Ikhlas

18 2 0
                                    

Cerita kita telah selesai. Atas segala perasaan yang pernah kumiliki, kini tak ada lagi. Selamat berbahagia, baik hidupku atau hidupmu semoga mendapat perlindungan-Nya

- - - - -

Tok tok

Suara pintu diketuk saat aku baru saja akan masuk kamar setelah berdebat dengan Mas Kaffa. Berbicara soal pria menyebalkan yang sudah 30 tahun itu, dia memang sudah menikah. Namun dia dan istrinya diminta ayah untuk tinggal bersama kami. Padahal rumah barunya pun sebenarnya sudah siap untuk ditempati.

Jadi, 2 tahun menjadi pasangan pun mereka masih tinggal bersama ayah di rumah yang sama. Mereka tak menolak, namun meminta izin untuk sesekali tetap bisa tinggal di rumah yang baru dibangun 1 tahun lalu.

Tok tok

Ketukan pintu itu sekali lagi menggema hingga kamarku.

"DEK BUKAIN!" teriak Mas Kaffa dari kamarnya. Jujur, aku gemas dengan pria itu. Dengan langkah sedikit malas aku berjalan menuju pintu. Membuka pintu dan..

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Silakan masuk, Mas, Mbak," ucapku. Aku tersenyum ke arah wanita di samping pria itu.

Pria yang kini sudah tak lagi kuharapkan kehadirannya seperti sebelumnya. Pria yang kini sudah menggandeng tangan wanita lain di hadapanku. Pria yang.. tak mampu lagi untuk kuceritakan panjang lebar.

Ya, dia Mas Zafi. Teman juga sahabat karib Mas Kaffa. Dialah masa lalu yang kini sudah kukubur dalam anganku. Dia yang pernah melambungkan harapanku dan menjatuhkannya dengan cara tiba-tiba menyebar undangan pernikahan dengan wanita pilihannya.

Aku mempersilakan mereka untuk duduk, lalu masuk kembali untuk memanggilkan ayah dan juga ibu.

"Yah, ada tamu. Mas Zafi sama istrinya," ucapku.

Ibu yang tengah akan merebahkan diri sontak duduk kembali. Beliau menatapku nanar, mungkin kasihan. Padahal, anaknya sudah tak apa-apa. Toh ini sudah 2 tahun berlalu sejak pernikahannya.

Ibu berdiri menghampiriku yang masih berdiri di ambang pintu. Ia menepuk pundakku berulang kali.

"Udah, Bu. Anaknya udah nggak pa-pa lho ini," ucapku. Ayah yang melihat itu tersenyum. Mereka keluar menuju ruang tamu, sedangkan aku menuju dapur untuk membuatkan mereka minum.

. . .

"Udah, dia aja udah bahagia sama pilihannya. Masa iya kamu masih gini-gini aja?" ucap Mbak Aluna yang tiba-tiba sudah berada di sampingku. Ia ikut membantuku mengambilkan gula di rak bumbu dapur.

Aku menoleh lalu tersenyum miring, "Aman, Mbak. Udah cerita lama, saatnya buka cerita baru."

"Jadi, udah dapet penggantinya?" tanyanya. Aku tertawa.

"Apa harus untuk melupakan yang lama, kita butuh sosok pengganti? Nggak juga," balasku.

Balasanku membuat Mbak Aluna terdiam, dan kembali membantuku sampai selesai.

Aku menarik napas dalam-dalam sebelum keluar dari dalam. Kulihat di sana Mas Zafi, ayah, dan Mas Kaffa tengah berbincang. Sesekali tertawa. Sedangkan ibu dan istri Mas Zafi tengah berbincang di sisi ruang tamu yang lain.

Interaksi TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang