[1'3]

1.9K 234 15
                                    

angin musim panas berhembus. meski sudah berada di penghujung musim panas, udara panas dari belahan bumi selatan tetaplah eksis.

begitu pula dengan dua remaja yang sedang dilanda perasaan emosional.

kini hanya keheningan yang melanda.

mengenyampingkan gengsinya, Rin pikir ini sudah waktu yang tepat setelah memastikan perasaannya selama beberapa waktu ini.

pemuda itu meremat seragam dekat dada sebelah kirinya. satu tangannya digunakan untuk menutupi wajah memerah dengan alibi menyisir rambut ke belakang. pandangannya ia alihkan dengan arah yang berlawanan dengan [name].

"[name], sebenarnya gue suka sama lo."

mendengar lontaran dari mulut Rin, seketika pupil [name] membulat. walau Rin berusaha dengan baik menutupi ekspresinya, telinga memerah itu adalah fakta yang tidak dapat disembunyikan.

[name] mengencangkan pegangannya pada rantai ayunan. kalau boleh jujur, ia juga menyukai Rin. sangat.

namun ia tidak ingin meninggalkan luka untuk Rin bila hari itu tiba.

"Rin, maaf. . ." ucap [name] pelan.

indra pendengaran Rin masih berfungsi dengan baik. perlahan Rin menolehkan kepalanya ketika perasaan aneh itu hilang.

sebetulnya perasaan berdebarnya langsung hilang ketika ia mendengar kata 'maaf' dari mulut gadis itu. Rin sudah tau jawaban akhir dari [name].

"gapapa. gue ngerti. perasaan emang gak bisa dipaksa."

"aku belom selesai bicara loh." [name] berujar sebab nada lemas dari si bungsu Itoshi itu.

"kalo menolak, harus kasih alasan yang jelas kan? kamu gak mau denger alasan aku?" tanya [name].

Rin mengalihkan pandangannya lalu mendecih, "yaudah cepetan."

[name] tertawa kecil. meski Rin terlihat acuh, tapi pemuda itu sungguh penasaran dengan alasan sang pujaan hati menolaknya.

walau ia sudah bisa menebak pasti alasannya. apa lagi kalau bukan masih menggalaui Sae—

"Rin, aku sakit."

"sakit hati?"

"gak salah sih. lebih tepatnya kardiomiopati, atau orang ngenalnya jantung lemah."

"hah?"

"aku udah punya penyakit ini dari lahir. dokter bilang, sebuah keajaiban karena sampe sekarang aku masih bisa bernafas. tapi waktuku di dunia ini emang udah gak lama lagi sih."

"a-apa?"

"jadi, lebih baik kamu cari perempuan lain. jangan aku yang kapan aja bisa ninggalin dunia ini—"

"tunggu! kasih gue waktu buat berpikir dulu!" potong Rin tiba-tiba, "[name], kenapa lo baru kasih tau sekarang. . ."

[name] mengangguk dengan senyuman tercetak di wajahnya, "maaf. aku rasa kamu perlu tau Rin. aku gak mau meninggalkan luka di kamu suatu hari nanti."

"––aku harap, setelah aku cerita hal ini, kamu perlahan menjauh dari aku. lupain aku. lupain semua yang udah kita lewati bareng."

Rin menggeleng lemah, "gak semudah itu [name]. . ."

[name] mengucapkan segalanya dengan lembut. membuat Rin semakin sesak.

sejujurnya, [name] sendiri tidak ingin berakhir seperti ini. [name] juga menyukai Rin. ialah yang membantunya melupakan sedikit demi sedikit mantan orang yang [name] sukai itu. Rin-lah yang selama ini telah memberinya kenyamanan.

namun itu adalah pilihan yang egois.

kebahagiaan mereka hanya akan bertahan sebentar. lalu yang tertinggal di dunia hanyalah luka belaka. [name] tidak menginginkan akhir yang begitu.

"[name]. gue lebih memilih pilihan yang egois daripada gak dengan lo sama sekali."

[name] tersentak. ia merasakan Rin berada di dekatnya sekarang.

benar saja. pemuda itu berada di belakangnya dan menahan tubuhnya dengan dua tangannya menggenggam kuat rantai ayunan yang diduduki [name].

[name] mendongak. mata mereka bertemu. ia menemukan tatapan Rin yang sendu ke arahnya.

sorot matanya yang dingin perlahan menghangat. Rin menatap gadis pujaan hatinya dengan penuh perasaan, "kasih gue kesempatan, oke? gue bakal ngebuktiin kalo semua ucapan lo itu salah."

tangan Rin perlahan turun. meraih tangan [name] yang juga sedang berpegangan di rantai ayunan. tangan mungil [name] dibungkus sempurna oleh telapak tangan Rin yang dua kali lipat lebih besar darinya.

"lo mau kan? kita buktiin sama-sama ya?" ucap Rin lagi. berusaha untuk meyakinkan gadisnya.

melihat kegigihan Rin, siapa yang tidak akan luluh? hati keras [name] pun meleleh karena Rin yang tak kalah keras juga.

setelah mempertimbangkan hal ini dan itu, [name] telah membulatkan keputusan. ini memang pilihan yang egois. mereka sama-sama egois.

[name] menganggukkan kepalanya. memberi sinyal positif pada Rin.

"aku mau."

tiba-tiba Rin berlutut, menyamakan tinggi badannya dengan [name] yang sedang duduk di ayunan. lalu merengkuh [name] ke dalam pelukannya.

Rin berjanji, ia akan memberikan kebahagiaan kepada gadisnya.

two of us, 𝓘𝘁𝗼𝘀𝗵𝗶 𝗿𝗶𝗻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang