8.Battement de coeur

592 125 0
                                    

Malam harinya, ketika hendak istirahat, Ariga menghubungi adiknya. Sedari siang sebetulnya ia sudah tidak sabar ingin melakukannya, akan tetapi karena masih ada kegiatan, terpaksa ditahannya.

"Kenapa, Bang? Ada apa?" tanya Syari terdengar sedikit malas.

"Hey...kok gitu?" tegur Ariga yang justru geli.

"Cepetan ah, aku sibuk nih bungkus pesanan orang," sungut Syari di seberang.

"Sebentar saja,' bujuk Ariga.

"Iya, apa?" gerutu Syari yang membuat Ariga justru terkekeh. Ia paling suka menggoda adiknya sebab reaksi Syari selalu menggemaskan untuk dilihat menurutnya.

"Kenapa Shahreen tiba-tiba ke Solo sampai ke rumah segala?"

Pertanyaan Ariga yang bernada serius itu rupanya membuat Syari tercengang. Ada jeda cukup lama yang memicu rasa tidak sabarnya.

"Kenapa tiba-tiba Abang bertanya begitu?" Syari bertanya balik pada abangnya yang ia anggap melontarkan pertanyaan aneh.

Ditodong begitu Ariga jadi gelagapan dengan wajah memerah. Beruntung Syari tidak bisa melihatnya, sebab jika adiknya tahu pasti ia sudah jadi bulan-bulanan.

"Bang? Abang!" panggil Syari kesal karena tak ada tanggapan.

"Apa?"

"Kok apa?"

"Terus?"

"Ih, nyebelin! Aku tutup sajalah!"

"Eh, jangan! Jangan!" Ancaman Syari seketika membuat Ariga panik.

"Ih, Abang aneh deh. Bukannya biasa Mbak Sha ke tempat kita? Harus ada alasan gitu?" Syari benar-benar tak habis pikir dengan isi kepala abangnya.

"Uhm, itu..."

"Apa sih? Abang dari tadi aneh tahu! Abang suka, ya, sama Mbak Sha?" todong Syari dengan nada menggoda.

Kali ini Ariga terdiam.

"Bang? Abang!"

Telinga Ariga jelas mendengar, tetapi mulutnya seolah terkunci rapat untuk menjawab pertanyaan adiknya, sementara jantungnya berdetak kencang tak karuan. Wajahnya? Jangan ditanya lagi, sudah jelas memerah hingga ke telinga. Jika menilik ke belakang, rasanya Ariga tak ingat kapan tidak menyukai Shahreen. Tak ada meet-cute ataupun meet-ugly. Semuanya hanya bermula dari sering bertemu di kantin sekolah ketika jam istirahat. Sejak awal berjumpa, ia hanya merasa tidak bosan untuk terus menatapnya.

Ketika Syari satu kegiatan ekstrakurikuler dan Shahreen menjadi dekat dengan adik Ariga, bahkan kemudian sering datang ke rumah, perasaan Ariga semakin membuncah. Masalahnya hanya satu. Ia tidak bisa mendekatinya, ditambah larangan berpacaran oleh orang tuanya. Prinsip mereka, jika ingin dekat langsung minta izin orang tua si gadis dan itu pun untuk jenjang yang lebih serius. Tak ada tempat untuk bermain-main.

Selama ini Ariga sudah cukup senang bisa melihatnya saja, apalagi untuk mempersiapkan diri menjadi prajurit TNI, ia berlatih dan dibimbing langsung oleh abinya Shahreen. Namun...

"Abang! Ya Allah, Abang, ih, menyebalkan sekali. Beneran, ya, suka Mbak Sha? Setelah ketemu lagi kemarin? Dia memang tambah cantik sih..." Di seberang masih terdengar ocehan merdu Syari.

"Ya, dia memang tambah cantik," ulang Ariga bagai burung beo.

"Aih, aku mau kalau kakak iparku Mbak Sha. Aku dukung! Sana, dekati! Mumpung dia masih jomlo," ujar Syari antusias.

"Memang masih jomlo?" tanya Ariga tak yakin. Wajah lelaki yang datang menemui Shahreen hari itu seketika berkelebat dalam benaknya.

"Nggak tahu, sih, hehehe. Kan, dia juga dilarang pacaran sama orang tuanya. Kalau suka langsung datang ketemu dan minta izin sama abinya."

Caragana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang