THE TABLE TURN

508 30 2
                                        


Bian melangkah dengan kaki goyah. Raut mukanya lelah seolah tidak tidur semalaman.

Ia berdiam diri dibawah sebuah pohon, melihat ke arah sekelilingnya. Berharap menemukan seseorang yang ia kenal dan mungkin ia rindukan.

Bian tidak tahu apa yang ia rasakan. Selama ini, saat ada Shena di sampingnya ia tidak merasa bahwa perempuan itu spesial dalam kehidupannya.

Jangan ditanya, banyak perempuan yang mendekatinya atau bahkan ia dekati. Sangat banyak, bahkan semua perempuan itu ia ceritakan pada Shena.

Ia puji semua perempuan yang pernah dekat dengannya. Menunjukan semua kelebihan yang mungkin tidak dipunyai Shena, tanpa rasa peduli apakah temannya ini akan terluka atau tidak.

Ya, teman, hanya teman. Karena Bian tidak pernah berpikir akan mencintai perempuan itu.

Bahkan ia masih menyangkal semua rasa yang muncul saat ini adalah cinta.

Entah mengapa semuanya terasa hampa, kosong, seperti ada yang hilang. Hari-harinya lemas dan tidak bersemangat. Ia bahkan tidak tertarik dengan beberapa perempuan yang dikenalkan temannya kemarin.

Ia hanya bisa memandangi handphone.

Centang satu.

Shena sepertinya benar benar meninggalkannya, bahkan semua sosial medianya hilang. Bagaimana cara Bian bisa menghubunginya kalau begitu.

Kesana kemari ia mencari, bertanya pada teman dekat Shena bahkan mendatangi kota-kota yang pernah disebutkan ingin dikunjungi. Semua itu hasilnya nihil.

Ia terdiam, tanpa suara dan tanpa ekspresi. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Kehilangan teman wanita yang paling dekat itu ternyata semenyakitkan ini.

Sudah 1 tahun ia mencari, beralasan ingin menjelajahi dunia. Padahal semua ia lakukan untuk menemukan Shena.

Sampai hari wisudanya hadir. Ia merasa sedih karena Shena tidak ikut merayakan kelulusan dengannya.

Tidak ada tempat berlabuh, tempat untuk pulang, tempat ternyaman dari semua rasa. Tempatnya mengekspresikan diri tanpa beban.

"Bian!" Teriak seseorang dari kejauhan

Bian mendongakkan kepalanya dan mencoba berdiri

"Bagaimana? Apa ada kabar dari Shena?" Tanyanya bersemangat.

"Kalau dari aku tidak ada, tapi aku berhasil membujuk pacarku untuk cerita dimana Shena." Jawab laki-laki itu sambil membalikkan badan dan memanggil seseorang.

Jenny.

Teman dekat Shena.

Tanpa bisa bersabar lagi, Bian melangkahkan kaki dan langsung mencoba berlutut di depan Jenny.

"Aku mohon jen, tolong bantu aku meluruskan semuanya" suaranya bergetar, ia tidak sanggup dirundung rasa bersalah yang sangat banyak.

"Hmm, kamu janji tidak akan menyakitinya?" Ucap Jenny

"Ya. Apapun itu, akan aku lakukan untuk meyakinkanmu, aku hanya ingin meminta maaf." Jawab Bian tegas.

Jenny menginstruksikan kepada laki-laki itu untuk berdiri.

Setahun ini, Jenny tahu betul perjuangan laki-laki itu untuk mencari Shena. Apapun sudah dilakukan, termasuk terus memohon kepadanya untuk diberitahu dimana Shena.

Jenny sendiripun pernah melihat Bian meneteskan air mata walau sebentar. Bahkan ia sempat menanyakan, kenapa Bian begitu terlihat menyesal?

Padahal ia tidak pernah menyukai Shena sebelumnya. Padahal begitu banyak wanita yang ia puja-puji disekitar laki-laki itu. Bahkan Shena bukan kriterianya. Apakah semua ini karena rasa bersalah?

TAK BERSAMBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang