[1'0] 🎶

2.1K 248 28
                                    

A/N: lagu di mulmed bisa dipasang biar makin menghayati digenjreng sama mas Rin (><)

₊˚ˑ༄ؘ  ˘͈ᵕ˘͈

jari-jari lenturnya menyusuri senar-senar gitar elektrik, menciptakan melodi yang mengisi ruangan.

matanya terpejam, meresapi setiap nada yang diproduksi oleh instrumennya.

siapapun yang mendengarnya akan terhipnotis dengan gerakan halus jarinya dan getaran melodi itu, menciptakan suasana yang mendalam dan memikat.

R U Mine? adalah lagu yang sedang Rin mainkan.

tetapi, ayolah! siapa yang tidak akan tersihir oleh permainan pemuda itu? seorang Itoshi Rin, yang tidak akan pernah kalian sangka adalah seorang gitaris andal.

Rin berhenti memainkan gitarnya setelah lagu itu selesai.

dengan raut tidak percaya sekaligus kagum, tepuk tangan yang [name] hasilkan memenuhi ruangan.

"hebat! cara kamu main udah kayak profesional!!" puji [name] disela tepuk tangan.

muncul sedikit blush pada kedua pipi pemuda itu, "biasa aja." balasnya sok cuek.

[name] terkekeh. ia bisa melihat jelas sedikit kemerahan pada pipi tirus milik Rin. jelas sekali, pemuda itu tidak biasa dipuji.

tempat pertemuan rahasia yang aman untuk mereka sekarang adalah ruang seni.

akses masuknya cukup mudah. Rin adalah salah satu pengurus ekskul seni.

"sekarang gantian." ujar Rin.

"eh? apanya?" tanya [name] polos.

"gue udah main satu alat musik di sini, sesuai yang lo minta kan? sekarang gue mau lo main satu alat musik juga." titah Rin, sedikit memaksa.

[name] menguasai piano. tapi ada rasa sakit jika mengingat terakhir kali dirinya mainkan.

"aku bisa main piano. tapi ruang seni gak punya piano ya?" tanya [name]. berharap agar Rin mengurungkan permintaan terhadapnya itu.

Rin tersenyum miring. ia bangkit dari kursinya.

"sini, ikut gue."

[name] mengikuti Rin sampai mereka berhenti di sebuah pintu di sudut ruangan. terlihat usang dan berdebu.

ceklek

Rin membuka pintu itu. rupanya ini adalah gudang perlengkapan alat musik.

ketika pandangan [name] berotasi ke sebelah kanan, ia menemukan sebuah piano klasik.

melihat piano kembali setelah sekian lamanya membuatnya rindu dengan masa kecil.

"ini persis banget kayak pianoku dulu! kangennya~!"

[name] mendekati piano dengan warna kecoklatan itu. meraba teksturnya, sedikit berdebu. membuka penutup tuts. memencet beberapa tuts sehingga menghasilkan suara yang cukup bergema di ruangan.

"ayo mainin." titah Rin.

"emangnya boleh? ini kan punya ruang seni."

"gue kan kepala ruang seni. justru gue lagi ngasih lo perintah buat mainin itu juga, sekarang."

[name] memilih untuk patuh saja.

[name] duduk di kursi piano itu. sedangkan Rin sudah mengambil kursi lain dan duduk di samping [name].

kedua tangan [name] sudah melayang di udara. jari jemarinya sudah siap untuk memainkan rentetan tuts putih dan hitam itu.

anehnya, ia agak kaku untuk memulainya.

"kenapa?" tanya Rin.

[name] menggaruk tenguknya malu, "aku gak tau mau main musik apa. saking lamanya aku gak main lagi."

Rin mengangguk mengerti. hal seperti itu wajar bagi orang yang tidak rutin latihan atau lama tidak memainkan alat musik lagi.

"tapi pasti lo masih inget basicnya kan? mainin satu lagu. apa aja. terserah lo."

sebetulnya ada satu lagu yang [name] kuasai. bahkan ia masih mengingatnya dengan jelas. tetapi lagu itu membangkitkan rasa sakit di hatinya lagi.

"ada."

Rin langsung sumringah, "ayo mainin."

[name] mengangguk. mengambil nafas panjang. jari-jari lentiknya mulai menekan tuts itu, merangkai sebuah melodi lagu.

suara tuts yang dihasilkan mengeluarkan rangkaian lagu yang tidak begitu asing.

Rin tau lagu ini. Can't Help Falling in Love dari penyanyi legenda Elvis Presley yang kini gadis itu mainkan.

Rin menikmati setiap alunan nada yang dibuat oleh sang gadis. begitu indah dan menggetarkan hati.

sebagai sesama pemain musik, Rin menyadari satu hal. [name] memainkan itu dengan penuh perasaan emosi.

sedih, amarah, kekecewaan. semuanya bercampur menjadi satu. raut gadis itu sudah sangat menjelaskan.

tiba-tiba [name] berhenti bermain.

ia sudah tidak sanggup lagi.

tangisnya yang sedari tadi ia coba untuk tahan pun pecah.

"maaf aku gak bisa lanjutin. . ." ucap [name] dengan suara serak. tenggorokannya tercekat.

Rin mengangguk. mencoba untuk mengerti dan memahami gadis itu. pasti ada kenangan buruk tentang lagu itu di kepalanya.

tangan Rin meraih sebuah kotak tisu dan memberikannya untuk [name]. [name] mengambil beberapa lembar dan mengelap sekujur pipinya yang berlinangan air mata.

Rin tentu penasaran apa yang sebenarnya terjadi. tetapi ia tahan dulu rasa ingin tahunya.

setelah sedikit lebih tenang, [name] pun membuka suara, "maaf, kamu pasti kaget. . . tiba-tiba aku keinget kak Sae."

deg

jantung Rin berdegup kencang. apa yang telah kakak brengseknya lakukan kepada [name]?

"lagu ini. . . adalah lagu pertama yang aku tunjukan buat dia. saat itu, hubungan kami sangat dekat. tapi kak Sae malah. . ."

air mata turun kembali di wajahnya. mengingat bagaimana di hari [name] mengetahuinya adalah ia menemukan Sae dan Sana tengah bercumbu di ruang sekretariat.

diam-diam, Rin mengepalkan tangannya. rahangnya mengeras. menggigit bibirnya untuk menahan rasa kesal. mengutuk perbuatan kakaknya itu.

Rin meraih bahu gadis itu dan membuat mereka kini saling bertatapan.

"[name]. jangan buang-buang air mata lo buat orang brengsek itu. air mata lo itu berharga.

"karena lo tau. . ." Rin mengalihkan pandangannya, "ada cowo lain yang bisa bikin lo bahagia."

two of us, 𝓘𝘁𝗼𝘀𝗵𝗶 𝗿𝗶𝗻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang