Mengetahui kedatangan Shahreen dan Naina ke kedai orang tuanya, Syari segera menyusul. Beruntung jarak antara rumah dan kedai tak terlalu jauh, hanya butuh waktu sekitar sepuluh menit saja.
"Seharusnya Mbak Sha bilang dong, biar aku bisa cepat ke sini," kata Syari dengan wajah yang sedikit cemberut.
Shahreen menggeleng sambil tersenyum. "Ini mendadak kok. Lagi pula takut kamunya sibuk."
"Setelah ini ke mana?" tanya Syari.
Shahreen menatap Naina yang merespons dengan kedikan bahu, sebab ia hanya ikut saja.
"Ya, paling ke rumah abi sama ummi, mampir sana sebentar terus langsung balik Jogja," jawab Shahreen.
"Mainlah, ya, ke rumah. Sudah lama, kan?" ajak Syari dengan nada manis agar Shahreen menuruti keinginannya.
Shahreen kembali menatap Naina, meskipun mereka pergi atas ajakannya, tetapi ia juga memikirkan kenyamanan gadis itu. Naina dan Syari pernah bertemu dan berkenalan sekali bukan berarti keduanya bisa langsung nyaman satu sama lain. Barangkali pula Naina lebih suka ke mana.
"Nggak masalah sih, Mbak," kata Naina yang paham maksud tatapan Shahreen. Ia sendiri tidak ada rencana apa pun sehingga senang saja ketika diajak pergi.
Shahreen pun mengangguk. "Oke."
"Setelah ini, ya?" ajak Syari lagi dengan antusias.
"Boleh. Tapi aku mau pesan lagi untuk dibawa pulang," kata Shahreen.
"Tunggu, biar ak---"
Shahreen dengan cepat memegang lengan Syari yang sudah beranjak. Ia yakin perempuan itu akan meminta orang tuanya membuatkan gratis. "Kamu di sini, nanti aku sendiri yang bilang. Nggak mau gratis, nanti abi dan ummi marah."
Syari langsung mengerucutkan bibirnya. "Padahal waktu itu Abang dapat oleh-oleh gratis dari Caragana."
"Cuma perkenalan saja. Lagi pula bukan aku sendiri yang masak. Bahkan resep mi Aceh yang diajarkan oleh ibumu aku lupa." Shahreen berusaha mengelak dengan halus,
Kali ini Syari mencibir dengan ekspresi gemas yang membuat Shahreen tersenyum. "Makanya sering main, biar nggak lupa. Bisa belajar lagi, kan, siapa tahu bisa dijadikan menu baru di Caragana dengan cita rasa otentik Abu Malik."
"Eh, nggak apa, tuh, Mbak?" celetuk Naina kaget.
"Apanya yang nggak apa?" tanya Syari bingung.
"Kasih resep rahasia keluarga," jawab Naina masih tak habis pikir.
"Oh. Nggak masalah sih kalau kami. Abu dan Mamak percaya bahwa rezeki itu sudah diatur oleh Allah," jawab Syari ringan.
"Wah, hebat. Jarang ada yang begini," puji Naina penuh kekaguman.
Syari mengibaskan tangannya. "Nggak juga, biasa saja. Karena menu kami ini, kan, sudah umum di mana juga ada. Cari resepnya di tempat lain juga bisa. Bukan menu yang asli diciptakan oleh abu dan mamak."
"Nai, kamu tunggu sini sebentar," pinta Shahreen kemudian menuju kasir
Sesampainya di kasir, Shahreen pun membayar sekaligus pesan mi dan martabak lagi untuk dibawa pulang.
"Maaf, Mbak, kata Bu Zayna, mbaknya nggak usah bayar," kata kasir yang seorang perempuan muda seusia Shahreen.
Kedua mata Shahreen terbelalak. "Lho, kok gitu sih? Saya bayar saja, ya? Ibu nggak tahu ini."
Kasir tersebut langsung menggerakkan kedua tangannya menolak. "Maaf, Mbak, nggak berani saya."
Shahreen menghela napas dalam. "Ya sudah, tolong ucapkan terima kasih untuk yang saya pesan tadi tapi yang saya bawa pulang, saya bayar. Mbak ya? Bu Zayna, kan, bilangnya tadi nggak termasuk yang sekarang."

KAMU SEDANG MEMBACA
Caragana
RomansaShahreen Shazana memutuskan keluar dari pekerjaannya dan membuka Caragana Bibliocafe & Fleuriste, sebuah kafe yang berkonsep setengah perpustakaan dan toko bunga yang diimpikannya. Berkat hal itu pula, tanpa sengaja ia bertemu dengan laki-laki di m...