19. On Oublie Ça

1.3K 128 26
                                        

Kali ini Ariga kembali ke Semarang langsung dari Solo. Sendirian. Biasanya bersama Svarga. Sebetulnya Ariga tidak masalah dengan perubahan rutenya sebab bukan pertama kalinya, tetapi yang membuat perasaanya sedikit kacau adalah semua rencananya tidak berjalan seperti yang diharapkan.

Ketika sampai di mes dan bertemu Svarga, temannya itu sudah menunggunya dengan ekspresi penuh antisipasi.

"Gimana kemarin?" tanya Svarga sambil merangkul bahu Ariga dan mengikutinya ke kamarnya.

Ariga tidak langsung menjawab, ia melepas jaket dan menggantungnya lalu mengambil botol air mineral dari dalam tasnya dan meminumnya.

"Gagal," jawab Ariga pendek sambil duduk di atas tempat tidur.

Kedua alis Svarga terangkat. Ia berjalan mendekat dan duduk di sebelah Ariga yang wajahnya memang tampak sedikit kacau. Patah hati betulan?

"Gagal gimana? Kamu ditolak?"

Ariga menggeleng.

"Lha, nggak ditolak kok bilang gagal?" tanya Svarga tak mengerti.

Ariga diam sesaat, menghela napas panjang sebelum menjawab. "Dia sudah ada pasangan."

"Kok tahu? Bukannya kata Syari dia masih jomlo, ya?"  tanya Svarga penasaran.

"Jomlo hari ini, belum tentu besok. Siapa yang bisa menggenggam takdir? Kemarin aku lihat dia sama laki-laki. Ganteng. Mereka makan siang bareng di kafe Caragana dan kelihatan akrab. Shahreen sampai tertawa lepas." Ariga menjelaskan dengan hati yang berdenyut sakit jika mengingat hari itu.

"Ganteng, ya? Kamu sendiri juga idola di sini. Masa nggak PD sih? Coba kalau aktif di medsos, wah, aku jamin dalam sekejap pengikutmu jutaan."

Ariga tidak menanggapi ucapan Svarga sebab baginya hal itu tak ada artinya.

"Kamu yakin itu pacarnya? Lha, bukannya nggak boleh pacaran dia? Calon suami dong? Sek, sek...ada yang janggal." Svarga menatap temannya intens sambil bersedekap. "Kuulangi, kamu dikenalin ke laki-laki itu?"

Svarga menggeleng.

"Kok tahu kalau Shahreen sama, ya, katakanlah pacarnya, calon suami apalah itu?"

"Aku lihat mereka."

"Terus?"

"Ngobrol."

"Terus?"

"Ketawa bahagia."

"Terus?"

Ariga langsung melirik tajam ke arah Svarga. "Terus, terus, kamu pikir parkiran?"

"Ya, apa dong yang bikin kamu tahu, yakin itu calonnya Shahreen?" Svarga menatap temannya penuh ekspektasi.

"Ya, itu tadi."

"Itu tadi?" ulang Svarga dengan nada sedikit tinggi dan ekspresi melongo. "Nggak dikenalin gitu? Syari cerita gitu?"

Ariga menggeleng.

"Asumsimu aja? Ya Allah, Ariga!" Svarga menahan emosi sebisanya. Ia hendak bicara tapi batal dan berulangkali membuka dan menutup mulutnya seperti ikan karena kehabisan kata-kata. "Ini yang bego siapa, sih?"

"Maksudmu apa?" tanya Ariga tak mengerti.

Svarga istighfar berkali-kali agar tidak emosi. Ingin sekali ia memukul Ariga hingga pingsan. "Maksudku apa? Makanya kalau makan doa dulu biar otakmu beres. Beneran deh, kamu tuh bodoh banget jadi orang. Jadi orang jangan suka berasumsi, cari tahu dulu faktanya gimana. Iya, kalau dia pacarnya, kalau bukan?"

Ariga berdecak kesal karena merasa Svarga sok tahu. "Yang kenal Shahreen itu aku. Dia itu bukan tipe yang suka atau biasa haha hihi sama laki-laki. Kalau nggak dekat, nggak mungkin!"

Caragana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang