18. C'est qui ?

585 132 17
                                    

"Kamu betulan patah hati, Bang?" tanya Zayna pada putra sulungnya begitu sudah di rumah.

Zayna memasuki kamar Ariga di mana putranya tengah asyik main game di ponselnya. Melihat kedatangan umminya, Ariga mematikan game dan meletakkan ponsel untuk salim.

Sore tadi Syari menghubungi umminya dan menceritakan semuanya dan meskipun penasaran, Zayna tidak segera menghubungi Ariga untuk mengonfirmasi semuanya sebab menurutnya itu bukan hal yang bisa dibicarakan melalui sambungan telepon. Kemungkinan besar Ariga juga tidak akan buka mulut, akan berbeda halnya jika bertatap muka secara langsung seperti saat ini.

"Ummi kata siapa?" tanya Ariga balik walaupun jelas ia mengetahui jawabannya.

Zayna duduk di samping putranya. "Adikmu. Kenapa Ummi nggak tahu kamu punya pacar? Pantas Ummi kenalkan dengan seseorang menolak."

Ariga yang tadinya duduk santai, kini lebih tegap dan sedikit tegang. "Aku nggak punya pacar," jawabnya tanpa menatap umminya.

Kedua alis Zayna terangkat kemudian menatap putranya intens. Persis seperti kata Syari, Ariga tampak tidak seperti biasanya. Sedih dan patah hati?

"Terus sekarang kenapa gini? Ummi sedih, lho, Bang, lihat kamu sedih begini. Coba cerita, barangkali Ummi bisa bantu sesuatu," kata Zayna lembut. "Nggak jadi satgas ke luar negeri?"

Ariga mengangguk perlahan. "Jadi. Mohon doanya semoga diberi kelancaran."

"Aamiin. Pasti Ummi, Abu, Syari mendoakan yang terbaik untukmu, Bang."

Keduanya terdiam untuk sesaat.

"Bang?" Zayna buka suara lagi. "Ummi tanya sekali lagi, Abang punya pacar?"

Ariga menggeleng. "Nggak punya."

"Tapi orang yang disukai...ada?"

Ariga mengangguk dengan wajah memerah yang membuat Zayna antara tersenyum geli melihat sikap malu-malu kucing putranya sekaligus sedih karena putranya belum bisa meraih bahagianya.

"Terus, kenapa Abang kayak gini? Abang ditolak ?"

Kembali Ariga menggeleng yang kali ini membuat Zayna bingung.

"Lha, ini bagaimana, sih? Coba cerita ke Ummi barangkali bisa bantu setidaknya meringankan beban hatimu. Perempuan ini orang Semarang?"

Ariga menggeleng.

"Ketemu di mana?"

"Solo."

"Ummi kenal?" Otak Zayna berputar-putar menggali memori pergaulan putranya yang hanya berkisar antara sekolah dan kegiatan Pramuka.

Ariga mengangguk.

Kedua mata Zayna melebar. "Siapa?" Ia menunggu penuh antisipasi sambil tetap berpikir dan hanya menemukan satu kemungkinan...

"Shahreen." Terucap juga dengan suara lirih nyaris tak terdengar dari mulut Ariga, setelah itu wajahnya kembali memerah sebab apa yang telah disembunyikannya sekian tahun terungkap juga.

Zayna langsung terkesiap mendengarnya. "Ummi nggak pernah mengira..." Namun, jika dipikir-pikir lagi, seharusnya bukan hal yang mengejutkan apalagi ada pepatah Jawa mengatakan witing tresna jalaran saka kulina yang berarti rasa cinta tumbuh karena terbiasa. "Kamu ditolak Shahreen?"

Lagi-lagi Ariga menggeleng.

"Bang, coba cerita yang jelas deh. Jawabanmu kok bikin Ummi bingung dari tadi," kata Zayna sedikit gemas.

"Cerita apa?"

"Ya Allah,Abang, kalau nggak ingat malam, sudah Ummi teriakin kamu."

Ariga meringis. Ia sendiri bingung bagaimana memulainya dan berakhir hanya dengan menghela napas panjang.

Caragana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang