[0'6]

2.1K 250 7
                                    

'akhir-akhir ini, pusingnya semakin terasa.'

sedari tadi [name] tidak berhenti memegangi kepalanya. sesekali ia juga memberikan pijatan lembut di pelipisnya, berharap dapat sedikit mengurangi rasa sakit di kepalanya.

[name] yang biasanya dapat menyelesaikan seluruh tugas dengan cepat tetapi kali ini mengerjakan 1 formulir saja menghabiskan 10 menit.

'aku gak bisa fokus. . .'

tes

tetesan darah jatuh begitu saja di atas formulir yang sedang ia kerjakan.

matanya terbelalak, 'astaga! aku mimisan lagi!'

[name] meraih tisu yang ada di dekatnya. melepas sumpalan tisu yang sudah penuh darah dari hidungnya dan menggantinya dengan yang baru.

'kayaknya aku gak kuat kalo harus selesain ini semua.'

tanpa berpikir 2 kali, [name] membereskan sisa-sisanya. termasuk formulir yang terkena tetesan darahnya. ia melemparnya ke tong sampah.

setelah ruangan sekret sudah terlihat rapi. [name] segera mengunci ruangan itu.

sambil berjalan untuk pulang, [name] tidak bisa berhenti memikirkan kejadian tadi.

akhir-akhir ini rasa pusing suka menderanya, ia juga jadi sering mimisan, selain itu dada sebelah kirinya terkadang terasa nyeri.

sebenarnya [name] tau alasannya mengapa. ialah karena dirinya selalu melewati jadwal mengkonsumsi obat.

'aku harus lebih sering minum obat. tapi aku juga benci obat.'

langkahnya kini telah sampai di luar gedung sekolah. [name] harus melewati lapangan untuk menuju ke gerbang.

meski pandangannya ke depan, tapi pikirannya kosong. [name] melamun memikirkan perkiraan jangka waktu hidupnya yang tertinggal sebentar lagi.

hanya saja [name] tidak tau, ada bola sedang melayang kencang ke arahnya.

"WOI CEWE, AWAS!"

seketika [name] tersadarkan dari lamunannya, tetapi sepertinya sudah terlambat—

dukh

seorang pemuda menahan bola itu dengan mudahnya.

tinggal sepersekian detik saja, bola itu akan menghantam kepala [name]. kalau pun iya, mungkin dirinya akan mati di tempat.

[name] tentunya shock dengan kejadian barusan.

tapi perhatiannya langsung tertuju kepada pemuda yang telah menahan bola itu.

pemuda itu menggunakan jersey bertuliskan 'RIN' di belakangnya.

'I-Itoshi Rin?!' [name] tambah terkejut dengan fakta itu.

Rin perlahan membalikkan tubuhnya. rautnya begitu datar.

"lo gapapa kan?"

bibir [name] seketika kaku. makanya ia hanya menganggukan kepalanya.

salah satu rekan Rin menghampiri, "untung ada lo yang nahan bolanya Rin." katanya cengengesan.

Rin berdecak, "bukannya lo harus minta maaf? lo hampir celakain anak orang."

rekannya bergidik ngeri. aura yang Rin keluarkan begitu mengerikan.

orang itu beralih kepada [name], "hei gue minta maaf ya? lo gak kenapa-napa kan?" [name] menggeleng.

ia mendesah lega, "syukurlah. gue takut banget lo kena tadi." tangan orang itu terulur untuk meraih wajah [name].

[name] memelotot. apa-apaan orang ini?!

tak

Rin menepis tangan orang itu. rautnya kini menjadi kesal.

"yang nyuruh lo buat nyentuh dia siapa sih?" desis Rin. kali ini jauh lebih mengerikan dari yang sebelumnya.

niatnya yang mau sedikit modus pun hilang. orang itu pun melangkah mundur dan pergi tanpa mengatakan apa-apa.

Rin membuang nafasnya kasar. rekannya yang itu memang terkenal suka mendekati perempuan. makanya ia begitu protektif tadi.

"emm. . . Rin?"

Rin tersentak begitu namanya disebutkan. kemudian perlahan membalikkan tubuhnya, dengan rautnya yang kembali datar.

". . . makasih." ucap [name] sangat kecil, tetapi pendengaran Rin tentu masih baik.

pemuda itu tertegun. rasanya seperti ada serangan jantung kecil yang barusan menyerangnya.

entah kenapa ia menjadi tidak berani menatap perempuan itu, "y-ya. sama-sama."

"sekali lagi, makasih ya." [name] sedikit membungkukan tubuhnya kemudian pergi.

Rin pun ikut meninggalkan tempat itu. ia harus cepat-cepat kembali ke lapangan untuk babak selanjutnya.

namun di saat yang sama, pikirannya agak kacau.

perasaan apa ya barusan? rasanya aneh dan menggelitik, tetapi menyenangkan. Rin pun merasa ketika berada di dekat perempuan itu atmosfernya berbeda.

seperti. . . mendebarkan? darahnya menjadi mengalir lebih cepat.

tunggu. sejak kapan pipinya terasa panas? bukan, malah seluruh wajahnya kini terasa seperti kesemutan! perasaan apa ini?!

masa sih Rin benar-benar menyukai—

tidak! ini pasti karena matahari yang sedikit lebih terik sore ini. makanya Rin menjadi begitu sensitif.

ya, mungkin karena itu.

Rin menyisir rambutnya ke belakang, 'fokus Itoshi Rin. fokus sampai di babak kedua ini.'

two of us, 𝓘𝘁𝗼𝘀𝗵𝗶 𝗿𝗶𝗻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang