Menyerah

5 0 0
                                    

Aku bisa saja bersaing dengan 1000 orang yang menyukaimu, namun tidak dengan 1 orang yang kamu sukai dan telah tertanam dalam hatimu sampai kapanpun itu

- - - - - - - - - -

Sore ini, di sebuah kafe dekat rumah yang cukup ramai, aku terduduk dengan tangan yang terus mengaduk kopi dengan sendok kecil yang telah disediakan. Sudah 10 menit aku terdiam di sini, menikmati pemandangan kota Surabaya yang cukup padat.

Rasanya begitu damai meski suara klakson terus memekakkan telinga karena telah memasuki jam para pekerja kantoran pulang. Meski begitu, aku lebih tenang di sini.

Kling..

Suara lonceng pintu dibuka terdengar. Aku menoleh ke sumber suara, di mana seorang gadis tengah melambai ke arahku. Gadis yang sudah kutunggu batang hidungnya sejak tadi.

"Pasti lama ya, Shaf. Sorry," ucapnya dengan napas sedikit tersengal-sengal. Aku hanya tersenyum sembari mengangguk. Gadis itu terduduk setelah melambai ke arah waiters untuk memesan makanan dan minuman.

"Are you okey, Shaf?" tanyanya padaku yang masih belum mengalihkan pandangan dari kaca kafe yang memperlihatkan jalan raya.

"Menurutmu saja, Bel," balasku. Sesekali aku menyeruput coffee latte yang kupesan tadi.

"Kalau kamu ingin bercerita, cerita saja dulu. Aku siap mendengarkan," ucapnya.

Aku menarik napas dalam-dalam, rasanya menyesakkan mengingat semua yang telah terjadi semalam. Bahkan rasanya mataku sudah memanas.

"Aku tidak ingin bercerita, aku hanya ingin bertanya. Siapa gadis itu, Bel? Katakan saja, justru aku lebih lega jika mengetahui orangnya, dibanding aku menerka-nerka dan berujung fitnah pada orang yang salah," ucapku. Gadis itu diam cukup lama.

"Okey, aku akan menceritakan semuanya. Tapi aku minta untuk kamu tidak macam-macam setelah ini," ucapnya. Aku mengangguk, bagaimanapun aku akan lebih lega jika mengetahui bahwa gadis itu memang baik, mungkin?

"Salah seorang teman kerja paruh waktuku saat liburan kemarin, namanya Haniyya meminjam ponselku, katanya untuk menghubungi temannya. Tapi aku nggak pernah tau, Shaf, kalau ternyata dia mengirim pesan untuk Chanif. Wallahi, Shaf, bukan aku yang memulai." Gadis itu mulai menceritakan yang sebenarnya.

"Sepulang dari kerja, Chanif terus mengirimiku pesan. Aku sudah menjelaskan yang sebenarnya ke Chanif, dan pria itu justru memintaku untuk menjadi perantara perasaannya ke gadis itu," jelasnya.

Mataku membulat tak percaya, hatiku semakin sakit. Rasanya tak percaya jika pria yang ada dalam cerita Bella adalah Chanif yang kukagumi itu.

Pikiranku berputar, masih tak percaya dengan semua ini.

Kuakui, semalam aku berdoa untuk ditunjukkan yang sebenarnya atas perasaanku dan sikap Chanif akhir-akhir ini. Namun, belum ada 24 jam Allah seakan sudah mengabulkan doaku. Allah menjawab doaku dengan cerita Bella saat ini. Akankah memang bukan dia pria yang akan memiliki hatiku?

"Sudah ya, Shaf, aku takut kamu semakin kenapa-kenapa," ucapnya dengan raut khawatir.

"Lanjut!" perintahku.

Interaksi TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang