[1'4] - selesai.

3K 263 80
                                    

mentari mulai menyembunyikan eksistensinya ditandai dengan langit yang perlahan bertransisi menjadi warna keoranyean.

meski hari ini matahari jauh lebih terik, tetapi angin yang berhembus begitu menusuk sampai ke tulang-tulang. wajar memang, sudah mau memasuki akhir tahun. cuaca makin tidak jelas.

pasangan itu makin mempercepat langkahnya. dipimpin oleh sang laki-laki yang berlari kecil dan tangan kanannya menggandeng tangan si perempuan.

laki-laki itu sama sekali tidak mengeluarkan keringat walau sudah berjalan hampir satu kilometer dari sekolah. sedangkan si perempuan sudah engap-engap menyamai energi si laki-laki yang tidak ada habisnya.

"Rin! tunggu! hah, hah. . . aku capek!" seru perempuan itu, [name], menarik tangan laki-laki yang berstatus sebagai pacarnya itu, untuk berhenti dan istirahat sejenak.

tubuhnya hampir saja ambruk kalau [name] tidak cukup cepat menahan beban tubuhnya dengan berpegangan pada pagar pengaman.

Rin mendekati sang pacar yang nampak begitu kelelahan. ia menyeka keringat di sekitar pelipis [name] tanpa perantara selain tangannya.

[name] mendongak menatap Rin yang tingginya jauh beda dengan dirinya, "pelan-pelan dong! aku gak bisa nyamain langkah kamu yang gede itu!"

Rin tertawa kecil, "maaf aku udah buat kamu kecapekan." ucap Rin halus dan lembut.

[name] menggerutu, "aku heran, kamu sama sekali gak keringetan walau lari-larian?"

Rin mengulas senyum. senyum yang ditujukan hanya untuk gadisnya.

"aku kan atlet." ucapnya dengan penuh bangga. ya, komposisi tubuh Rin memang sudah setara dengan atlet sungguhan sih. [name] sama sekali tidak menepis hal itu.

"gimana? udah lebih baik?" tanya Rin setelah menunggu beberapa lama [name] beristirahat.

bukannya lebih baik, yang ada nafas [name] makin tidak teratur. ditambah, dada sebelah kirinya kembali nyeri. nyeri yang sangat hebat.

tetapi dengan baik [name] berusaha untuk tidak menunjukkan ekspresi kesakitannya.

begitu [name] menyeletuk ingin mendaki bukit yang ada di belakang perkotaan bersama Rin, pemuda itu dengan cepat menyelesaikan pemotretan untuk yearbook kelasnya. lalu menarik [name] ke bukit yang biasa dijadikan tempat piknik keluarga itu.

bahkan mereka berdua masih memakai pakaian yang sama digunakan saat pemotretan.

tak kunjung dijawab, Rin bersuara lagi, "[name]? kamu gapapa?"

"Rin, kayaknya aku udah gak kuat jalan lagi."

sungguh, sekarang kaki [name] mendadak lemas untuk digerakkan.

tiba-tiba Rin mengambil tindakan gila. mengangkat tubuh [name] dan menggendongnya ala bridal style.

"kita udah setengah jalan, sayang kalo turun lagi. aku gendong kamu sampai ke atas."

"Rin, malu ih!" berontak gadis itu. Rin tidak mendengarkan memilih melanjutkan perjalanan yang tertunda.

tentunya mereka menjadi sorotan dengan gaya yang mencolok itu. [name] terus memberontak. dari memukul, mencubit, hingga menjambak rambut Rin minta diturunkan.

setelah pacaran, kesabaran Rin seluas samudra. Rin sama sekali tidak marah sehabis dianiaya oleh gadisnya tercinta.

akhirnya, Rin memilih mengalah. [name] tetap digendong namun di punggungnya.

hingga sampailah mereka di bukit dengan pemandangan bawah kota yang indah. bahkan gedung sekolah mereka terlihat dari sini. juga pemandangan matahari yang sebentar lagi akan terbenam.

mereka berdua duduk di bawah pohon besar yang lebat. [name] bersandar beralaskan tubuh Rin. pemuda itu sendiri yang menarik tubuh [name] untuk bersandar pada dirinya.

selama memandangi matahari, keheningan melanda. bukan bentuk keheningan yang canggung, namun hening dalam artian sebuah bentuk kenyamanan menikmati waktu bersama sehingga tidak perlu diungkapkan dengan kata-kata lagi.

mendadak kepala [name] terasa pusing sangat hebat. pandangannya berkunang-kunang, diikuti rasa nyeri di dada sebelah kirinya.

'nggak. . . aku udah minum obat pereda nyeri. tapi kenapa rasanya tetep sakit?'

melihat [name] memegangi kepalanya dengan raut menahan sakit, Rin pun jadi khawatir.

"[name]? kamu sakit lagi? kita pulang aja oke? besok kita bisa ke sini lagi." tawar Rin. hendak untuk menggendong [name] lagi.

[name] menggeleng cepat. menghentikan aksi Rin itu, "aku gapapa. ini cuma sakit biasa. aku udah minum obat kok." ujar [name] dengan menunjukkan wajahnya yang tersenyum cantik untuk meyakinkan pemuda itu.

Rin mencoba untuk percaya, namun hatinya berkata lain. hatinya mengatakan [name] jelas tidak baik-baik saja.

menyadari raut Rin yang seakan meragukannya, [name] meraih rahang pemuda itu, lalu memberi kecupan lembut di bibir pacarnya. meninggalkan keterkejutan di wajah Rin. ini ciuman pertama mereka!

"aku baik-baik aja Rin. kita nikmati aja ya waktu bersama kita?" ucap [name] dengan senyuman cantiknya.

[name] kembali menyandarkan tubuhnya pada Rin. gadis itu bertindak seolah tidak terjadi apa-apa. Rin masih membeku, memproses kejadian barusan.

tidak adil! pikirnya. padahal Rin yang ingin mencuri kesempatan untuk mencium [name] duluan, malah [name] yang mendahuluinya.

"Rin."

[name] memanggilnya dengan nada rendah dan dalam. membuat Rin tersentak.

"matahari terbenamnya cantik ya?"

[name] menunjuk ke matahari yang sedang terbenam. sudah setengah bagian dari matahari itu menenggelamkan dirinya. langit pun perlahan mulai gelap.

Rin mengangguk, "iya. cantik."

sejak dulu, Rin tidak menemukan melihat matahari terbenam sebagai kegiatan yang menyenangkan. malah menurutnya akan membosankan.

untuk apa kita memandangi matahari terbenam? itu bukanlah sebuah peristiwa langka yang akan terjadi sekali dalam ratusan tahun kan? itu tidak berguna.

namun Rin sekarang menemukan jawabannya.

matahari terbenam memperoleh kecantikan sejati ketika disaksikan bersama individu yang kau cintai.

"[name] aku mau kita bisa liat sunset lagi nanti—"

sruk

kepala [name] terjatuh dari bahu pemuda itu. [name] sama sekali tidak bergerak.

Rin kembali memproses kejadian barusan. menelan ludahnya sendiri, membatin tidak mungkin. sekali lagi Rin memanggil [name].

". . . [name]?"

tidak ada jawaban dari gadis itu.





















A/N: setelah dipikir pikir, ending inilah yang terbaik! ^_^
maaf ya Rin, sebenarnya aku sayang kamu kok 🫶

two of us, 𝓘𝘁𝗼𝘀𝗵𝗶 𝗿𝗶𝗻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang