Orang Baru

19 2 0
                                    

Kini aku tau bahwa pepatah 'cintaku telah habis di orang lama' adalah pepatah kuno yang tak berlaku. Karena nyatanya kamulah yang kini menghabiskan sisa cintaku

- - - - -

Dulu aku pikir, aku membutuhkan sosok baru untuk bisa melupakan yang lalu. Aku pikir aku membutuhkan sosok baru yang bisa kusebut suhu untuk kisah dalam hidupku. Bahkan aku berulang kali mengatakan itu pada Bella selaku satu-satunya sahabat yang tau banyak tentang kisah cintaku.

Namun tidak juga, kini aku telah berhasil menghapus bayangannya dari hidupku. Dengan mulai percaya bahwa Allah akan hadirkan yang jauh lebih baik darinya.

Seperti saat ini, bulan kedua sejak aku bertemu dengan Chanif. Pria yang rupanya masih seumuran denganku, ah ralat. Dia lebih muda 1 tahun dariku. Namun ilmu yang ia punya lebih tinggi dariku.

Awalnya aku menepis perasaanku ini, perasaan yang kuanggap hanya angin lalu. Namun pertemuan singkat di masjid seminggu lalu membuat perasaanku tumbuh kembali. Ya, pria itu mengisi kajian di masjid dekat rumahku kembali.

Aku pun baru sadar, bahwa pria yang pernah diperbincangkan ayah di meja makan adalah dirinya.

Bella sejak semalam sudah berisik di chat, ia mengirimkan beberapa info tentang Chanif. Meski aku juga sempat menguntitnya juga, namun skill Bella tidak diragukan lagi. Ia lebih jago dariku.

Awalnya aku tak menceritakan soal Chanif padanya, namun lukisan seorang pria yang pernah kulukis beberapa hari lalu ketahuan olehnya. Saat itu saja gadis itu mengomeliku habis-habisan karena tak pernah bercerita soal Chanif yang rupanya aku sudah kenal lebih dulu.

Sama seperti dalam kelas ini, Bella masih tak henti-hentinya bertanya soal Chanif yang aku sendiri tak tau bagaimana kabarnya, karena di sosmednya ia tak aktif.

"Shaf, aku ada info paling terbaru yang mungkin kamu akan kaget." Bella mengeluarkan ponselnya dan menyodorkan sebuah foto postingan di mana ada Chanif ikut berfoto di sana.

"Baca caption-nya!" titahnya. Aku segera membacanya.

"HAH?!" kagetku. Bagaimana tidak?! Informasi itu benar-benar tak pernah terpikir olehku.

"Kaget, kan?"

"Dia alumni madrasah dekat rumah?!" tanyaku. Bella mengangguk.

"Nggak cuma itu, dia juga lulusan boarding school-nya. Apa kamu selama ini nggak pernah tau dia?" jawabnya. Aku masih tercengang. Bagaimana mungkin jika kita pernah berada di lingkungan yang sama.

Aku menggeleng dengan tatapan tak percaya. Allah begitu tak terduga. Dia berhasil menghapuskan perasaanku pada Mas Zafi, lalu menghadirkan sosok pria yang membuatku jatuh hati. Rupa-rupanya kami pernah berada dalam lingkungan yang sama, yang seharusnya kami sudah pernah tau meski hanya sekilas.

"Ya Allah, Bel. Dunia sempit amat," gumamku.

"Dia kuliah sini juga?" Makin tak terduga jikalau iya jawabannya.

Bella menggeleng, "Sepertinya tidak. Belum kuliah maksudku, entah jika menunda kuliah," balasnya.

"Kan kamu denger sendiri kalau dia sampai nolak-nolak kampus bergengsi, beasiswa kuliah luar negeri. Kenapa, ya?" lanjutnya. Aku mengedikkan bahu tak tahu.

Interaksi TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang