ke dalam.
"F*ck!" Dia terkesiap hebat. "Kurasa... kurasa kau akan menang."
"Aku tahu." Aku tersenyum lalu kembali menunduk untuk bermain dengan putingnya yang lain, kali ini menggigit pelan sebelum mengisap keras.
Zoe menjerit saat dia mencapai klimaks. Pinggulnya mendesak ke atas sementara aku menggerakkan jemariku. Aku bisa merasakan basah yang memenuhiku, menyebarkan aroma khas Zoe yang memabukkan.
"Wow..." ucap Zoe akhirnya setelah dia menemukan suaranya kembali. "it felt so good. Thank you?"