Caragana Bibliocafé & Fleuriste sudah resmi dibuka. Sebuah kafe berkonsep setengah perpustakaan yang selalu diimpikan seorang Shahreen sejak remaja. Karena ia juga ingin memiliki toko bunga, maka sekalian dibuat dan tempatnya berdampingan dengan kafe. Nama Bibliocafé berasal dari kata bibliothèque dan café diusulkan oleh sepupunya yang memang bisa bahasa Perancis. Bibliothèque sendiri berarti perpustakaan. Seminggu sebelumnya adalah pembukaan Piring Mehreen, usaha katering milik adiknya yang juga ia kelola.
"Mbak nggak masalah pegang tiga usaha sekaligus?" tanya Mehreen khawatir disela-sela acara tasyakuran pembukaan kafe dan toko bunga kakaknya. "Mbak, kan, harus fokus untuk pengembangan Caragana juga."
Shahreen tersenyum lembut seraya memegang lengan adiknya. "In syaa Allah. Lagi pula Piring Mehreen, kan, ada tim. Kamu sendiri juga masih turun tangan. Tugasku, kan, sebenarnya hanya mengawasi. Bukan terjun langsung di operasi harian dapur dan administrasinya."
Mehreen pun ikut tersenyum. "Kalau ada apa-apa, langsung bilang aku, ya?"
"Siap."
Tepat saat itu Khayrah, ummi dari keduanya mendekat dan memeluk putri sulungnya sembari tersenyum bangga. "Jaga diri baik-baik, Mbak Sha tinggal sendiri di Jogja. Meski ke Kartasura juga nggak jauh, tapi bagaimana pun orang tua tetap khawatir."
Shahreen balas memeluk umminya. "In syaa Allah, Ummi. Maaf, aku jarang di rumah."
Khayrah tersenyum. "Memangnya di antara kalian bertiga, siapa yang selalu tinggal di rumah?"
"Ummi," jawab Shahreen dan Mehreen serempak. Abi mereka, Damai Pratisena Yasa, seorang prajurit TNI angkatan darat termasuk yang jarang ada di rumah juga.
Mehreen bahkan ikut memeluk umminya. "Di mana pun kami berada, rumah adalah kalian." Selain mengurusi usaha kateringnya sendiri di Solo, Magelang dan Semarang, dan kini bertambah di Yogyakarta, Mehreen juga seorang relawan aktif dan sering melakukan banyak misi hampir di seluruh wilayah Indonesia bersama teman-temannya.
"Kalau Abi pensiun nanti, jadi pindah ke Batu? Rumah Eyang?" tanya Shahreen tiba-tiba teringat sesuatu.
Khayrah mengangguk. "Ya. Dekat dengan Mama Frannie dan Papa Rashad kalian. Sepupu-sepupu kalian juga tinggal di sana. Ummi sudah nggak ada saudara kandung lagi, jadi lebih baik mengurus rumah Eyang di Batu."
Shahreen mengangguk. "Ya, kurasa itu pilihan terbaik. Biar Abi bisa berkumpul dengan keluarga lagi."
Satu jam kemudian, acara akhirnya selesai. Shahreen pulang ke rumah kontrakannya, sedangkan orang tua dan adiknya tak bisa tinggal lebih lama. Ia bersyukur semua berjalan lancar tanpa halangan apa pun.
"Capeknya." Shahreen masih selonjor di sofa ruang tamu.
"Assalamu'alaikum, Mbak," ucap Naina, florist yang bekerja padanya itu seraya mengetuk pintu.
"Masuk, Nai," sahut Shahreen sambil menurunkan kakinya.
Tak lama Naina membuka pintu dan melangkah masuk sambil menyeret kopernya. Ya, gadis yang baru lulus SMA itu mulai hari ini tinggal bersamanya. Shahreen berkenalan dengannya dari salah satu rekan relawan Mehreen.
Shahreen bangkit dan berjalan menuju kamar yang ada di dekat ruang tamu dan membuka pintunya. "Kamu tidur di sini."
"Makasih, Mbak," ucap Naina senang karena tidak harus khawatir dengan tempat tinggal lagi setelah teman sekamarnya pindah begitu mereka lulus SMA. Apalagi kini ia juga tak perlu pusing menyisihkan uang kos dan listrik. Shahreen menawarinya tinggal gratis.
Naina melihat sebagian barang-barangnya yang dibawakan terlebih dahulu oleh Shahreen tampak ada di lantai, masih utuh seperti ia mengemasnya.
"Kamu bukan pembantu di sini. Ini rumah kita bersama, oke?" kata Shahreen tegas. "Kalau haus, di kulkas ada jus jeruk. Di meja makan juga ada jajanan sama lauk yang aku bawa dari acara tasyakuran tadi. Masih ada sisa, cukuplah buat kita malam ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Caragana
RomanceShahreen Shazana memutuskan keluar dari pekerjaannya dan membuka Caragana Bibliocafe & Fleuriste, sebuah kafe yang berkonsep setengah perpustakaan dan toko bunga yang diimpikannya. Berkat hal itu pula, tanpa sengaja ia bertemu dengan laki-laki di m...