[0'3]

2.5K 273 22
                                    

Hari ini [name] kebagian jadwal piket.

sebelum pulang, ia dan teman sekelompoknya membereskan kelas terlebih dahulu.

"kalian ada yang mau buang sampah ini ke halaman belakang gak?" tanya seseorang dengan menunjukkan plastik sampah yang terisi penuh.

[name] yang habis menyapu menawarkan diri, "sini, biar aku aja."

"wah makasih!"

"hei jangan [name] yang bawa sampah berat! dia kan punya 'itu'. lo gimana sih?" tegur salah seorang kepada orang tadi.

"[name] yang mau sendiri kok!" elaknya.

[name] sadar akan hal yang dibicarakan. ia melerai kedua temannya yang hampir bertengkar karenanya, "eh gapapa kok. cuma bawa sampah ke halaman belakang gak masalah buatku."

"beneran [name]?" tanya mereka khawatir.

"iyaaa, lagian gak terlalu berat kok. aku masih kuat lho!" ujar [name] sambil memperlihatkan otot lengannya (yang sebenarnya tidak ada apa-apa).

kedua orang itu sedikit merasa tidak enak, tapi mereka iyakan saja, "kalo gitu makasih ya [name]!"

₊˚ˑ༄ؘ  ˘͈ᵕ˘͈

halaman belakang lumayan jauh dari gedung utama. [name] harus memutar dulu agar sampai.

memang pr banget sih, namun bagi [name] bukan masalah.

sedikit lagi sampai di halaman belakang. ketika [name] akan berbelok, ia melihat ada orang yang sedang. . . . merokok?!

[name] putar balik dan bersembunyi di balik dinding.

dalam pikiran [name], banyak sekali pertanyaan berkecamuk di kepalanya.

siapa itu siswa yang berani sekali merokok dan masih di lingkungan sekolah? nyalinya gede juga ya. apa ia tidak kepikiran bisa saja ketauan seperti [name] yang memergokinya sekarang?

tidak bisa dibiarkan, [name] akan melaporkan hal ini ke guru. tapi sebelum ia sempat pergi, "ah bangsat. selalu aja Sae, Sae, Sae! gue capek anjing."

tunggu, [name] mengenal suara itu. . . . itu suara Rin!

dengan hati-hati [name] mengintip untuk membuktikan dugaannya benar atau tidak. dan ternyata itu memanglah Rin yang sedang merokok!

"gak di rumah, di sekolah, gue selalu kena. argh sialan! gue benci banget sama hidup gue."

"cuma orang itu aja yang selalu dipandang bener. dasar ketos tolol."

[name] tidak mengerti mengapa ia menjadi terus menguping seperti ini. tapi ia ingin sekali tau masalah Rin. (read: cari masalah dengan Rin)

sepanjang mengupingi Rin, [name] mendengar banyak sekali hinaan dan kata-kata 'mutiara' yang dikeluarkan Rin tentang Sae.

mulut laki-laki lemas sekali ya, pikirnya.

Rin menghirup rokoknya lagi, tetapi tidak ada lagi asap yang ia rasakan. maka ia buang sembarangan puntungnya di sana.

"gak ada gunanya gue ngeluh begini. gak ada yang akan peduli sama gue juga."

mendengar suara langkah kaki Rin yang mendekat, [name] menjadi panik. ia letakkan saja kantong sampah itu asal, dan baru saja ia mau pergi—

Rin memergokinya duluan.

hatinya memekik panik. [name] hendak kabur tetapi Rin menghentikannya duluan dengan mencekal pergelangan tangannya.

"bangsat, lo ngupingin gue ya?!" tanya Rin dengan nada tinggi.

[name] sungguh ketakutan sekarang. tubuhnya membeku karena sangat takut.

melihat [name] tidak berkutik, Rin menariknya hingga tubuh perempuan itu mendekat pada dirinya.

"gue tanya sekali lagi sama lo, lo denger semuanya yang gue ucapin huh?!"

perempuan itu masih diam tanpa berani menatapnya, membuat emosi Rin mencapai luar batasnya.

ia menarik tangan [name] keatas, membuat perempuan itu kesakitan.

[name] menahan pergelangan tangannya yang ditarik semakin ke atas oleh Rin, "a-akh! sakit!"

"dikasarin baru ada suaranya huh? cewek emang suka dikasarin ya?" ejek Rin. [name] masih menundukkan kepalanya sambil merintih.

merasa sia-sia jika terus begini, Rin membuang napasnya kasar.

"hei, gue tau lo itu asistennya si Sae. awas aja kalo lo ngasih tau semua yang lo denger tadi ke Sae. gue bakal buat kehidupan sekolah lo kacau, ngerti?!"

"kalo orang lagi ngomong tuh liat matanya, anjing!" Rin mencengkram pipi [name] dan mengangkat wajahnya ke atas.

tubuh [name] bergetar menahan takut, matanya berair, dan kedua sudut bibirnya menekuk ke bawah. ia benar-benar akan menangis setelah ini.

"l-lepasin. . . sakit. . . ."

Rin baru menyadari apa yang ia lakukan. perlahan cengkramannya mengendur. ia selalu saja begini ketika tersulut emosi, tidak peduli siapa lawannya.

[name] melangkah mundur begitu cengkraman Rin benar-benar terlepas. ia memegangi tangannya yang kesakitan dan meninggalkan bekas.

Rin sama sekali tidak mengatakan apa-apa setelahnya. tanpa perlu berpikir 2 kali, [name] segera pergi.

sambil berjalan cepat—karena [name] tidak bisa berlari—ia menangis. sungguh, dirinya benar-benar ketakutan.

ia tarik pikirannya kemarin.

two of us, 𝓘𝘁𝗼𝘀𝗵𝗶 𝗿𝗶𝗻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang