5 ; penerbangan

91 12 6
                                    

Junkyu mengecek kembali beberapa barang yang ia bawa. Tidak banyak, hanya dua koper dan satu tas kecil.

Pukul empat subuh lebih beberapa menit, dirinya serta Jihoon sudah berada di bandara bersama dengan ayah dari Jihoon.

Jadwal penerbangan milik kedua nya itu ada pada pukul lima tepat, sengaja mencari tiket dengan jadwal penerbangan yang cepat.

Ketiga nya tengah terduduk di salah satu bangku yang memang di sediakan, dengan satu bungkus roti yang dibeli sebelum mereka kemari.

Walau tak seberapa, sekira nya dapat mengganjal perut mereka.

Ketiga nya bercengkrama hangat, delapan puluh persen di isi oleh wejangan dari ayah Jihoon lalu sisa nya di isi seputar pekerjaan yang akan mereka kerjakan.

"Gak kerasa udah hampir jam lima, ayo siap-siap." Ujar papa Jihoon sesaat setelah mendengar penuturan bahwa pesawat kedua nya akan lepas landas.

Junkyu serta Jihoon bergegas membawa koper-koper milik kedua nya, berjalan menjauhi area tunggu.

Jihoon memeluk erat sang papa sebagai salam perpisahan, tuan Park pun tersenyum lalu mencium pucuk kepala anak semata wayang nya.

"Hati-hati disana ya." Ujar nya.

Lalu berganti kearah Junkyu yang berdiri di sebelah putra nya, melakukan hal yang sama seperti saat kepada putra nyaㅡ mencium pucuk kepala Junkyu.

"Junkyu disana juga hati-hati." Junkyu termenung, sedikit terkejut akibat hal tersebut. Setelah kejadian dimana keluarga nya rusak, baru kali ini dirinya merasakan kasih sayang seorang ayah, lagi.

Miris nya itu bukan dari ayah kandung nya.

Junkyu apa yang kau harapkan? Bahkan si tua bangka itu sama sekali sudah tak peduli kepada nya.

"Hey! Kok melamun? Udah sana, nanti ketinggalan pesawat." Tuan Park melontarkan kalimat yang mampu membuyarkan lamunan Junkyu.

"Disana pokoknya kalian hati-hati ya, hidup sehat dan jangan paksain diri sendiri buat kerja."

"Nanti sewaktu kalian sampai disana bakal ada salah satu karyawan kepercayaan papa buat jemput kalian, udah ya! Pokoknya disana harus hati-hati!" Ujar nya sedikit mewanti-wanti kedua pemuda tersebut.

"Iya papa, aku sama Junkyu pergi ya! Bye papa!" Jihoon pergi menjauhi papa nya dengan sesekali menoleh ke belakang, yang tentu nya di ikuti oleh Junkyu.

.

Kedua nya telah terduduk di kursi mereka masing-masing, Junkyu yang berada di samping jendela pun menoleh ke sana, memandangi area luas yang menjadi tempat lepas landas pesawat nya.

Tubuh Junkyu menegak ketika merasa pesawat yang ditumpangi nya mulai bergerak, pesawat itu segera lepas landas.

"Rileks jun." Ucap Jihoon sambil mengusap punggung teman nya.

"Lo gak papa kan?" Tanya Jihoon saat tak sengaja melihat mata Junkyu yang ada genangan air yang mungkin bisa kapan saja tumpah membasahi pipi nya.

"Gue gak papa.."

Junkyu menoleh ke arah sahabat nya, "gue bebas Jihoon."

Perkataan Junkyu dengan nada bergetar dan mata yang berkaca-kaca mampu membuat Jihoon merasakan apa yang pemuda itu rasakan. Dengan perlahan Jihoon menarik pemuda tersebut kedalam pelukan nya, sudah dari dulu ia mendengarkan keluh kesah Junkyu dengan kehidupan nya, ia harap dengan pergi ke Jepang mampu membuat Junkyu lebih baik dari sebelum nya.

Bagaimana pun dirinya sudah dekat sekali dengan Junkyu sedari lama, dirinya sudah menganggap Junkyu lebih dari segala nya, Junkyu sudah termasuk semesta nya.

Jihoon benar-benar berharap Junkyu akan kembali seperti Junkyu yang dulu, junkyu yang ceria serta periang.

Ia harap, dirinya bisa kembali mendengar tawa khas milik Junkyu.

.

.

.

Junkyu menghempaskan tubuh nya pada kasur empuk di kamar nya, ternyata bukan sebuah apartemen yang diberikan tuan Park kepada mereka, namun rumah dengan desain minimalis yang mampu menampung lima sampai delapan orang.

Rumah yang tempat nya tak jauh dari kantor serta tempat yang nanti nya akan dibangun restoran milik Junkyu serta Jihoon.

Sekarang dirinya sudah berada di jepang, besok dirinya sudah mulai masuk untuk bekerja di kantor cabang milik ayah Jihoon.

Rasanya seperti tidak nyata, dirinya kini dapat dengan bebas memilih jalan hidup nya tanpa perlu meminta izin terhadap sang ayah.

Ini sudah siang, mungkin dirinya akan berjalan keluar menikmati suasana baru di tempat baru, serta mencari tempat makan yang menjual sesuatu yang menggugah selera.

Junkyu bangkit dari tidur nya, mengambil jaket panjang karena sekarang telah memasuki musim dingin di jepang.

Ia berjalan keluar kamar, mendapati sang kawan yang tengah terduduk di depan televisi dengan secangkir coklat panas, Junkyu menghampiri nya.

"Jihoon, mau ikut keluar?" Tanya Junkyu.

Jihoon menoleh menatap netra kembar sang teman, "boleh, gue ambil jaket dulu."

Junkyu mengangguk mengiyakan, dirinya lebih dulu berjalan keluar rumah, menunggu Jihoon tepat di halaman depan.

Junkyu tersenyum dengan sedikit membungkuk kala beberapa orang menyapa nya, mungkin penduduk sekitar.

Benar juga kata orang-orang, warga Jepang sangat ramah walau dengan orang yang belum dikenal.

"Ayo Junkyu."

Kedua nya kemudian berjalan, cahaya matahari yang masih bersinar dengan terang namun rasa dingin masih dengan mudah menembus pakaian keduanya.

Di pikir-pikir daerah sekitar nya ini termasuk tempat strategis, ramai penduduk, jarak tempuh untuk menuju tempat tertentu seperti rumah makan, minimarket, atau jajanan pun tak terlalu jauh. Memang tepat untuk membangun restoran.

"Ayo makan disana." Junkyu berucap seraya menunjuk restoran dengan gaya seperti kafe gaul yang biasa ia temui di Indonesia.

Jihoon mengangguk setuju, keduanya berjalan menuju tempat yang disebut.

Sampai disana, kedua nya bergegas mencari tempat duduk yang kosong karena demi apapun ternyata di dalam nya sedikit terasa penuh.

"Akhir nya." Ujar Jihoon setengah dramatis sesaat menduduki sofa dengan warna beige.

"Jihoon, lo pesen dulu ya, gue mau ke toilet dulu." Junkyu langsung pergi meninggalkan Jihoon tanpa mendengar balasan dari lelaki tersebut.

Ia bergegas menuju toilet sesudah bertanya kepada salah satu pelayan.

Dirinya berjalan sedikit terhuyung saat dengan tak sengaja seseorang menubruk bahu nya.

"Ah, maaf tuan." Hanya cicitan tersebut yang dapat Junkyu tangkap.

Pemuda dengan rambut seperti gulali itu langsung pergi sesaat menubruk nya, bahkan sebelum Junkyu membalas cicitan tersebut.

Junkyu membasuh tangan nya di wastafel, sedikit membenarkan tatanan rambutnya lalu termenung sesaat.

Pemuda dengan rambut gulali itu, lalu suara lucu itu, bagaimana dapat dengan mudah mendistraksi pikiran nya?

TBC

hallo? apakah masih ada yang baca?
sebelumnya maaf banget baru update
gatau kenapa ide nya agak macet aja. 😁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

B O D Y G U A R D ; junshiho [slow update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang