GADIS ITU MENYERAH

614 39 3
                                    

Hai, perkenalkan, namaku Shena.

Mereka memanggilku si yang tak pernah bisa move on. Ini kisahku, mau dengar?

______________

Aku terdiam, menatap kerumunan orang di depanku. Entah apa yang dipikiranku, aku tak pernah bisa fokus melihat sekililingku dari tadi.

Duduk sendiri di sebuah gedung bioskop dengan kaki yang bergerak resah dari tadi.

Ahh... Lagi-lagi dia mungkin lupa.

Ku lihat handphoneku dan kesedihan langsung menyergapku. Dia tak pernah membalas pesanku yang mengingatkan janjinya kemarin. Aku kembali menengadahkan kepalaku, tersenyum kecut melihat sepasang kekasih yang dengan mesranya bertukar cerita.

Aku iri, kenapa aku tak bisa bahagia seperti mereka?

Bukankah hal seperti ini sudah biasa? Ketika kau tidak diutamakan oleh orang yang bahkan selalu ada dalam pikiranmu.

Namanya Bian, orang yang selalu mengabaikan dan melupakanku ketika dia sedang "sibuk" dengan teman-teman wanitanya.

Ia bahkan pernah membuatku menunggunya lebih dari 2 jam di depan kantor dan dengan gampangnya dia mengatakan tak bisa keluar denganku. Kau tau kemana ia pergi? Bersama wanita lain dan memintaku untuk memahaminya.

Aku bahkan pernah mendengarnya mengatakan bahwa ia menjemput dan mengantar teman wanitanya ketika pergi. Hal yang tak pernah ia lakukan kepadaku karena aku dirasa mampu pergi dan pulang sendiri. Padahal ia tak pernah tahu betapa berharapnya aku diberikan perhatian seperti itu. Aku juga wanita yang terkadang takut pulang malam. Aku merasa tidak pernah ada artinya.

Ia bahkan mengatakan tak pernah mau memboncengku. Melabeliku sebagai teman dan tak ada hak untuk tahu kemana ia pergi hari ini. Tapi apa yang ia lakukan? Menanyakan kemana aku pergi, dengan siapa dan kapan aku pulang. Mengikatku untuk terus bersamanya dengan benang yang tak terlihat. Terus terlihat seolah olah dia menginginkanku dan menyukaiku, hingga membuatku kembali jatuh dalam pesonanya.

Padahal aku hanyalah seorang yang tak pernah dengan bangga ia perkenalkan kepada teman-temannya. Sedangkan wanita itu, ia selipkan dalam setiap cerita pada teman-temannya.

Masih kurang sakit bagimu?

Ia tak pernah mau mengantar makanan kepadaku hanya karena orang-orang disekitarku mulai tahu mengenai keberadaannya. Mungkin aku memalukan untuk dia perkenalkan sebagai teman wanitanya. Ia menganggap prestasiku selama ini hanya hal biasa dan mencari kehebatan wanita lain yang bahkan sama denganku. Aku memang tidak layak untuk dibanggakan olehnya. Padahal seberapa sering aku membanggakan dia dalam ceritaku.

Aku pastikan malam ini akan menangis dengan kencang. Setelah itu, aku akan pergi dari hidupnya. Tidak hanya mendiamkannya seperti yang kulakukan selama ini, tapi aku akan benar-benar meninggalkannya. Meninggalkan lingkungan tempatku tumbuh bersamanya.

___________________________________________

"Bian, Shena dimana? Lo tau?"

Bian menoleh, melihat wanita yang akrab dipanggil Jenny. Ia teman baik Shena.

"Enggak, emang kemana? Bukannya masuk tadi?" Ia memandang heran wanita yang nampak panik di depannya.

"Enggak, ga masuk. Gimana sih lo, aduh kalau dia mendadak pergi gimana...."

"Maksud lo? Mendadak pergi gimana Jen?"

"Enggak, udahlah, ga ngaruh juga kan buat lo. Pergi dulu." Jenny langsung berlari, menjauhi Bian yang kebingungan.

Sedetik kemudian dia tersadar. Merogoh handphone miliknya dan kemudian perasaan bersalah mulai muncul.

Ia melupakan janjinya untuk nonton bersama kemarin. Bian menghela nafas, ia harus memutar otak untuk kembali membujuk Shena. Janji yang ia utarakan kemarin sebenarnya sebagai bentuk rasa bersalahnya ketika harus menurunkan Shena ditengah jalan. Ia melakukan itu sebenarnya karena ada keperluan mendadak menjemput Nikita dan jalan bersamanya.

Bian memutuskan untuk mengejar Jenny. Ia ingin menawarkan bantuan untuk mencari keberadaan Shena dan lagi-lagi akan memberikan tawaran agar gadis itu memaafkannya.

***

"Shena sudah pindah Jen." Ucap salah satu teman dekat dan sekaligus tetangga Shena, Fani.

Fani menatap marah ke arah Bian yang nampak bingung mengelola informasi darinya. Shena merupakan anak bungsu yang memutuskan untuk tinggal sendiri di Indonesia, ketika semua keluarganya pindah ke Jepang 3 tahun yang lalu. Bian bingung dan tak mengerti kemana Shena akan pindah karena gadis itu tak pernah membahasnya.

"Lo tau kemana dia pergi Fan?" Ucap Bian.

Jenny melirik tajam ke arah laki-laki itu, begitupun Fani.

Dengan helaan nafas Fani menjawab "Udahlah, ga perlu lo tau. Biarkan dia sendiri dulu."

"Maksud lo apa? Kenapa sih?" Bian semakin bingung dengan jawaban Fani.

"Masih tanya lo, lo pikir siapa yang ngebuat Shena harus pagi-pagi buta mengemasi barang seadanya dan memutuskan pindah ke luar kota?" Fani menatap Bian dengan pandangan menusuk.

"Udah balik aja lo ian, gue masih ada perlu sama Fani."

"Enggak, gue mau disini sampai lo kasih tau. Shena di dalam kan? Ga mungkin, dia ga ada cerita mau ke luar kota ke gue." Bian bersikukuh.

"Emang lo siapa? Emang harus dia cerita ke orang yang ga pernah ada akhir-akhir ini buat dia?" Fani melipat tangannya ke depan, menantang Bian yang mulai kesulitan menahan emosinya.

Bian panik karena belum sempat minta maaf ke gadis itu.

"Lo pikir siapa yang ngebuat dia menyerah dan memutuskan pindah dari sini? Lo sadar ga, pernah menyakiti dia? Gue yakin lo pasti sadar dan mungkin ngerasa sangat bersalah saat ini. Jadi ga ada yang perlu lo lakukan, jangan sok menjadi pahlawan untuk dia. Mending lo membiarkan dia pergi dan melupakan semua cintanya buat lo."

Fani berjalan menjauhi Bian yang semakin bingung dan tenggelam dalam pikirannya. Yang ia ingin lakukan adalah menanyakan langsung pada Shena apa arti perkataan Fani. Tak pernah ia bayangkan, apa yang ditakutkannya selama ini terjadi hari ini. Bahwa Shena akan menyerah dan melepaskannya. Ia memang tidak menyukai gadis itu, setidaknya belum namun ada keegoisan dalam dirinya yang menginginkan Shena tetap berada di sampingnya.

"Gue pulang sendiri ya Bian, mending lo turuti perkataan Fani. Ini semua demi Shena."

Belum sempat dicegah, Jenny juga pergi meninggalkannya dan berlari menyusul Fani.

Bian tidak tahu, perasaan apa yang ia rasakan saat ini. Yang ia tahu bahwa ia harus segera mencari keberadaan dari Shena secepatnya. Ia tak ingin semuanya terlambat.

Mari kita tinggalkan Bian dengan segala keegoisan dan kalut dalam dirinya.

***

Akhirnya setelah sekian lama, kembali meneruskan akun ini untuk menulis semua yang dipikiran dan yang terpendam eheeee

Yok, jangan lupa like dan komen yaaaaa!!

TAK BERSAMBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang