BERUBAH

187 12 3
                                    

Shena's POV

Aku tidak mengerti, apa yang sedang terjadi. Semalam sebelum Bian berubah, ia bahkan tidak mengirimiku pesan sama sekali selama 3 hari. Yang aku tahu Bian terlampau sibuk untuk mendekati Gabriella, seorang model yang baru dia kenal.

Bian pernah meninggalkanku di kantin sendirian, bahkan saat makananku masih penuh. Itu terjadi karena dia tiba-tiba mendapatkan pesan dari Gabriella. Entah apa yang dipikirannya saat itu. Memang, kami hanya berteman, itu fakta yang membuatku sakit dan bertindak sesuai batasanku, tapi aku juga manusia. Jika kami hanya berteman kenapa dia tidak bisa menghargaiku sebagai teman.

Akupun merasa aneh ketika hampir setiap saat, Bian menghampiriku sekarang. Dulu dia hanya menemuiku saat butuh bantuan atau saran. Selalu. Selalu karena alasan tertentu ia mau menemuiku, bukan karena sengaja bertemu untuk bercerita atau sekedar melihatku. 

Tentu hal seperti itu sangat merusak harga diriku. Tapi tidak ada hal yang bisa ku lakukan. Aku bahkan tidak bisa meninggalkannya. Bukan karena aku terlalu sayang, melainkan tidak ada alasan yang kuat bagiku untuk meninggalkannya.

Bukankah kita hanya berteman? Kenapa sebegitunya aku ingin dihargai? Bukankah kita hanya saling membantu sejak awal? Ralat, hanya membantu dia sejak awal.

Mataku kini menatap ke arah Bian yang berlari mendekat. Ditengah hujan, ia menyempatkan waktu jeda kelasnya untuk menemuiku.

Jika kau tanya apakah hati berbunga? Yaa, aku sangat senang akan hal ini. Tapi seperti ada yang aneh, ada rasa takut dan canggung yang kurasakan bersamaan. Aku masih ragu dengan semua perlakuannya, ini terlalu mendadak.

"Bian, hati-hati!" Teriakku begitu melihatnya hampir saja terpeleset.

Namun Bian hanya tersenyum kecil dan melanjutkan langkahnya.

Sesampainya di dekatku, aku langsung membantunya membuka jaket dan membersihkan air di pundaknya. Aku mengeluarkan tisu untuk membantu mengelap air yang ada di wajah dan rambutnya.

Tiba-tiba Bian meraih tanganku dan mencium punggung tanganku. Aku terdiam. Tidak bisa dipungkiri bahwa jantungku berdetak sangat kencang. Aku benar-benar dibuat salah tingkah oleh kelakukan Bian sendiri.

"Hey, hey, ini di kampus loh bi. Banyak fansmu hehe." Kataku sambil menarik tangan kemudian memukul dadanya. 

"Kenapa sih? Aku berespon seperti ini karena bersyukur memiliki kamu yang begitu pengertian. Makasih yaa, sudah dibantu lap hehe." Kata Bian sambil mengosok kain yang ku berikan barusan ke rambutnya.

Aku hanya mengangguk, mengajaknya untuk berjalan ke area bangku belajar di fakultasku.

Bian memperhatikanku, bahkan membantu membersihkan bangku yang akan aku duduki. Ia membantu membersihkan tanganku yang sedikit kotor karena membantunya membersihkan air hujan yang ada ditubuhnya.

"Bian, aku penasaran akan sesuatu." Tanyaku setelah teringat sesuatu melihat perlakuannya ini.

"Hm? Kamu penasaran soal apa?" Tanya Bian sambil santai mengeluarkan laptop miliknya.

"Soal perkataanmu waktu lalu." Tanyaku lagi. Aku gugup.

Bian menghentikan aktivitasnya, menatapku sambil tersenyum kecil seolah berusaha membuatku nyaman untuk bertanya. 

"Hmm?" Gumam Bian sambil mencondongkan badannya ke arahku. 

"Kamu pernah bilang kalau sudah biasa merawatku saat sakit. Sekarang kamu membantuku membersihkan tangan seperti ini. Seolah kamu sudah biasa memperlakukanku seperti ini. Kamu terlihat ahli tau tidak? Kamu bohong ya? Kamu hanya sudah biasa memperlakukan perempuan yang kamu deketi seperti ini ya?" Tanyaku.

TAK BERSAMBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang